"Kenapa saya harus pakai jarik dan stagen"
"Begitulah kodratnya wanita. Keanggunan, kecantikan, kelembutan, keluwesan dan tentu saja menjadi Sang Ibu bagi semuanya"
"Kalau saya tetap memakai celana panjang dan daster, apa tidak bisa menjadi wanita?"
"Pada dasarnya seseorang telah dilahirkan menjadi pria dan wanita adalah sebuah takdir kehidupan. Tetapi jiwa seorang wanita tidak bisa begitu saja hadir mengikuti kodratnya. Apalagi jika wanita ini tidak pernah ditata, maka jiwanya bisa tidak sesuai dengan kodrat yang seharusnya. Maka diperlukan pembelajaran bagi para perawan untuk ditata menjadi wanita sesuai dengan hakekat yang sesungguhnya. Jarik dan stagen hanyalah piranti. Jarik membuat kita hanya bisa bergerak dengan lembut dan halu. Jangkauan gerakkanya terbatas. Stagen adalah piranti untuk membatasi makanan yang masuk dalam perut. Senantiasa ayu, lembut dan terjaga dengan sendirinya."
"Lalu bagaimana dengan Gusti saat itu. Bukankah Gusti juga melakukan olah kanuragan? Apa ya dengan jarikan bisa melakukan olah kanuragan?"
"Semua itu ada wayahe, ada waktunya. Jika mengharuskan olah kanuragan memang saya tidak memakai jarik. Tetapi memakai selendang pada batas atas dengkul. Ke bawahnya tetap celana. Semua tetap dengan model perempuan. Jika sudah selesai, maka kembalilah kita pada kodrat seorang wanita".
"Terus nanti kalau ada perang dan serangan pada waktu memakai jarik bagaimana Gusti, niat kethok", pertanyaan lugas setengah nyelelekku mulai kambuh.
Gusti Ratu tersenyum lembut, sinar matanya melihatku dengan tatapan keibuan laksana anak burung dalam sarangnya, hangat. "Nak mas ayu, itulah gunanya belajar kawruh roso pangroso, diolah ditoto, untuk digunakan. Hingga kita bisa memahami segala sesuatunya dengan jelas. Dengan pengendalian dan kejelian mata bathin, maka segala sesuatu yang akan terjadi sudah bisa diantisipasi sebelumnya. Semua sudah terbaca dan apa yang harus kita kenakanpun pasti sudah sesuai dengan apa yang akan terjadi. Di sini kegenepan dan kejangkepan memegang peranan penting. Bukan hanya asal mlaku dan laku. Tetapi mlaku dan laku dalam tatanan, maka semuanya akan berjalan sesuai dengan kodratnya".
Saya membayangkan jika saya harus memakai jarik, perasaan saya langsung sumpek dan nyesek. Kalau disuruh memilih mending seperti sekarang ini, bebas, tanpa aturan. Ribet. Dibilang wandhu yo ben, wanita setengah pria. dibilang ora ayu opo ora anggun, ya terserah yang penting merdeka. Tapi di depan saya sekarang ini berdiri sosok perempuan yang kecantikan dan keanggunannya belum tertandingi. Sinar di wajahnya begitu memukau, membuat siapapun yang berhadapan dengan Gusti Ratu seperti tersirep, kehilangan kata-kata. Terpesona.
Gusti Ratu memberikan nasehat, dan saya tidak mungkin mengatakan tidak mau di hadapannya. Wibawanya meruntuhkan akal mbalelo saya. Tidak ada pilihan kecuali berkata, “Iya akan saya coba”. Dan jawaban ini akan menimbulkan geger jagad kehidupan saya, karena Gusti Ratu pasti akan senantiasa mengingatkan jika saya tidak mengikuti nasehatnya. Waduh, ciloko.
"Wanita itu ratu dimanapun, menjadi cantik semuanya. Luar dalam, lahir batin, dalam pembawaan sehari-hari hingga terwujudkan sikap asah asih asuh."
Betul dugaan saya. Tambah banyak, tambah panjang.
"Kalau yang sudah cantik lahirnya tinggal mempercantik bathinnya, kalau cantik bathinnya tinggal memoles lahirnya. Semua berkaitan satu dengan yang lain."
"Kalau saya yang tidak cantik semuanya lahir dan bathinnya busuk ini gimana Gusti."
Aduh rasanya lidah ini pingin nyelelek lebih parah lagi. Saya disuruh mengerjakan sesuatu yang maha sulit begini, biasanya ngeles. Tapi saya tak sanggup mengeluarkan dalam kata-kata karena saya sangat menghargai Gusti Putri.
"Semua pasti bisa. Nak mas ayu kalau sudah mencoba dan melakukan, semua pasti akan berjalan dengan sendirinya. Coba dulu, nanti sambil mlaku kalau ada yang kelewat saya tata", Gusti Ratu tersenyum menutup pembicaraan dan meninggalkan aku dalam keterpanaan.
Hadeeew, pusing deh. Tobat. Duniaku jungkir walik. Bagaimana mungkin semua ini. Harus bisa, harus bisa. Daripada menjadi Nabi Yunus berada dalam perut ikan karena tidak mengikuti dhawuh. Pasti ada cara Gusti Ratu yang membuat saya harus tampil seperti yang diharapkan. Sesepuh-sesepuh ini memang aneh-aneh. Memilih kok ya saya. Kaya tidak ada yang lain saja. Salah pilih. Salah orang. Hik.