Tadinya kupikir batas kiri dan kanan itu adalah sebuah batas yang hadir dengan sendirinya, alamiah. Perbedaan karakter karena batas alamiah spiritual. Batas alamiah bathin antara sisi barat dan timur negeri nusantara. Batas yang membedakan jenis-jenis binatang yang tinggal di dalamnya, batas yang membuat banyak perbedaan, mulai dari karakter manusia, jenis binatang yang hidup di setiap willayah barat dan timur, keadaan iklim, bahkan warna kulit penghuninya. Tetapi kali ini akhirnya aku harus mengakui bahwa semua itu tidaklah alami. Batas yang membuat mahluk-mahluk penghuni alam bathin juga berbeda jenis dan karakter ini adalah batas yang memang sengaja dibuat, bahkan, jika diperhatikan lebih jeli,batas besar memang barat dan timur, tetapi di bawahnya akan terlihat batas-batas lain yang semakin jelas.
Melihat ke belakang bagaimana sejarahnya batas itu dibuat oleh mereka penguasa-penguasa di wilayah masing-masing nusantara. Mereka yang berkuasa dan tidak ingin diganggu, mereka yang sewenang-wenang di wilayahnya. Menutup diri dan wilayahnya, membuat suasana menjadi tidak kondusif untuk memulai melakukan kegiatan ekonomi dan akhirnya orang sungkan datang ke sana. Di bagian timur kemiskinan diciptakan, kejahatan dibiarkan, kebodohan dipelihara sebagai bagian dari cara untuk mempertahankan existensi diri, akan kekuasaan dan jabatan, akan kekayaan dan kejayaan diri sendiri semata. Hanya keluarga dan kelompoknya, bukan untuk dibagi, tapi hanya untuk segelintir orang.
Oh negeri kathulistiwa nan menawan. Kenapa nasibmu sungguh menyedihkan? Dikuasai segelintir orang yang tidak punya hati, gelap nurani, buta perasaan manusiawi.
Semua ini bisa dilihat siapakah mereka yang paling kaya dan berkuasa saat ini. Jika dilihat oleh kaum paling bawah mereka adalah orang yang paling baik hati karena hanya mereka yang membagi, hanya mereka yang mau membantu dengan uang yang jumlahnya banyak menurut orang lain. Padahal jika dilihat sesungguhnya itu hanya sebagian sangat kecil dari yang mereka miliki, recehan pengambil hati, topeng dari serakahnya mereka.
Kalau mereka tidak serakah, tentu Indonesia timur tidaklah seperti hari ini. Kalau mereka mempunyai hati tentu bukan recehan yang dibagikan. Menyedihkan. Jika mereka para penguasa tidak egois maka negeri ini tidaklah akan sekelam seperti saat ini. Tetapi memang semua ini tidaklah bisa disalahkan, karena memang keadaan jagad bathin negeri ini memang begitu keadaannya,. Merubah negeri dari sisi lahiriah tanpa merubah dari sisi bathinnya, sama saja sia-sia, karena sejatinya jagad bathin adalah sebuah jalinan erat dengan jagad lahiriah, dua bagian menjad isatu yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Merubah satu sisitanpa merubah sisi lainnya, maka kita sama saja melakukan perbuatan yang tidak ada gunanya.
Keserakahan lahir dari nafsu yang tak pernah ada ukuran besarnya, tanpa batas kiri kanan,tanpa batas atas bawah. Keserakahan itu melahirkan keinginan tanpa batas puas, keinginan yang dipenuhi dengan apapun yang ada, bahkan jika jagad ini diberikan seluruhnya, maka keserakahan akan menginginkan jagad yang lainnya. Keserakahan berujung kepada kekejaman yang mematikan nurani.
Begitu mudahnya kita bisa melihat keserakahan, seorang yang serakah pasti akan suka menumpuk semua kekayaannya, dan tanpa malut erlihat oleh orang di sekitarnya yang miskin. Berjalan dengan baju mewah tanpa sadar banyak yang memakai baju bolong di sekelilingnya. Makan enak dan banyak,tanpa risi bahwa banyak orang yang tidak makan. Bahkan tidur nyenyak di istana,tanpa mau peduli bahwa banyak orang yang kepanasan dan kehujanan disekelilingnya. Orang yang kejam adalah mereka yang hanya membagikan recehannya kepada mereka yang sangat membutuhkan, hanya sekedar cukup untuk makan. Mereka tidak pernah berpikir bagaimana memberdayakan, membudidayakan. Sempit sangat sempit, karena yang ada di kepalanya hanyalah dirinya sendiri.
Dari gambaran itu, sekarang kita bisa melihat dengan mata kita, betapa negeri ini hanya dikuasai oleh segelintir orang yang benar-benar tamak dan serakah. Oleh mereka yang benar-benar gragas penuh dengan angkara murka.
“Jadi menurutmu, apalagi yang mau diharapkan ke depannyaa, apa yang bisa diharapkan untuk sebuah kebaikan, kecuali mereka harus dihancurkan. Mereka masih dan akan terus berkuasa dan negeri kita pasti akan semakin menyedihkan, rakyatnya semakin menderita dan kehancuran negeri ini semakin di depan mata. Jadi pilihannya dihancurkan agar mereka juga sekalian hancur. Sama-sama hancur, dan jangan ada yang disisakan, mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh”.
"Jadi apa yang harus ku lakukan?"
“Tariklah mereka dengan magnet kekuasaan ke sisi barat, maka mereka akan bergerak ke sisi barat. Berikanlah roh kesombongan pada masing-masing bagian. Kesombongan akan membuat orang pingin terlihat dan akan dilihat, berikutnya siramlah dengan roh iri dan dengki. Maka kesombongan akan berlawanan dengan iri dan dengki, keserakahan akan berlawanan dengan kekuasaan. Keserakahan akan selalu melihat hal yang lebih bagus dan lebih megah dari dirinya. Selanjutnya akan ada ruang terbuka mengarah ke sisi timur dan sisi barat yang sudah sesak dengan sendirinya mengisi ruang-ruang kosong di sisi timur, bagaikan hukum bejana berhubungan.”
“Sudah biasa terjadi, jika mereka yang serakah bertemu dengan yang serakah, maka mereka akan berebut semua hal yang bisa diperebutkan. Kekuasaan, kekayaan,keuangan, dan semua yang ada. Biarkan mereka berebut dan jangan diredakan, jika perlu kuatkanlah, karena mereka yang kuat hanya akan dikalahkan oleh yang sama-sama kuat. Sedang kamu harus melihat dirimu, menyadari bahwa kamu jelas bukanlah bandingannya. Pasti kamu memahami bahwa semua proses ini akan memakan korban. Ketika perlawanan itu terjadi kamu akan memahami bahwa setiap hal di jagad bathin akan selalu menimbulkan akibat di dunia nyata, dua dunia yang berkaitan langsung satu dengan lainnya, di mana hanya sedikit orang yang bisa melihatnya.”
“Kamu bisa melihat betapa serakahnya mereka yang jumlahnya bisa dihitung jari, telah membagi negeri ini menjadi beberapa bagian saja, dan seperti yang kau lihat bahwa mereka akan tega menjual wilayahnya untuk negeri lain, berbagi dengan mereka hanya untuk memenuhi perutnya sendiri. Apakah engkau bisa melihat bahwa negara-negara yang dibagi saat ini sudah kemecher dan ngiler untuk menguasai pecahan-pecahan negeri ini, berharap gulo klopo akan pecah dan tak utuh lagi, sehingga negeri ini dan seluruh kekayaannya akan menjadi jarahan.”
“Memang orang serakah itu terbutakan matanya oleh segala harta dan kekayaan, kenikmatan dan kesenangan, kekuasaan dan kejayaan semu. Sehingga mereka tidak waspada dan tidak jeli dengan segala jebakan dan perangkap, dengan permainan para penjahat-penjahat antar negeri. Atau bisa jadi saking gatelnya dengan kekuasaan, mereka akan melakukan apa saja agar menjadi raja sehari dinegerinya, jika perlu mereka akan memecahkan negeri ini untuk melanggengkan kekuasaannya. Memang uthek cupet dan buntet. Otak sempit dan culas, licik dan jahat, otak yang lahir dari keserakahan tanpa batas. Angkara murka tanpa batas,sudah gelap matanya.”
“Negara ini membutuhkan orang yang sungguh-sungguh mencintai negerinya dengan segenap hatinya. Sayangnya yang ada saat ini adalah mereka yang hanya cinta dirinya sendiri, mereka yang sudah mati dan tidak punya nurani. Dan kamu hanya punya satu hati untuk negeri, hanya itu. Tanpa kekuasaan, tanpa harta. Memahami bagaimana langkahmu yang kesrimpet-srimpet tidak karu-karuan, benar-benar hanya mengandalkan kemampuan bathinmu, tanpa kemampuan lahiriah. Beruntung negeri ini punya dirimu yang mau mengerti dan mengalahkan kesenangan diri untuk melakukan semua ini dengan cinta yang sesungguhnya kepada negeri, walaupun semua memahami, bahwa kamu melakukan revolusi bathin ini adalah sebuah keterpaksaan dan bukan karena pilihan hatimu.”
“Melihat negeri ini dari mata bathin memang sangat menyedihkan, dari ujung barat sampai ke ujung timur telah menjadi bumi jajahan bathin negeri-negeri kurang ajar yang sebenarnya memahami dengan sungguh-sungguh, bahwa kekuatan bathin adalah sebagian besar dari ujung kekuatan negeri, bahwa kekuatan bathin. Dan mereka justru mematikannya untuk negeri ini, membodohi bangsa ini, dan akhirnya menginjak-injak tak tersisa, tak berdaya lagi, tanpa kekuatan.”
“Apakah memang kita harus menutup mata untuk semua yang terjadi, segala kehancuran, segala kekisruhan yang selalu menyertai dari semua tahapan bathin yang harus dilalui. Bukankah ini akan menimbulkan penderitaan bagi mereka yang sebenarnya tidak tahu dan malah justru mungkin tidak terlibat apapun. Mereka yang baik dan mereka yang masih punya nurani?”
“Perjalanan perubahan pasti akan menuntut korban, apapun itu. Untuk meraih sesuatu pasti membutuhkan pengorbanan. Kembali kepada nasib, jatah dan takdir, kembali kepada putaran waktu dan garis kehidupan. Apapun itu, akan terjadi dan hanya bisa terjadi jika Yang Maha Kuasa menghendakinya. Yang ada adalah siap menghadapi segala sesuatunya, suka dan duka, baik dan buruk, berat dan ringan,panas dan dingin. Semua harus dihadapi dan bukan memilih.”
“Lihatlah anakku, langit selalugelap untuk negeri ini, kamu lihat bahwa mereka asyik menghisap darah anak negeri, dan anak negeri tidak bisa berbuat apa-apa atas yang terjadi kepada mereka. Apakah kamu tega melihat semua ini? Melihat penderitaan saudara-saudara sebangsamu, yang dijajah tanpa mereka sadari kenapa semua ini terjadi, yang serakah pun juga tidak tahu kenapa mereka tidak sadar bahwa mereka sangat serakah dan sangat kejam. Anakku, kamu sangat paham kenapa semua ini terjadi,dan kamu juga akan tahu apa yang harus kamu lakukan. Walaupun semua sesepuh negeri ini juga sangat, sangat memahami bagaimana sulitnya situasi dan hidup yang kamu hadapi sehari-hari.”
Memandang berkeliling, negeri ini benar-benar jenes, karena dilingkupi air kehitam-hitaman bau seperti air comberan yang sudah berbulan-bulan menggenang. Bau busuk, bau amis, kotor, dan semua kata-kata tidak mampu melukiskannya. Mahluk yang besar itu tak henti-hentinya mengeluarkan kotoran dan air kencing yang tak henti-hentinya. Bahkan dari pori-pori di seluruh bagian tubuhnya pun tak pernah berhenti mengeluarkan semua kotorannya, saking kotornya tubuhnya baik dari dalam maupun dari luar. Memang, demikianlah gambaran negeri ini. Dengan segala keterbatasanini aku tahu bahwa untuk menjadi kuat dan besar seperti mereka jelaslah tidak mungkin, untuk menjadi lawan tanding yang seimbang jelaslah sesuatu yang mustahil bisa terjadi.
Maka pilihannya haruslah menjadi sangat-sangat jeli,cerdas dan cerdik agar bisa memahami titik kekuatan dan kelemahan lawan,bagaikan Eisntein, bagaikan kancil dan buaya, atau bagaikan semut dengan gajah. Menempatkan diri, memulai untuk sesuatu hanya diawali dari niat baik. Sungguh tidak mudah dan sangat tidak mudah, apalagi tidak boleh berharap sedikitpun sebuah imbalan, bahkan yang dituntut adalah pengorbanan dan perjuangan melawan diri sendiri. Karena musuh terberat dari semua perjalanan ini adalah keinginan dari diri sendiri untuk enak dan kepenak.
“Perjalanan panjang penuh dengan lika liku, jika kamu ikuti dan pahami, maka perjalanan itu akan memberikanmu kesempatan untuk belajar banyak hal. Akan banyak memberikanmu hikmah dan pelajaran yang tidakakan kau dapatkan jika kamu hanya diam saja. Bergerak dan hidup, maju dan kamu akan tahu, sehingga kamu akan bisa dan mungkin saja kamu bisa menang. Bukanhanya menang melawan mereka, tapi kamu juga akan menang melawan dirimu sendiri.”
“Akhirnya kamu harus tahu, bahwa segala sesuatu itu tidak harus dihadapi langsung, tetapi bisa dibenturkan, bisamembenturkan. Kamu hanya menjadi dalang tanpa harus menjadi lakon, hanya menjadi penonton tanpa harus menjadi pemain. Memerlukan kejelian dan kewaspadaan, dimana kamu harus memposisikan diri. Memposisikan diri dan memposisikan orang lain, diposisikan dan terposisikan. Memilih apa yang harus dilakukan dengan tepat untuk mengatasi semua ini. Perjalanan akan sangat panjang, akan sangat melelahkan tanpa jeda. Selalu diiringi dengan segala kejadian yang akan menyesakkan dada. Yang diperlukan adalah kekuatan hatimu, keteguhan jiwamu yang lahir dari jiwa penuh keyakinan dan penuh kepasrahan diiringi dengan keiklasan kepada Yang Maha Kuasa. Anakku, berjalanlah. Lihatlah, batas-batas negeri ini begitu jelas, sejelas kamu melihat darimana semua kekisruhan ini dimulai. Hanya kamu yang bisa melakukannya..”
“Hahahahahaha, kamu memang julikdan licik!!!” Tanpa kusangka-sangka Ki Juru kembali dan membalikkan badannya, setelah kupikir semuanya sepi. Akumemanggil teman-teman yang masih punya nurani dan mau membantuku. Sungguh diluar dugaanku, bahwa semula yang kupikir sudah senyap, ternyata Ki Juru hanya mengujiku.
Dan segera kembali, karena dengan diamku Ki Juru menduga aku menyimpan sesuatu, dan seperti dugaannya Ki Juru tidak salah. Baru saja kupanggil mereka dari penjuru negeri yang masih bersembunyi, yang masih hidup dan mau membuat negeri ini lebih baik, Mereka yang punya nurani, yang mempunyai warna yang berbeda. Bahwa dunia bathin memang penuh warna dan penghuni, dan kita bisa memilih dengan siapa kita akan bersahabat, tanpa harus menyembahnya. Mereka adalah teman yang bisa setia dan seiring sejalan dengan perjalanan kita, tanpa kita harus memujanya. Teman adalah teman, dalam suka dan duka.
“Hahahahaa, bocah pinter. Aku mengerti dan aku merestui, langkahmu akan semakin kuat dengan segala yang kaumiliki. Hohoho, mereka adalah kekuatan negeri ini, dan kamu telah bersama mereka. Masih panjang perjalanan anakku. Hmm teman-temanmu sangat lucu,berwarna-warni, putih, kuning, biru, merah, hijau muda. Naga dengan berbagai macam jenisnya, macan, dan segala burung ada di sini. Oh itu kuda hitam,penjaga jalan raya kota ini. Dan kamu bisa bersama mereka, atau juga mahluk air itu datang juga. Ikan dengan siripnya yang bisa mengepak bagaikan burung, sesekali terbang ke angkasa air untuk menyambar para ular berkepala banyak yang melintas di atas samudra. Ular-ular dengan seribu wajahnya yang membuat tidak mudah dijamah, karena selalu punya alasan untuk bisa bersembunyi.”
“Mandhap dan menep ing rosomembuat kamu bisa mengerti bahasa-bahasa kalbu, dengan bertahan melek pada saat malam hari, kamu akhirnya bisa melihat yang tidak bisa terlihat. Menyatukan dengan alam, tanpa batas dan tanpa jarak, membuat kamu bisa mengerti bagaimana seluruh kekuatan hidup ini berasal, dari tanah, air, api dan udara. Dan kamu bisa memadukannya dengan bagus, walaupun sangat jauh dari sempurna. Sudahlah anakku,teruskanlah. Kami serahkan negeri ini kepadamu. Kali ini aku benar-benar pergi.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H