Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Big Picture" untuk Jokowi: Waspadai "Proxy War" Keuangan Negara

28 Desember 2016   16:18 Diperbarui: 28 Desember 2016   20:14 20775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stabilitas Harga Sembako 

Masih ada yang harus dicermati bahwa kebijakan menstabilkan harga pokok, membuat biaya hidup murah pada harga kebutuhan rakyat adalah kebijakan yang menurut saya bisa dievaluasi. Tanpa disadari kita telah disubsidi oleh petani. Harga murah pada hasil pertanian adalah sama saja membuat generasi muda tidak berminat bekerja di lahan pertanian sehingga desa-desa mulai menjadi desa industri. Maka dalam jangka yang sangat panjang, akan sedikit orang yang bekerja di lahan pangan. Tidakkah kita becermin bahwa di negara maju, biaya hidup lebih mahal? 

Bukan penekanan pada harga jualnya, tetapi subsidi kepada petaninya. Ada keadilan, bukan pengisapan. Menguatkan Marhaen dan bukan mengisap marhaen dan akhirnya membunuh marhaen. Bisa diramalkan bahwa negeri ini akan tergantung kepada impor pangan karena tidak mampu menghasilkan petani-petani baru atas nama mengejar negara industri yang akhirnya digunakan sebagai negara produksi barang dengan merek lain, dan kita juga yang harus membayar royaltinya untuk menjual produknya di Indonesia. 

Penggunaan Dana APBN untuk Penyertaan Modal Negara pada BUMN 

Kapitalisme yang menurun melahirkan paham monopoli dan fascistische dictatuur (Bung Karno, 1940). Sedang BK menjelaskan secara imaginer bahwa negara yang besar cenderung menjajah negara yang kecil, membesarkan pengusaha menjadi besar di sebuah negeri hanya akan melahirkan kapitalis baru, yang akan melahirkan penjajah ekonomi dan monopoli terhadap saudara sebangsa sendiri, hanya mereka yang besar, dan tidak membuat kehidupan rakyat lebih baik. Hal ini akan sangat berbeda jika kebijakan pemberian modal sebesar itu diberikan secara merata kepada rakyat-rakyat di seluruh Indonesia, maka tidak akan lahir pengusaha instan tetapi akan mencapai pertumbuhan ekonomi disertai dengan pemerataan. Sedang fasilitas kepada pengusaha besar sama-sama mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi rapuh secara pondasi sebuah negara, karena perekonomian ditopang oleh segelintir orang. 

Data terakhir perekonomian Indonesia ditopang oleh 1% pengusaha. Mendominasi negara ini akan semakin mudah. Kuasai yang 1%, maka engkau menguasai negara ini, atau setengahnya saja. Atau hancurkan setengah persennya, dan hancurlah negara ini. Lagi-lagi perlunya pemberdayaan seluruh rakyat Indonesia. Biarkan rakyat yang membeli pemimpin Indonesia dan jangan biarkan pengusaha membeli pemimpin karena hasilnya akan sangat-sangat berbeda antara pemimpin yang dibeli rakyat dan pemimpin yang dibeli pengusaha pada saat mereka mulai menjalankan kekuasaan. 

Penerimaan Pajak 

Memahami bahwa selama tahun terakhir ini penerimaan pajak tidak pernah mencapai target, padahal pembiayaan negara hampir 80% dari pajak. Bukan saatnya lagi bicara pajak korup, pajak tidak kredibel ataupun orang pajak ke mana saja. Ada datanya, ada uangnya, perhitungan makro sudah jelas tetapi tidak bisa mencapai target realisasi penerimaan pajak. Secara fakta, kita harus mengakui bahwa kegagalan mencapai target bukan berarti melupakan pencapaian penerimaan pajak yang digunakan untuk membiayai negara ini. Kegagalan pencapaian target atas kerja kerasnya dalam membuat keberlangsungan kehidupan negara ini adalah bukan alasan untuk menghukum mereka yang sudah bekerja ekstra untuk Tax Amnesty dan Reinventing Policy di luar tugas rutin dalam menggali potensi pajak. Tidak terdengar di media keluh kesah pegawai pajak? Mana yang lebih layak penghargaan atas 80% pencapaian penerimaan atau hukuman atas 20% atas kegagalan pencapaian penerimaan?

Sudah saatnya kita mengubah sudut pandang pemikiran tentang institusi pajak karena reformasi pajak yang sudah berjalan dari tahun 2001 dengan usulan menjadi sebuah badan tersendiri, usulan ini sudah masuk ke Menpan dari zaman Ibu Megawati Soekarnoputri. Semua rekomendasi dari konsultan dari luar negeri mengatakan bahwa Ditjen Pajak harus menjadi badan atau lembaga sendiri untuk memperkuatnya, tetapi membutuhkan waktu. Rumor klasik yang sudah sering terdengar dari zaman dahulu, "silakan pajak menjadi badan, tetapi jangan di zaman saya", adalah sebuah dagelan yang sering kita dengarkan. Dan dengan adanya tim yang akan mereformasi Ditjen Pajak adalah lagu lama yang terulang kembali. Always start never finish. Keberhasilan penerimaan pajak adalah berbanding lurus dengan kewenangan yang dimilikinya. 

Dalam sebuah diskusi dengan pengusaha, mereka tidak ada masalah dengan pajak sepanjang itu diberlakukan adil dan merata, equal treatment. Sedang dari data OECD diketahui bahwa kewenangan Ditjen Pajak masih harus lagi dilengkapi dengan data keuangan orang pribadi jika tidak menyangkut data secara keseluruhan transaksi bank. Pelemahan sumber pendapatan keuangan negara tanpa disadari telah melemahkan kehidupan bangsa ini, yang lagi-lagi menyangkut bagaimana kemampuan negara dalam melaksanakan kehidupan bernegaranya, terutama pertahanan dan keamanan.

Mengandalkan Utang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun