Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketimpangan Pembebanan Pajak dan Penilaian Buruk World Bank Terhadap Penghimpunan Pajak Indonesia

17 Januari 2025   10:08 Diperbarui: 17 Januari 2025   10:08 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Merza Gamal, sumber data: Laporan World Bank

Posisi perpajakan Indonesia kembali menjadi sorotan tajam setelah World Bank (Bank Dunia) mengkritik rendahnya rasio penerimaan pajak di Tanah Air.

Dalam sebuah laporan, Bank Dunia menyatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara dengan penghimpunan pajak terburuk, bahkan disandingkan dengan Nigeria.

Penilaian ini tentu menggugah pertanyaan mendasar: apa yang menyebabkan hal ini terjadi, dan bagaimana keadilan pajak berperan dalam memperbaiki kondisi ini?

Rendahnya Rasio Pajak Indonesia

Rasio pajak atau tax ratio Indonesia tercatat hanya 10,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2022. Angka ini jauh di bawah negara-negara lain dengan ekonomi berkembang seperti Filipina (15,61%), India (17,33%), Afrika Selatan (21,40%), dan Brazil (24,67%).

Bahkan, menurut Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kepada media), tax ratio Indonesia sebenarnya dapat mencapai 12,2% jika pemerintah tidak menganut sistem belanja perpajakan, yang memberikan insentif dan keringanan pajak bagi sektor tertentu untuk mendukung perekonomian.

Namun, angka ini masih jauh dari ideal. Bank Dunia menyatakan bahwa rendahnya penerimaan pajak Indonesia menunjukkan adanya masalah struktural dalam sistem perpajakan.

Salah satunya adalah kebijakan insentif pajak yang, meskipun bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi, justru menciptakan ketimpangan beban pajak antara masyarakat umum dan pengusaha besar.

Ketimpangan Beban Pajak

Ironisnya, di satu sisi, rakyat kecil dibebani pajak pertambahan nilai (PPN) yang cukup tinggi, sementara pengusaha besar menikmati berbagai keringanan, seperti tax holiday dan insentif lainnya. Dalam konteks keadilan pajak, hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah kebijakan ini benar-benar adil?

Dokumentasi Merza Gamal, sumber data: Laporan World Bank
Dokumentasi Merza Gamal, sumber data: Laporan World Bank

Keadilan pajak seharusnya memastikan bahwa beban pajak dibagi secara proporsional berdasarkan kemampuan membayar, sehingga tidak membebani kelompok masyarakat yang rentan.

Kondisi ini diperparah dengan tingkat kepatuhan pajak yang rendah, baik dari wajib pajak perorangan maupun korporasi. Ketidakpatuhan ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kurangnya transparansi, kompleksitas aturan perpajakan, hingga lemahnya penegakan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun