Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Fiksi Ramadhan: Pendosa yang Mensucikan Hati

10 Mei 2021   18:22 Diperbarui: 10 Mei 2021   18:26 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesadaran Echos sepertinya berangsur pulih saat shalat isya mulai didirikan dimana Pak Desa bertindak sebagai imam shalat. Bayangan dana desa yang dijadikan bancakan oleh Pak Desa dan kroni-kroninya membuat darah iblis di dada Echos kembali bergejolak. Diambilnya lagi ciu mata dan dibagikannya pada komplotannya, mereka mulai mengisi hatinya dengan kencing syaitan untuk membakar amarah yang terpendam.

Tepat ketika amarah telah meletup-letup dan siap ditumpahkan. Gafur tampil mengisi ceramah tarawih yang mana saat itu Gafur membahas tentang surah An-Nahl ayat 99-100.

"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaan (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah."

Mendengar ini Echos seperti ditampar oleh kebodohan, perlahan miras yang ada di hadapan mereka ditumpahkannya. Ia terpekur diam memasang baik-baik telinganya.
Didengarkannya dengan penuh penghayatan setiap  kata yang disampaikan udtadz Gafur.

"Allah Ta'ala telah mewajibkan bagi kita syariat-Nya dan memerintahkan kita dengan syariat tersebut. Sehingga yang tersisa bagi kita hanya ada dua pilihan." pelan tausyiah Ustadz Gafur merasuk di hati Echos.

"Pertama, bahwa Allah telah menetapkan takdir yang baik bagi kita dan menakdirkan kita sebagai penghuni surga. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya rahmat-Nya itu mendahului kemarahan-Nya, ridha-Nya lebih Dia kedepankan dari pada rasa kebencian-Nya. Tempuhlah takdir yang demikian! Berlakulah dengan perbuatan layaknya calon penghuni surga. Setiap orang akan dimudahkan menuju takdirnya." Echos makin terpukul mendengar ini.

"Kedua, takdir dari prasangka buruk kita kepada Allah Ta'ala. Bahwa Dia akan memasukkan kita ke neraka dan kita memilih jalan-jalan yang mengantarkan kita ke neraka, wal'iyadzbillah." Demikian Ustadz Gafur melanjutkan yang  membuat Echos  sekarang  sesungukan.

"Maka sungguh bodohlah orang yang menempuh takdir buruk,  padahal Allah dengan kasih sayangnya yang maha luas telah menuliskan takdir baik bagi semua hambanya." sampai dikalimat ini Echos sudah melompat menuju ke tempat  wudhu  mengguyur seluruh kepalanya berusaha menghilangkan rasa mabuk yang mulai terasa di kepalanya.

Echos terus mengguyur dirinya, berharap  mensucikan dirinya dan bathinnya, ia tahu, ia malu, dan ia sangat takut dirinya kotor dan ia ingin mensucikan hatinya untuk menjemput takdir baiknya yang pernah dicampakkannya karena kebodohan.

"Innallaha laa yughayyiru ma bi qoumin, hatta yughayyiru ma bi anfusihim".

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah 'apa-apa/keadaan yang ada pada suatu kaum' (ma bi qoumin), hingga mereka mengubah apa-apa/keadaan yang ada pada jiwa-jiwa mereka (ma bi anfusihim)"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun