Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Penutupan Periplus di Plaza Senayan dan Tantangan Industri Buku Fisik di Era Digital

8 Januari 2025   13:16 Diperbarui: 9 Januari 2025   10:22 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah Konter Periplus di Ruang Tunggu Bandara, sumber: Dokumentasi Merza Gamal

Penutupan toko buku Periplus di Plaza Senayan pada 7 Januari 2025 menjadi simbol pergeseran besar dalam industri toko buku fisik di Indonesia. Sebelumnya, pada Januari 2023, Periplus juga telah menutup gerainya di Malioboro Plaza, Yogyakarta, setelah 26 tahun melayani pembaca.

Dalam unggahan di Instagram, Periplus mengungkapkan rasa berat hati meninggalkan tempat itu, yang telah menjadi bagian dari perjalanan panjang mereka dalam menyediakan buku-buku impor berkualitas tinggi.

"Tidak mudah bagi kami untuk ikhlas meninggalkan tempat ini," tulis mereka.

Perubahan Kebiasaan Konsumen

Dulu, toko buku seperti Periplus menjadi destinasi utama bagi pembaca, termasuk para pelancong di bandara. Buku adalah teman perjalanan yang setia. Namun, kebiasaan ini mulai berubah seiring dengan berkembangnya teknologi.

Kini, penumpang pesawat lebih sering menghabiskan waktu dengan menonton film atau bermain gim di perangkat mereka. Buku fisik perlahan kehilangan tempatnya dalam daftar kebutuhan hiburan.

Perubahan ini tidak hanya berdampak pada gerai Periplus di bandara, tetapi juga di mal-mal premium seperti Plaza Senayan. Dengan biaya sewa yang tinggi dan pola konsumsi masyarakat yang beralih ke digital, operasional toko buku fisik menjadi semakin sulit dipertahankan.

Tantangan Operasional di Lokasi Premium

Lokasi seperti Plaza Senayan dan Malioboro Plaza memang strategis, tetapi biaya sewanya juga sangat mahal.

Di tengah menurunnya minat baca dan persaingan dari toko buku online yang menawarkan harga lebih kompetitif, toko fisik seperti Periplus kesulitan mencapai efisiensi operasional. Keberadaan mereka di mal-mal mewah tidak lagi cukup menarik untuk mengimbangi pengeluaran yang tinggi.

Belajar dari Barnes & Noble

Kondisi ini sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Di pasar global, toko buku seperti Barnes & Noble sempat mengalami kesulitan yang serupa.

Namun, mereka berhasil bangkit dengan melakukan berbagai inovasi, seperti memberikan kebebasan kepada setiap toko untuk menyesuaikan koleksi buku dengan kebutuhan komunitas lokal, mendesain ulang toko agar lebih nyaman dan tematik, serta mengintegrasikan belanja offline dan online. Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bagi Periplus dan toko buku lainnya.

Namun, di Indonesia, tantangannya lebih kompleks. Minat baca yang rendah menjadi kendala besar. Untuk berhasil, adaptasi yang dilakukan harus lebih ekstrem dan inovatif.

Strategi Bertahan untuk Periplus

Agar tetap relevan, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh Periplus:

  1. Kurasi Lokal: Menghadirkan koleksi buku yang sesuai dengan kebutuhan komunitas setempat. Misalnya, buku-buku tematik yang relevan dengan tren lokal.
  2. Pengalaman Berbeda: Mendesain toko dengan konsep yang lebih menarik, seperti kafe buku atau ruang baca yang nyaman, sehingga pengunjung merasa betah.
  3. Berbasis Komunitas: Mengadakan acara diskusi buku, peluncuran buku bersama penulis, atau kegiatan literasi yang melibatkan komunitas pembaca.
  4. Adaptasi Digital: Memanfaatkan platform seperti #BookTok untuk menarik pembaca muda, serta meningkatkan pengalaman belanja omnichannel.
  5. Efisiensi Lokasi: Fokus pada cabang-cabang strategis dengan potensi pasar yang lebih besar dan biaya operasional yang terkendali.

Masa Depan Toko Buku Fisik

Penutupan toko buku Periplus di Plaza Senayan dan Malioboro Plaza adalah pengingat bahwa toko buku fisik menghadapi tantangan besar di era digital. Namun, bukan berarti toko buku fisik tidak memiliki masa depan.

Dengan inovasi yang tepat dan pemahaman mendalam tentang kebutuhan konsumen, toko buku masih bisa menjadi oasis di tengah hiruk-pikuknya kota, tempat di mana para pencinta buku bisa menemukan inspirasi dan kenyamanan.

Di masa depan, toko buku fisik dapat memanfaatkan peran unik mereka sebagai ruang budaya. Selain menjual buku, mereka bisa menjadi tempat bagi masyarakat untuk berkumpul, belajar, dan berbagi. Dengan menyediakan ruang untuk diskusi, peluncuran buku, atau lokakarya literasi, toko buku fisik dapat memperkuat hubungan emosional dengan komunitas.

Teknologi juga harus diintegrasikan dengan pengalaman toko fisik. Misalnya, menggunakan aplikasi seluler untuk memberikan rekomendasi buku berbasis preferensi pelanggan atau mengadakan acara daring yang terhubung dengan kegiatan di toko fisik.

Toko buku fisik juga dapat bekerja sama dengan penerbit untuk menawarkan edisi terbatas atau buku eksklusif yang hanya tersedia di toko tertentu.

Bagi Periplus dan toko buku lainnya, adaptasi adalah kunci. Mereka harus lebih fleksibel dalam menentukan lokasi, mungkin dengan memilih tempat yang lebih terjangkau atau bahkan membuka gerai-gerai kecil di komunitas lokal.

Selain itu, mengadopsi model bisnis yang lebih ramping dengan fokus pada pengalaman pelanggan dapat membantu mereka bertahan.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi Merza Gamal

Yang terpenting, toko buku fisik harus mampu membangun narasi yang relevan bagi generasi muda. Dalam dunia yang serba cepat, toko buku dapat menjadi tempat di mana orang melambat sejenak untuk mengeksplorasi dunia kata-kata.

Dengan demikian, toko buku fisik tidak hanya akan bertahan, tetapi juga berkembang sebagai pusat literasi, budaya, dan inspirasi.

Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun