Â
Perjalanan ini seharusnya tak begitu panjang, pikirku. Hanya sementara, sejenak melupakan apa yang ada di belakang. Saat kaki pertama kali menyentuh jalanan kota ini, aku hanya ingin kembali. Pulang ke tempat di mana rasa sakit mungkin akan tetap ada, tapi setidaknya aku tahu di mana setiap luka bisa disembunyikan.
Tapi kota ini dia membuatku bertahan lebih lama dari yang kuperkirakan.
Semua dimulai dari sebuah pertemuan biasa.. Tanpa sadar, saat bertemu denganya aku selalu memperhatikannya dengan mata yang menatap
Penuh ketenangan. Ada sesuatu dalam caranya melihat dunia yang membuatku ingin tahu lebih banyak.
Dan entah bagaimana, kami berbicara. Percakapan kecil tentang hal-hal sederhana: kota ini, budayanya, dan sedikit tentang apa yang membuatku di sini. Dia tidak banyak bertanya, tapi mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
Setiap kali aku bertemu dengannya, entah bagaimana dunia yang kacau ini terasa lebih tenang. Bukan karena dia mengatakan sesuatu yang luar biasa, kadang dia hanya diam, mendengarkan dengan sesekali menambahkan komentar ringan. Tapi itu cukup. Cukup bagiku yang selalu merasa berantakan, untuk merasa bahwa, mungkin saja, semuanya akan baik-baik saja.
Aku tak pernah berani berharap lebih. Dia terlalu sempurna dalam ketenangannya, sementara aku? Masih tersesat dalam kesedihan yang belum selesai. Setiap kali bertemu dengannya, hatiku menginginkan lebih, tapi logika selalu mengingatkanku: dia hanya bagian dari perjalanan ini, bukan tujuan akhirnya.
Tapi waktu berjalan, dan pertemuan demi pertemuan dengannya membuatku bertanya pada diri sendiri. Haruskah aku benar-benar pulang? Haruskah aku menyerah pada kota ini, padahal justru di sini aku menemukan sesuatu seseorang yang menguatkanku? Dia tak pernah tahu betapa besar peranannya, dan mungkin itu lebih baik. Aku tidak perlu memberinya beban itu, tidak perlu dia tahu bahwa setiap senyumnya adalah alasan bagiku untuk melanjutkan.
Setiap aku mendengar  dia berbicara tentang hal-hal kecil, cerita-cerita pengalamanya,  yang mungkin sudah biasa baginya . Tapi bagiku, setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti melodi yang tak ingin kulewatkan.
"Kenapa kamu memilih berkuliah disini ?" tanyanya.
Aku terdiam. Sebuah pertanyaan sederhana, tapi jawabannya begitu rumit. Aku menghela napas, mencari kata-kata yang tepat.