Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Perjalanan Bathin Perubahan Spiritual Negeri Etape Kedua

4 Oktober 2016   17:27 Diperbarui: 4 Oktober 2016   21:00 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Jika kami bertanya kepadamu anakku, "Seberapa besarkah cintamu pada tanah airmu?" Sesepuh bertanya diwakili oleh Panembahan Senopati, tetapi semua wajah menatap kepadaku dengan pandangan minta kepastian.

 "Kenapa masih ditanyakan lagi ?"Aku kembali menatap mereka heran. "Bukankah itu adalah senandung lama yang sudah pernah dinyanyikan, dan tidak perlu lagi dibicarakan."

 "Kami hanya menginginkan kepastian bahwa apa yang kamu rasakan untuk negeri ini belum berubah setelah sekian lama perjalanan. Setelah adanya beberapa kejadian besar terjadi pada dirimu, kami berharap tidak ada yang berubah."

 "Tidak ada lagi yang perlu diragukan mengenai rasa cinta negeri  yang sudah terlanjur membara bagaikan api yangtidak mungkin lagi bisa dipadamkan. Tidak mungkin juga mengurangi sedikitpun rasa cinta dan pengabdian negeri yang sudah tercurah bagaikan air bah, dengan segala proses kehidupan yang sudah tumpah ruah lengkap dengan suka duka dan airmata yang hampir selalu menghiasi setiap perjalanan ini."

"Kejadian demi kejadian saya sikapi sebagai alur sebuah cerita yang memang harus terjadi. Menjadi warna, bagus dijadikan hiasan, hitam dijadikan catatan, jelek dijadikan peringatan untuk selalu berbenah. Bukankah menyikapi seluruh peristiwa dengan mengambil maknanya adalah sebuah pelajaran kehidupan yang tak pernah ada akhirnya".

Sesepuh manggut-manggut. Khi Juru membenahi duduknya, merapikan sarungnya yang melebar ke samping, mengenai Panembahan Senopati. "Jadi kamu sudah lebih siap untuk peristiwa-peristiwa yang akan datang, peristiwa yang akan terjadi yang mungkin lebih menghujam hatimu, lebih mengerikan dan nggegirisi  dari segala kejadian-kejadian yang pernah kau alami?" Ki Juru mewakili teman-teman sesepuh lainnya, masih ingin meyakinkan niatku untuk negeri ini.

 "Jangan tanya perasaanku, Khi. Bukankah semua kejadian ini akhirnya mampu meredam seluruh emosi di dalam diri. Bukankah sesepuh menginginkan aku menghadapi semua ini dengan rasa yang sama, biasa-biasa saja. Menganggap seluruh perjalanan adalah bagian dari takdir, jatah dan garis kehidupan yang tidak bisa dihindari lagi. Bukankah kita hanya wayang yang sudah tidak bisa memilih lakon dan jalan kehidupan untuk diri kitasendiri?"

 "Perubahan yang sudah dimulai masih akan berlanjut, anakku. Kamu memahami bahwa setiap perubahan akan diiringi dengan bencana dan korban, apakah kamu sudah siap?" Panembahan Senopati seperti masih tidak yakin dengan kesiapanku untuk melangkah bathin bagi negeri ini. Panembahan ikut maju lagi, tidak sabar untuk menegaskan kembali niatku dijalan perubahan negeri.

 "Seandainya memang harus begitu, apakah aku boleh memilih? Tidak ada pilihan buatku dari awal perjalanan ini selain menjalani semua tugas ini. Jika para sesepuh bertanya, bukankah itu hanya sebuah bentuk pemberitahuan dan mengingatkan kembali bahwa perjalanan harus tetap dilanjutkan, tanpa pertanyaan, apapun yang terjadi aku harus siap. Bukankah maksudnya seperti itu?"

Tampak perubahan warna dan ekspresi diwajah para sesepuh, yang semula tersirat  penuh pertanyaan, sekarang menjadi kembali datar, seakan memberi jawaban bahwa apa yang kusampaikan benar adanya. Tidak ada pilihan untuk semua perjalanan ini, tidak ada lagi yang harus dipertanyakan. Semua harus terus dijalani dengan segala resikonya.

Aku memandang jagad bathin negeri ini, ke segala penjuru. perubahan itu tidak mudah, karena pelaku yang diharapkan menjadi ujung tombak perubahan negeri telah berubah arah. Semua ini bisa dipahami, ketika mereka penghancur negeri telah  mendapatkan tempat kedudukannya kembali jangan berharap ada perubahan yang berarti. Maka situasi politik di tanah air ini harus juga dirubah dengan perputaran cakra manggilingan yang lainnya lagi.

Menyedihkan memang, semakin ke sini semakin bisa dipahami, bahwa negeri ini yang semula kuat dan terjaga karena nilai-nilai spiritual yang diyakini penghuninya telah dihancurkan sendiri atas nama logika ilmiah dan modernisasi. Akhirnya benteng penjaga negeri kasat mata yang demikian kokohnya hancur satu demi satu. Hal lain yang negeri ini kurang memahami bahwa di bagian negeri yang lain, ada bagian yang memang benar-benar memperdalam spiritualitas dengan berlindung di belakang garis keturunan suku dan sekte. 

Dimana di belahan negeri  itu spiritualitas dalam bentuk energi yang tidak bisa dilihat mata  menjadi kekuatan utama untuk menguasai bangsa lain. Menjajah dalam bentuk penjajahan ekonomi dan mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara lain tanpa disadarinya. Kekuatan spiritual negeri, dimana mereka bisa mengatur sesuka hatinya. Menguasai, menghancurkan, melemahkan tanpa mereka sadari.

Di negeri lain itu spiritual tumbuh dengan sangat subur tanpa disadari oleh negara-negara yang berada di dalam pengaruhnya. Semua dijaga dan dimurnikan atas nama keturunan sebuah bangsa besar, keturunan Para Dewa. Jika diruntut kembali maka julukan Para Dewa diberikan kepada mereka yang memang menguasai sebuah kekuatan yang tidak dimiliki manusia, kekuatan Dewa bukan kekuatan manusia, kekuatan yang menguatkan atau menghancurkan, yang memenangkan atau mengalahkan.

Sebagian permasalahan bathin negeri sudah mulai terlihat, pelan tapi pasti. Kejadian demi kejadian semakin bisa dijelaskan dengan akal sehat, semakin bisa dipahami kenapa dan mengapa semua ini terjadi, dan dari mana semua ini harus dibenahi.

Peperangan demi peperangan sudah tidak bisa dihindari, bentrokan demi bentrokan semakin sering terjadi. Akhirnya bencana demi bencana semakin tidak bisa dihindari. Hal yang membuat semuanya semakin tidak mudah adalah negara yang selalu haus kekuasaan sebagai penanam kehancuran negeri ini  sudah mulai menyadari bahwa ada kekuatan lain yang mampu melawan mereka, bahwa kekuatan bathin mereka sudah mulai terancam. Dan mereka secara massive mulai melakukan perlawanan.

Dari semua hal yang paling sulit adalah berperang melawan saudara di negeri sendiri. Ketika mereka tidak menyadari bahwa semua kehancuran ini adalah sebuah tatanan yang memang disengaja, tatanan yang diproses secara bathin oleh negara lain, saudara kita sendiri juga ikut melakukan perlawanan. Tidak ringan tetapi semua harus dihadapi. Demi menyelamatkan negeri ini, menyelamatkan keberadaannya. Jantung bumi ini, dimana asal muasal kehidupan berada. Negeri yang penuh dengan muatan sejarah, hingga suatu saat nanti akan terbukti bahwa negeri ini adalah asal muasal denyut kehidupan di bumi.

"Jadi kamu sudah siap, Nduk?" KiJurru bertanya lagi.

"Sudah, Ki. Mohon doa restunya."

"Mungkin sudah saatnya engkau mendapatkan tempat yang layak agar bisa melakukan semua tugas ini dengan lebih baik. Terlalu banyak peran yang harus kamu lakukan, yang harus kamu jalani.Tetapi persembunyianmu sungguh amat jauh dari jangkauan manusia biasa. Orang tidak bisa melihat kamu, apalagi mengerti apa yang kau lakukan. tapi semua bisa terjadi jika Sang Waktu menginginkan dan mengijinkannya. Kami sesepuh sudah mulai melihat bahwa kamu memang layak untuk dipindahkan."

"Sudahlah, Ki. Yang terbaik adalah untuk anak-anak saya dan diri saya, semua sudah cukup untuk saya, tapi harus cukup banyak dan jangan lupa banyak juga lebihnya." Aku mengatakan dengan senyum sambil mengedipkan mata kepada Ki Juru.

Semua sesepuh sejenak terhenyak dan langsung melihat kepadaku, berbarengan mereka tersenyum. Mereka mengerti bahwa aku mulai isenk dan suka-suka sendiri, tapi aku tetap bersedia menjalani semua ini.

Kali ini Ki Juru tidak membalas keisenganku, terlalu banyak hal yang harus dihadapi ke depan. Putaran perubahan, membalikkan hal yang sudah ada. Menyiapkan kekuatan bathin untuk melakukannya, juga menguatkan hati untuk melihat segala kemungkinan. Belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya, jika negeri ini sedang berbenah maka negara lain akan mengalami bencana yang lebih besar dari kejadian yang terjadi di negeri ini. Hal ini bisa dipahami karena di sinilah jantung bumi, jika jantungnya mengalami gangguan, maka seluruh bagian bumi juga akan terganggu. Memang menyesakkan, tetapi ini lebih baik, karena tidak ada kekawatiran akan ada yang mengganggu negeri ini saat kita semua sedang berbenah dan tertimpa bencana.

Etape kedua proses negeri sedang berjalan.Dan aku bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

Aku mendekat kepada Khi Juru dan berbisik,"Jadi kejadian jatuh dalam godaan kemaren itu, memang ujian atau hiburan tho, Ki?" Aku bertanya nakal kepada Ki Juru.

"Hush, bocah edan. Kuwi ujian, kalau kamu tidak jatuh, semua akan berjalan lebih bagus dari hari ini. Kalau kamu tetap jatuh dan rasanya menyenangkan, anggap saja itu hukuman yang menyenangkan. Nikmati selagi masih bisa dinikmati!"  Hohohohoho.....kami berdua tertawa tergelak-gelak. Kerasnya memecah kesunyian Paseban Agung yang selalu sunyi, menyejukkan dan membahagiakan. Sesepuh langsung mengalihkan pandangan kepada kami, dan membuat semakin keras kami tertawa. Ki Juru merangkul pundakku tanpa berusaha menjelaskan kepada sesepuh lainnya apa yang baru saja kutanyakan. Beruntung mereka memahami bahwa kami memang selalu mempunyai sudut pandang yang sangat berbeda dari lainnya, kami selalu punya hal-hal lucu dalam setiap kejadian. Kadang-kadang menyesakkan tapi kami masih bisa menganggap itu adalah hal yang lucu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun