Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Big Picture" untuk Jokowi: Waspadai "Proxy War" Keuangan Negara

28 Desember 2016   16:18 Diperbarui: 28 Desember 2016   20:14 20775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cita-cita Kedaulatan Negara Adalah Harga Mati 

Kebijakan sebuah negara sudah selayaknya selalu menuju cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pembukaan UUD '45. Banyak negara besar yang menjadi kiblat dalam arah membuat kebijakan di negara ini, terutama Amerika. Amerika mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap kebijakan-kebijakan di negeri ini. Keputusan politik, keputusan energi, pangan, dan keuangan negara sebagian besar masih berkiblat kepada kebijakan negara-negara besar lainnya. Negara besar dianggap identik dengan keberhasilan dan dijadikan kiblat. 

Kedaulatan negara adalah harga mati, maka proxy war harus diwaspadai dari segala lini. Ketika pemimpin bangsa ini mulai menyadari bahwa proxy war masih terus mengincar negara ini dari segala sisi,  kita harus siap untuk menghadapinya. Jangan sampai kebijakan yang kita buat di bidang energi, perdagangan, pangan, dan keuangan negara pada akhirnya justru secara perlahan akan menggerogoti kedaulatan dan kebesaran bangsa ini. 

Bicara besar dan kuat, kita harus mengingat bahwa sebelum besar dia pernah kecil, dan sebelum kuat dia pernah lemah. Bahwa setiap orang melalui cara yang berbeda-beda untuk meraih kesuksesannya. Demikian juga halnya dengan sebuah negara. Tidak selalu sama cara yang dipakai untuk mencapai kesuksesan yang sama besarnya. 

Melihat sejarah negeri ini, Indonesia pernah besar pada zaman Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, maupun Mataram. Masih tersisa kejayaannya dengan masih berdiri tegak Candi Borobudur yang sejajar dengan keajaiban dunia lainnya. Artinya, Indonesia pernah mampu menjadi sangat besar. Masih ada bukti sejarah lainnya, yaitu Candi Prambanan, Bukit Parang, Situs Majapahit. Cerita kebesaran perang sejarah yang mencerminkan betapa nenek moyang kita tidak kalah besar dan kuatnya jika dibandingkan dengan negara lainnya. 

Membaca Outlook Perekonomian Indonesia, komposisi APBN dari sisi pendapatan maupun dari sisi pengeluaran, kebijakan menjaga harga agar tetap stabil, bahkan dalam mengikuti perkembangan reformasi perpajakan, akhirnya memunculkan sudut pandang yang lain. Setiap bidang membutuhkan orang-orang yang ahli di bidangnya, baik ahli ekonomi, ahli politik atau spesialisnya untuk membuat pertimbangan dalam mengambil keputusan. Karena jika kita menempatkan orang yang bukan pada bidangnya di negara ini, bersiaplah bangsa ini menuju kehancuran. 

Tetapi ternyata hal itu belumlah cukup. Masih diperlukan orang yang mampu merangkai satu bagian dengan bagian lainnya hingga bertemu benang merahnya agar setiap kebijakan pada setiap bagiannya dapat saling mendukung dalam sebuah sinergi dan tidak berjalan sendiri-sendiri, dalam sebuah korelasi dan menjadi rangkaian kekuatan sehingga tidak putus pada bagian per bagiannya. Ekonomi, politik, budaya yang akhirnya melahirkan karakter bangsa yang tersendiri, bukan impor karakter dan budaya. 

Ketakutan Bangsa Lain terhadap Indonesia 

Hubungan antarnegara adalah hubungan politik. Dalam semua aktivitas antarnegara, kita tidak boleh melupakan tujuan akhirnya, yakni kepentingan masing-masing negara. Apa pun itu. Tidak ada salahnya kita waspada. Meyakini politik bebas aktif dan netral adalah pilihan yang terbaik, proxy war tidaklah mudah, karena perang melawan saudara sendiri jauh lebih sulit dan menyakitkan. Bahwa penghancur bangsa yang efektif adalah mereka yang berkhianat kepada bangsanya tanpa mereka sadari. 

Hal yang paling ditakutkan bangsa lain terhadap bangsa Indonesia adalah bangsa ini akan menjadi cerdas dan mampu berdiri sendiri sebagai bangsa yang kuat dan mandiri. Hukum kehidupan menyatakan, jika yang satu kuat,  yang satu akan melemah; jika yang satu lemah, yang satunya akan kuat. Dengan demikian, kekuatan mereka adalah kelemahan kita. Begitu juga sebaliknya, kekuatan kita adalah kehancuran mereka. Maka jangan pernah berharap kepada negara lain membuat kita kuat. Bukankah nasihat yang baik bagi saya, belum tentu pas buat yang lain? Menyesuaikan dengan situasi dan keadaan. Tidak ada yang mampu mengubah nasib dirinya kecuali dirinya sendiri. Demikian juga dengan bangsa ini. 

Jokowi membuat APBN agar digunakan ke sisi produktif dan mengurangi subsidi adalah kebijakan yang luar biasa, berani berbeda. Kebijakan belanja produktif adalah bagian dari filosofi cita-cita bangsa yang ingin menjadi negara produksi, baik masyarakatnya maupun negaranya, bukan negara konsumtif dan memberdayakan rakyat sehingga tidak manja. Pemberdayaan. 

Stabilitas Harga Sembako 

Masih ada yang harus dicermati bahwa kebijakan menstabilkan harga pokok, membuat biaya hidup murah pada harga kebutuhan rakyat adalah kebijakan yang menurut saya bisa dievaluasi. Tanpa disadari kita telah disubsidi oleh petani. Harga murah pada hasil pertanian adalah sama saja membuat generasi muda tidak berminat bekerja di lahan pertanian sehingga desa-desa mulai menjadi desa industri. Maka dalam jangka yang sangat panjang, akan sedikit orang yang bekerja di lahan pangan. Tidakkah kita becermin bahwa di negara maju, biaya hidup lebih mahal? 

Bukan penekanan pada harga jualnya, tetapi subsidi kepada petaninya. Ada keadilan, bukan pengisapan. Menguatkan Marhaen dan bukan mengisap marhaen dan akhirnya membunuh marhaen. Bisa diramalkan bahwa negeri ini akan tergantung kepada impor pangan karena tidak mampu menghasilkan petani-petani baru atas nama mengejar negara industri yang akhirnya digunakan sebagai negara produksi barang dengan merek lain, dan kita juga yang harus membayar royaltinya untuk menjual produknya di Indonesia. 

Penggunaan Dana APBN untuk Penyertaan Modal Negara pada BUMN 

Kapitalisme yang menurun melahirkan paham monopoli dan fascistische dictatuur (Bung Karno, 1940). Sedang BK menjelaskan secara imaginer bahwa negara yang besar cenderung menjajah negara yang kecil, membesarkan pengusaha menjadi besar di sebuah negeri hanya akan melahirkan kapitalis baru, yang akan melahirkan penjajah ekonomi dan monopoli terhadap saudara sebangsa sendiri, hanya mereka yang besar, dan tidak membuat kehidupan rakyat lebih baik. Hal ini akan sangat berbeda jika kebijakan pemberian modal sebesar itu diberikan secara merata kepada rakyat-rakyat di seluruh Indonesia, maka tidak akan lahir pengusaha instan tetapi akan mencapai pertumbuhan ekonomi disertai dengan pemerataan. Sedang fasilitas kepada pengusaha besar sama-sama mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi rapuh secara pondasi sebuah negara, karena perekonomian ditopang oleh segelintir orang. 

Data terakhir perekonomian Indonesia ditopang oleh 1% pengusaha. Mendominasi negara ini akan semakin mudah. Kuasai yang 1%, maka engkau menguasai negara ini, atau setengahnya saja. Atau hancurkan setengah persennya, dan hancurlah negara ini. Lagi-lagi perlunya pemberdayaan seluruh rakyat Indonesia. Biarkan rakyat yang membeli pemimpin Indonesia dan jangan biarkan pengusaha membeli pemimpin karena hasilnya akan sangat-sangat berbeda antara pemimpin yang dibeli rakyat dan pemimpin yang dibeli pengusaha pada saat mereka mulai menjalankan kekuasaan. 

Penerimaan Pajak 

Memahami bahwa selama tahun terakhir ini penerimaan pajak tidak pernah mencapai target, padahal pembiayaan negara hampir 80% dari pajak. Bukan saatnya lagi bicara pajak korup, pajak tidak kredibel ataupun orang pajak ke mana saja. Ada datanya, ada uangnya, perhitungan makro sudah jelas tetapi tidak bisa mencapai target realisasi penerimaan pajak. Secara fakta, kita harus mengakui bahwa kegagalan mencapai target bukan berarti melupakan pencapaian penerimaan pajak yang digunakan untuk membiayai negara ini. Kegagalan pencapaian target atas kerja kerasnya dalam membuat keberlangsungan kehidupan negara ini adalah bukan alasan untuk menghukum mereka yang sudah bekerja ekstra untuk Tax Amnesty dan Reinventing Policy di luar tugas rutin dalam menggali potensi pajak. Tidak terdengar di media keluh kesah pegawai pajak? Mana yang lebih layak penghargaan atas 80% pencapaian penerimaan atau hukuman atas 20% atas kegagalan pencapaian penerimaan?

Sudah saatnya kita mengubah sudut pandang pemikiran tentang institusi pajak karena reformasi pajak yang sudah berjalan dari tahun 2001 dengan usulan menjadi sebuah badan tersendiri, usulan ini sudah masuk ke Menpan dari zaman Ibu Megawati Soekarnoputri. Semua rekomendasi dari konsultan dari luar negeri mengatakan bahwa Ditjen Pajak harus menjadi badan atau lembaga sendiri untuk memperkuatnya, tetapi membutuhkan waktu. Rumor klasik yang sudah sering terdengar dari zaman dahulu, "silakan pajak menjadi badan, tetapi jangan di zaman saya", adalah sebuah dagelan yang sering kita dengarkan. Dan dengan adanya tim yang akan mereformasi Ditjen Pajak adalah lagu lama yang terulang kembali. Always start never finish. Keberhasilan penerimaan pajak adalah berbanding lurus dengan kewenangan yang dimilikinya. 

Dalam sebuah diskusi dengan pengusaha, mereka tidak ada masalah dengan pajak sepanjang itu diberlakukan adil dan merata, equal treatment. Sedang dari data OECD diketahui bahwa kewenangan Ditjen Pajak masih harus lagi dilengkapi dengan data keuangan orang pribadi jika tidak menyangkut data secara keseluruhan transaksi bank. Pelemahan sumber pendapatan keuangan negara tanpa disadari telah melemahkan kehidupan bangsa ini, yang lagi-lagi menyangkut bagaimana kemampuan negara dalam melaksanakan kehidupan bernegaranya, terutama pertahanan dan keamanan.

Mengandalkan Utang 

Menutup pembiayaan belanja negara dari utang adalah kebijakan yang baik. Tetapi dalam sebuah rumah tangga maupun perusahaan, kebijakan utang akan menyesuaikan dengan kemampuan arus kas secara nyata, bahwa memungkinkan utang jika penghasilannya lebih dari cukup, bukan lebih besar pasak daripada tiang. Perusahaan akan bangkrut jika dia tidak mampu kembali membayar utang. Rentetan ini adalah sebuah tindak lanjut dari lemahnya institusi pajak dalam menjalankan tugasnya. 

Jika pajak kuat kewenangannya, akan bertindak adil kepada Wajib Pajak, menggunakan teknologi dan memanfaatkan data secara maksimal dan pada akhirnya akan mencapai penerimaan negara dengan baik. Benang merah yang seringkali terputus. Utang memang jalan keluar dari masalah dalam jangka pendek, tetapi menciptakan masalah dalam jangka panjang. Potensi pajak banyak yang belum tergali lebih disebabkan karena kapasitas wewenang kelembagaan Ditjen Pajak sehingga tidak bisa secara efektif menerapkan law enforcemen kepada Wajib Pajak secara cepat dan akurat. Hal ini membuat kesadaran Wajib Pajak masih sangat rendah. 

Negara yang Memberdayakan 

Optimis adalah salah satu kata ajaib yang bisa selalu menimbulkan semangat. Dengan segala goncangannya, bangsa Indonesia saat ini masih ada walaupun telah berkurang Timor Leste. Semoga tidak menyusul Timor Leste-Timor Leste yang lainnya. Proxy war akan selalu ada, patut diwaspadai. Tangan-tangan proxy war justru tanpa disadari berada dalam lingkaran elite politik dan menjadi pembuat kebijakan. Kadangkala mereka tidak menyadari bahwa kebijakan yang seakan-akan sudah baik dan sesuai dengan standar keilmuan ilmiah yang baku yang pas diterapkan di negara lain justru akan menghancurkan negara ini jika diterapkan di sini. 

Perlunya kesadaran bahwa ini Negeri Timur, bukan Negeri Barat; negeri jamu, bukan negeri keju. Negara yang kaya akan bahan baku dan tenaga kerja, yang seandainya diberdayakan dengan benar akan menjadi negara produksi. Berhati-hatilah kepada pemburu kekuasaan karena dalam setiap perebutan kekuasaan akan selalu ada tangan-tangan kotor yang ikut campur di dalamnya. Berhati-hatilah pada jasa baik, karena jasa baik akan menuntut balas. Tidak mudah membaca hati yang tulus dan ikhlas, tetapi di negeri spiritual ini masih banyak jiwa yang bersih dan bening. 

Bayangkanlah sebuah negara yang menggunakan kekayaan melimpah bahan bakunya digunakan sendiri sebagai bahan produksi dalam negeri, memproduksi sendiri, menjual kepada rakyat sendiri, dari dan untuk rakyat. Sudah lebih dari cukup, tanpa daging impor lebih sehat makan ikan. Jika tidak ada tempe karena harus impor kedelai, bisa diganti makanan yang nikmat lainnya, yaitu kerupuk. Jika tidak ada roti, masih ada singkong goreng. Sayur-sayuran segar lebih sehat daripada daging, membentuk manusia yang lebih humanis daripada manusia pemakan daging dan keju. Diselingi makan apel dan buah jambu lokal, jangan melupakan durian yang tiada duanya. 

Bayangkanlah listrik dari panel-panel surya yang diproduksi massal dan portable, jauh lebih murah dan tidak perlu jaringan yang besar, kincir angin di setiap bagian negeri ini, listrik dari panas bumi, listrik dari sampah. 

Bayangkanlah produksi bahan bakar minyak dari produk-produk nabati, bio energi. Ekonomi rakyat berkembang dengan pesat dan negara menarik pajaknya dengan adil dan merata, tidak memberatkan dan dibayar dengan sukacita. Negara mandiri yang bahagia. Tidak bergantung kepada hal yang sangat besar. Karena jika yang besar ini dihancurkan, runtuhlah sebagian kehidupan rakyat negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun