Pada tahun 1973, ketika saya masih duduk di bangku kelas 2 SD, dunia bacaan saya tak lepas dari sebuah majalah yang kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari banyak kenangan masa kecil saya, Majalah Bobo.
Pada waktu itu, harga satu eksemplar Bobo hanya Rp 45,-, yang cukup untuk menjadi uang jajan seminggu ke sekolah. Bahkan, saya bisa berlangganan selama setahun dengan hanya mengeluarkan Rp 585,-, sebuah harga yang sangat terjangkau dibandingkan dengan nilai uang sekarang.
Tidak hanya sebagai bacaan, Bobo juga menjadi teman yang selalu menemani waktu luang saya dengan cerita-cerita menarik yang dipenuhi warna-warni kehidupan, yang waktu itu masih menjadi hal baru bagi saya, karena Bobo adalah majalah anak pertama yang hadir dengan cetakan berwarna di Indonesia.
Sejarah Perjalanan Majalah Bobo di Indonesia
Majalah Bobo merupakan bacaan ikonik yang sudah menemani anak-anak Indonesia selama lebih dari lima dekade. Terbit pertama kali pada 14 April 1973, majalah ini memiliki peran besar dalam dunia pendidikan anak-anak di Indonesia.
Dengan slogannya yang khas, "Teman Bermain dan Belajar," Majalah Bobo telah berhasil menggabungkan unsur hiburan dan pendidikan yang tepat untuk anak-anak Indonesia, menjadikannya bacaan yang sangat populer.
Majalah ini awalnya merupakan adaptasi dari majalah serupa yang terbit di Belanda. Majalah Bobo Belanda sendiri sudah dikenal sejak tahun 1956 dan telah memiliki banyak penggemar di sana. Namun, untuk versi Indonesia, Majalah Bobo menghadirkan penyesuaian isi yang lebih relevan dengan kebutuhan anak-anak di Indonesia.
Dalam perjalanannya, majalah ini mengalami berbagai transformasi yang menjadikannya semakin dekat dengan pembacanya, meskipun telah mengalami beberapa kali perubahan besar.
Perkembangan dan Adaptasi dalam Penyajian Konten
Pada awal terbit, Majalah Bobo Indonesia memiliki format yang sangat sederhana. Terbit dengan hanya 16 halaman yang terbuat dari kertas koran, majalah ini pada awalnya hanya memuat konten dalam bentuk hitam putih.
Namun, seiring berjalannya waktu, tepatnya pada pertengahan 1973, beberapa cerita mulai dicetak dengan warna untuk menarik perhatian anak-anak yang menjadi pembacanya.
Sebagian besar konten yang ada di Majalah Bobo Indonesia pada awalnya merupakan terjemahan langsung dari majalah Bobo Belanda. Namun, seiring dengan waktu, Majalah Bobo Indonesia mulai mengembangkan karakternya sendiri, menyesuaikan dengan budaya dan selera anak-anak Indonesia.
Sejumlah karakter dari edisi Belanda diadaptasi menjadi karakter-karakter baru yang kemudian menjadi ikonik. Di antaranya adalah Upik, yang berasal dari nama Boemsi di Belanda; Coreng, yang berasal dari nama Krabbel; serta Paman Gembul, yang diadaptasi dari nama Oom Slokop.
Evolusi Harga dan Daya Tarik Majalah Bobo
Pada tahun pertama terbit, Majalah Bobo dijual dengan harga yang sangat terjangkau, hanya Rp 20 per eksemplar. Hal ini menjadikan majalah ini mudah diakses oleh anak-anak, bahkan dengan uang jajan mereka.Â
Ketika saya masih duduk di kelas 2 SD pada tahun 1973, harga Majalah Bobo hanya sekitar Rp 45,- per eksemplar, dan itu sudah bisa menjadi uang jajan untuk seminggu. Untuk langganan setahun, biaya yang dibayar hanya sekitar Rp 585,-.
Namun, seperti halnya barang lainnya, harga Majalah Bobo terus mengalami perubahan seiring berjalannya waktu dan meningkatnya inflasi hingga harga Majalah Bobo mencapai Rp 18.000,- per eksemplar.
Perubahan harga ini mencerminkan dinamika ekonomi dan perubahan nilai uang, namun tetap tidak mengurangi daya tariknya sebagai bacaan favorit anak-anak Indonesia hingga tren majalah cetak berakhir, dan benar-benar berhenti terbit pada 21 Desember 2022.
Karakter-karakter Ikonik dalam Majalah Bobo
Karakter-karakter yang hadir di Majalah Bobo selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi pembaca cilik. Maskot Majalah Bobo adalah seekor kelinci berwarna biru yang sangat nakal namun cerdik bernama Bobo yang selalu mengenakan sweater berwarna merah berhuruf "b" (pada terbitan 1980 hingga awal 1990an sempat berganti huruf "B" besar) dan celana biru tua.
Bobo dikenal bersama Krabbel, kakak perempuannya (diadaptasi menjadi Coreng, dalam versi Indonesia, Coreng merupakan adik Bobo), dan juga sahabatnya Tjerk (diadaptasi menjadi Doni dalam versi Indonesia) merupakan tokoh yang diadopsi dari majalah aslinya.
Karakter-karakter ini bukan hanya menjadi ikon, tetapi juga memberikan pelajaran-pelajaran berharga dalam setiap petualangan mereka. Baik itu tentang persahabatan, kejujuran, maupun nilai-nilai lainnya yang penting dalam perkembangan karakter anak-anak.
Keberagaman cerita dan karakter ini menjadikan Majalah Bobo bukan sekadar bacaan, tetapi juga sarana untuk belajar tentang kehidupan.
Majalah Bobo di Mata Pembaca: Kenangan yang Tak Terlupakan
Bagi banyak generasi yang tumbuh pada era 70-an hingga awal 90-an, Majalah Bobo adalah bacaan yang sangat berarti. Banyak dari mereka yang mengenang bagaimana dulu mereka menantikan terbitan mingguan Majalah Bobo, membaca cerita-cerita seru sambil belajar pelajaran sekolah dasar, dan bermain permainan seru yang ada di dalamnya.
Majalah Bobo telah menjadi bagian dari masa kecil yang tidak terlupakan, memberikan pengetahuan, hiburan, serta membentuk karakter dan imajinasi anak-anak Indonesia.
Meski kini telah banyak media alternatif untuk anak-anak, Majalah Bobo tetap dikenang sebagai bacaan yang sederhana namun mendalam. Kini, dengan hadirnya platform digital dan siniar, Majalah Bobo terus berusaha untuk mempertahankan relevansinya dan terus menjadi teman setia bagi generasi anak-anak Indonesia.
Kesimpulan
Sejak pertama kali terbit pada tahun 1973, Majalah Bobo telah melewati berbagai era dan perubahan. Dari yang awalnya cetak hitam putih dengan harga yang sangat terjangkau hingga menjadi media digital yang inovatif, Majalah Bobo tetap setia mendampingi anak-anak Indonesia dalam perjalanan belajar dan tumbuh.
Slogan "Teman Bermain dan Belajar" masih tetap relevan hingga kini, menunjukkan bahwa Majalah Bobo tidak hanya menjadi teman yang menghibur, tetapi juga teman yang mendidik.
Dengan karakter-karakter ikonik dan inovasi berkelanjutan, Majalah Bobo tetap memiliki tempat di hati banyak orang, mengajarkan anak-anak Indonesia untuk selalu belajar sambil bermain.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H