Indonesia tengah menjadi pusat perhatian dunia karena satu satunya negara di Asia yang mengkonfirmasi tidak ada satupun warganya yang terinfeksi virus corona. Di tengah ketakutan dunia akan virus ini, Indonesia seolah tenang-tenang saja masih menerima kedatangan warga negara Tiongkok ke Bali.Â
Pantauan reporter the New York Times, beberapa turis Tiongkok memilih Bali sebagai tempat 'aman' dari serangan virus nan mematikan itu. Realitas ini membuat WHO, khawatir apakah benar Indonesia bebas virus corona atau memang tidak terdeteksi?. Menteri Kesehatan, Agus Terawan mengatakan bahwa memang belum ditemukan suspec positif virus korona dari bebarapa suspect yang ada.Â
Sebanyak 300 orang WNI yang dijemput di Wuhan juga belum terkonfirmasi ada yang positif mengidap virus corona. Walaupun demikian, Indonesia tetap melakukan standar prosedur kesehatan menurut WHO dengan isolasi dan pemeriksaan kesehatan berkala.
Laporan baru kasus ini meningkatkan jumlah kematian total di pusat epidemi ini menjadi sebanyak 974 kasus. Kondisi tersebut membuat jumlah kematian total di daratan China setidaknya mencapai 1.011 kasus. Sementara itu, secara global, total 1.013 orang meninggal dunia, termasuk satu kasus kematian di Hong Kong dan satu kasus kematian di Filipina.Â
Negara tetangga Indonesia yang paling banyak terinfeksi virus korona adalah Singapura. Sebanyak 45 orang telah positif terinfeksi virus dan 1 orang meninggal dunia. Warga negara Singapura terbagi atas tiga etnis besar, yaitu Melayu, India, dan Cina.Â
Pada liburan akhir tahun jelang implek banyak warna negara keturunan dan mahasiswa yang sedang menempuh studi di Singapura kembali ke Tiongkok untuk merayakan implek. Singapura efektif memberlakukan standar yang sangat ketat pada turis Cina sejak 31 Januri 2019. Rutin melakukan pemerikasaan di tempat tinggal, asrama mahasiswa, dan kampus untuk mendeteksi Corona.
Iklim Tropis yang Menyelamatkan
Patut disyukuri jika kita merasakan panas yang menyengat pada tengah hari. Karena iklim panas ini membuat virus tidak mampu bertahan lama. Negara Tiongkok saat ini sedang berada pada musim winter tanpa matahari. Virus corona mudah menyebar karena cuana yang mendukungnya untuk bertahan.Â
Melansir laman Channel News Asia, kecepatan persebaran Virus Corona juga diduga memiliki keterkaitan dengan kondisi iklim suatu negara. Ada anggapan bahwa pola seasonal Virus Corona baru bisa jadi serupa dengan infeksi influensa dan SARS. Kedua kasus tersebut turun drastis pada Mei ketika suhu cuaca di China menghangat.Â
Pada negara-negara dengan suhu serupa China dan AS, musim flu biasanya mulai Desember dan mencapai puncaknya pada Januari atau Februari dan menurun setelahnya. SARS berakhir pada 2003 ketika musim panas utara muncul. Banyak penelitian terhadap Virus Corona yang menyebabkan pilek bisa bertahan 30 kali lebih lama pada daerah dengan suhu 6 derajat Celsius dibandingkan dengan wilayah dengan suhu 20 derajat Celsius dan tingkat kelembaban tinggi.Â
Virus akan lama bertahan pada udara dingin dibandingkan udara panas seperti Indonesia. Suhu dingin dan kelembapan yang relatif rendah memungkinkan Virus SARS bertahan lebih lama dibandingkan di daerah dengan temperatur dan kelembapan tinggi. Nah, kalo saya pilek juga paling 3 hari sembuh hehehe atau kalo kena gejala pilek trus minum vitamic C langsung ga jadi deh hehehe..
Imunitas yang Tinggi
Sesuai kata iklan 'berani kotor itu baik' bahwa anak yang sangat steril terhadap kuman akan sangat rentan jika terserang bakteri dan virus. Sejak kecil anak-anak Indonesia secara tidak sadar telah melatih imunitasnya agar dapat bertahan terhadap bakteri dan virus. Kalo anda saat ini berusia 30 tahunan ke atas pastinya tau persis bagaimana jajanan anak anak SD yang jika dilihat oleh orang asing jauh dari kata standar kesehatan.
Indonesia belum menerapkan sertifikasi level restoran ataupun penyedia jasa makanan. Berbeda dengan Singapura, negara ini menerapka level A, B, dan C untuk level retsoran yang layak menjual makanan. Untuk mendapatkan sertifikasi kementrian kesehatan akan melakukan serangkaian penilaian kebersihan mulai dari tempat masak, alat memasak, bahan makanan dan cara memasak.Â
Wow sekali bukan? lalu, bagaimana di Indonesia? rasanya saya belum pernah melihat petugas kesehatan mengontrol, memeriksa aneka penjual jajanan di sekolah-sekolah negeri. Otoritas kesehatan Indonesia juga belum memberikan label tertentu pada penjual makanan, bahkan restoran besar saja belum tentu memiliki label halal. Bagaimana nasib warung-warung yang muncul tanpa tergistrasi sebelumnya, kebanyakan orang Indonesia membelinya dengan bismillah ajah deh sehat hahahaa..Â
Orang indonesia sejak anak-anak sudah akrab dengan bakteri dan virus. Jajanan di pinggir jalan dipenuhi debu, lalat yang beterbangan, bahkan sangat penjual tidak cuci tangan hehehe udah biasaa. Bakteri E. Coli hadir setiap hari bersama anak-anak dan imunitas tubuh sudah tau bagaimana mengalahkanya.Â
Belum lagi berbgasi kasus borax, bakso formalin, pewarna pakaian dalam makanan serta kandungan natrium benzoat yang terlalu tinggi dalam makanan instan adalah santapan sehari-hari. Jadi kalo kata orang Indonesia, udah biasa mah jajan sembarangan ga pake liat apakah restoran itu bersih atau ga atau makanan yang dibeli sehat atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H