“Akhirnya kamu harus tahu, bahwa segala sesuatu itu tidak harus dihadapi langsung, tetapi bisa dibenturkan, bisamembenturkan. Kamu hanya menjadi dalang tanpa harus menjadi lakon, hanya menjadi penonton tanpa harus menjadi pemain. Memerlukan kejelian dan kewaspadaan, dimana kamu harus memposisikan diri. Memposisikan diri dan memposisikan orang lain, diposisikan dan terposisikan. Memilih apa yang harus dilakukan dengan tepat untuk mengatasi semua ini. Perjalanan akan sangat panjang, akan sangat melelahkan tanpa jeda. Selalu diiringi dengan segala kejadian yang akan menyesakkan dada. Yang diperlukan adalah kekuatan hatimu, keteguhan jiwamu yang lahir dari jiwa penuh keyakinan dan penuh kepasrahan diiringi dengan keiklasan kepada Yang Maha Kuasa. Anakku, berjalanlah. Lihatlah, batas-batas negeri ini begitu jelas, sejelas kamu melihat darimana semua kekisruhan ini dimulai. Hanya kamu yang bisa melakukannya..”
“Hahahahahaha, kamu memang julikdan licik!!!” Tanpa kusangka-sangka Ki Juru kembali dan membalikkan badannya, setelah kupikir semuanya sepi. Akumemanggil teman-teman yang masih punya nurani dan mau membantuku. Sungguh diluar dugaanku, bahwa semula yang kupikir sudah senyap, ternyata Ki Juru hanya mengujiku.
Dan segera kembali, karena dengan diamku Ki Juru menduga aku menyimpan sesuatu, dan seperti dugaannya Ki Juru tidak salah. Baru saja kupanggil mereka dari penjuru negeri yang masih bersembunyi, yang masih hidup dan mau membuat negeri ini lebih baik, Mereka yang punya nurani, yang mempunyai warna yang berbeda. Bahwa dunia bathin memang penuh warna dan penghuni, dan kita bisa memilih dengan siapa kita akan bersahabat, tanpa harus menyembahnya. Mereka adalah teman yang bisa setia dan seiring sejalan dengan perjalanan kita, tanpa kita harus memujanya. Teman adalah teman, dalam suka dan duka.
“Hahahahaa, bocah pinter. Aku mengerti dan aku merestui, langkahmu akan semakin kuat dengan segala yang kaumiliki. Hohoho, mereka adalah kekuatan negeri ini, dan kamu telah bersama mereka. Masih panjang perjalanan anakku. Hmm teman-temanmu sangat lucu,berwarna-warni, putih, kuning, biru, merah, hijau muda. Naga dengan berbagai macam jenisnya, macan, dan segala burung ada di sini. Oh itu kuda hitam,penjaga jalan raya kota ini. Dan kamu bisa bersama mereka, atau juga mahluk air itu datang juga. Ikan dengan siripnya yang bisa mengepak bagaikan burung, sesekali terbang ke angkasa air untuk menyambar para ular berkepala banyak yang melintas di atas samudra. Ular-ular dengan seribu wajahnya yang membuat tidak mudah dijamah, karena selalu punya alasan untuk bisa bersembunyi.”
“Mandhap dan menep ing rosomembuat kamu bisa mengerti bahasa-bahasa kalbu, dengan bertahan melek pada saat malam hari, kamu akhirnya bisa melihat yang tidak bisa terlihat. Menyatukan dengan alam, tanpa batas dan tanpa jarak, membuat kamu bisa mengerti bagaimana seluruh kekuatan hidup ini berasal, dari tanah, air, api dan udara. Dan kamu bisa memadukannya dengan bagus, walaupun sangat jauh dari sempurna. Sudahlah anakku,teruskanlah. Kami serahkan negeri ini kepadamu. Kali ini aku benar-benar pergi.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H