Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Hukuman dari WADA Menodai Perjuangan Heroik Tim Thomas Indonesia

19 Oktober 2021   19:43 Diperbarui: 19 Oktober 2021   20:14 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image: wada-ama.org

Keberhasilan Tim Thomas Cup Indonesia meraih gelar juara di Thomas Cup 2020 di Denmark tercederai dengan tidak diperkenankannya bendera kebangsaan kita dikibarkan saat seremonial penghormatan pemenang, menyusul hukuman yang dijatuhkan oleh badan anti doping dunia (WADA) akibat ketidakpatuhan otoritas olahraga kita menindaklanjuti formal notice yang dikirimkan oleh WADA.

Indonesia juara piala Thomas dan hukuman dari WADA adalah dua peristiwa yang berbeda, hanya saja kebetulan terjadi di saat dan di tempat yang sama. 

Namun kejadian yang terjadi ini sangat-sangat memiriskan kita, biar bagaimanapun perjuangan para pejuang Thomas Cup kita seperti ditampar di hadapan publik bulutangkis dunia, dimana hukuman yang dijatuhkan kepada kita adalah terkait dengan aturan anti doping yang merupakan musuh utama semangat sportifitas olahraga.

Hukuman yang dijatuhkan oleh WADA tidak berhenti sampai disini saja, masih akan terus berlanjut ke event-event Internasional yang melibatkan Indonesia seperti misalnya di WSBK dan MotoGP Mandalika.

Ini sesungguhnya adalah blunder fatal yang kita lakukan, tapi mirisnya ada sebagian masyarakat kita yang mencoba mengeliminirnya dengan kebanggaan atas keberhasilan meraih Piala Thomas. Ini bukan hanya soal merah putih itu berkibar di dada dan kebanggaan meraih juara Thomas Cup.

Bangga dan bersukacita atas keberhasilan Tim Thomas Cup kita itu sudah pasti, terlebih lagi keberhasilan ini menghapus puasa gelar yang telah hampir dua dekade. Tapi kita jangan lupa, kalau Indonesia menjadi juara di tahun ini, itu bukan kejutan dan bukan pula sesuatu yang aneh, justru yang aneh kalau kita tidak juara, mengingat tim kita berada pada tracknya dan tampil sebagai unggulan utama, kita bukan juara piala Davis, atau juara dunia sepakbola, atau taruhlah juara piala Uber.

Nah hukuman yang dijatuhkan oleh WADA dan mulai diberlakukan di ajang piala Thomas saat kita menjadi juara, ini justru merusak reputasi kita di mata Internasional. Ini tidak bisa disikapi biasa saja apalagi dengan membawa-bawa keberhasilan meraih Piala Thomas yang sama sekali tidak ada hubungannya.

Komitmen internasional terhadap sportifitas olahraga dalam hal ini aturan anti doping adalah prioritas bersama semua negara, dan ini yang tidak kita patuhi. Pertanyaannya ada apa? dan Kenapa.?

Konsekwensi akibat ketidak patuhan ini, tentu telah diketahui oleh otoritas olahraga kita, itu seharusnya membuat kita harus segera memberikan jawaban atas notice resmi yang dilayangkan, tenggat waktu yang diberikan sudah cukup lama (15/9-7/10), yang jadi masalah kalau memang otoritas olahraga kita "vakum" alias tidak berbuat apa-apa terhadap aturan anti doping yang ditetapkan oleh World Anti-Doping Agency (WADA) dalam Test Doping Plan 2020.

Saya sih percaya dan yakin bahwa masyarakat olahraga kita mencapai prestasinya jauh dari doping, karena selain mencederai sportifitas olahraga, penggunaan doping juga sangat berbahaya bagi atlet itu sendiri. Tapi sekali lagi pertanyaannya kok kita sampai "lalai", "cuek" dan "abai" terhadap kewajiban kita untuk memberikan jawaban atas kepatuhan kita dalam agreement anti doping.

Kebanggaan di dunia olahraga itu bagi negara dan bangsa, salah satunya adalah berkibarnya bendera negara diiringi lagu kebangsaan. Olahraga bagi negara tidak menghasilkan apa-apa secara materi, malah mengeluarkan dana yang tak kecil jumlahnya. Apa yang diharapkan negara dari dunia olahraga adalah penghargaan atas kedaulatan bangsa, disebutnya nama negara, berkibarnya bendera serta berkumandangnya lagu kebangsaan.

Hukuman yang dijatuhkan oleh Badan Anti Doping Dunia (WADA) terhadap Indonesia, tidak bisa "dihapus" dengan eforia keberhasilan meraih piala Thomas (ini dua hal yang berbeda), malah justru hukuman yang dijatuhkan ini "menodai" kebanggaan pejuang-pejuang Thomas Cup kita di mata masyarakat bulutangkis Internasional.

Doping adalah "dosa besar" dalam dunia olahraga dan semangat untuk melawannya adalah komitmen bersama secara internasional. Bagaimana atlet-atlet ternama internasional pelaku doping harus kehilangan kehormatannya karena kasus doping, gelarnya dicabut, hadiah yang diterima harus dikembalikan dan dihukum larangan tampil dalam turnamen dengan lama hukuman yang bervariasi.
Sebut saja skandal doping yang dilakukan mantan pelari Amerika Serikat, Marion Jones. 

Sosok Jones menjadi pusat perhatian setelah ia berhasil menyabet tiga medali emas pada Olimpiade Sydney 2000. Jones yang membuat pengakuan mengejutkan bahwa sebelum Olimpiade ia menggunakan steroid yang termasuk jenis doping dalam olahraga. 

Akibatnya, Marion Jones dijatuhi hukuman larangan bertanding selama dua tahun dan semua pencapaiannya dari 1 September 2000 harus dikembalikan, termasuk semua medali, poin, dan hadiah uang. 

Begitu juga dengan sprinter top Ben Jonson yang terbukti doping sehingga medali emas yang diraihnya di olimpiade 1988 termasuk rekor dunia yang dicatatnya saat itu dicabut oleh IOC.

Demikian juga skandal doping, pebalap sepeda asal Amerika Serikat, Lance Armstrong, yang harus kehilangan tujuh gelar juara Tour de France. Badan Anti-Doping Amerika Serikat (USADA) mencopot tujuh gelar Tour de France milik Armstrong (1999-2005) karena ia terbukti menggunakan doping untuk memenangi ajang balap sepeda prestisius tersebut.

Di dunia sepakbola, pada Piala Dunia 1994 maestro sepakbola dunia Diego Armando Maradona harus terusir dari arena piala dunia karena tidak lolos dari tes doping, Maradona terbukti positif mengkonsumsi efedrin, salah satu obat yang dilarang FIFA, ini tidak saja merugikan diri Maradona secara pribadi yang harus menerima skorsimg selama 15 bulan larangan tampil, tetapi juga berimbas pada negaranya, Argentina yang akhirnya tersingkir di perdelapanfinal piala dunia. Pep Guardiola, Edgar Davids, Adrian Mutu, hingga yang terakhir Andre Onana adalah sosok-sosok lapangan hijau yang tersandung skandal doping.

Di bulutangkis bahkan atlet Malaysia Lee Chong Wei terbukti melakukan doping, Lee dijatuhi larangan bertanding selama 8 bulan. Meski panel yang melakukan persidangan menilai Lee tak sengaja menggunakan obat tersebut, lebih gara-gara teledor. Sebut juga di dunia tenis, tercatat nama-nama petenis beken Maria Sharapova, Marin Cilic, Martina Hingis dan juga Andre Agassi.

Terakhir di olimpiade Tokyo, pelari asal Inggris Chijindu Ujah yang turun di nomor estafet 4x100 m putra, Sprinter putri Nigeria Blessing Okagbare dan spesialis 100 meter Kenya Mark Odhiambo dikeluarkan dari pentas olimpiade karena terbukti doping.

Mengutip BBC, doping adalah zat terlarang yang tidak boleh dikonsumsi oleh seorang atlet untuk meningkatkan performanya. Istilah lainnya untuk doping adalah Performance Enhancing Drugs (PED) yaitu obat-obatan atau material yang dapat meningkatkan performa atlet dalam olahraga kompetitif.

Ada beberapa jenis obat-obatan yang dilarang oleh Badan Anti-Doping Dunia (WADA) yaitu androgens, , peptide hormones, blood doping, stimulants, diuretics, narcotics dan cannabinoids. Dan, zat yang paling sering digunakan oleh atlet adalah jenis anabolik steroid.

Dari berbagai kasus doping, ada yang memang dilakukan dengan kesengajaan dari seorang atlet dan pelatih, ada yang merupakan ketidak sengajaan, serta ada juga yang merupakan keteledoran atau kelalaian pelatih/dokter tim. 

Untuk itulah badan anti doping dunia bersama seluruh negara di dunia berkomitmen untuk melindungi para atlet dari penggunaan zat-zat doping dengan penerapan aturan-aturan anti doping yang ketat dan merupakan kewajiban bagi semua negara untuk mematuhinya jika ingin berpartisipasi dalam pentas olahraga resmi internasional.

Harapan kita tentunya, belajar dari kasus jatuhnya hukuman WADA kepada kita ini, persoalan doping janganlah dianggap biasa, apalagi sampai disepelekan, karena konsekwensinya bagi dunia olahraga kita serta juga bagi nama bangsa dan negara akan sangat merugikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun