Masakan Minangkabau, atau sering dikenal sebagai masakan Padang, memiliki cita rasa yang kaya akan rempah dan pedas.
Namun demikian, seiring dengan perubahan zaman dan gaya hidup, banyak jenis gulai dan makanan tradisional Minangkabau yang mulai jarang dikenal atau dikonsumsi, terutama oleh generasi muda.
Padahal, hidangan-hidangan ini menyimpan sejarah panjang dan cita rasa mendalam yang mencerminkan kekayaan budaya Minangkabau.
Ada beberapa makanan atau jenis gulai khas Minangkabau yang mulai jarang dikenal atau dikonsumsi oleh masyarakat Minang, sehingga banyak generasi muda yang sudah tidak mengetahui keberadaan makanan-makanan ini. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:
Gulai Banak (Otak Sapi)
Hidangan berbahan dasar otak sapi ini memiliki tekstur lembut dan kuah gulai yang kaya rempah. Gulai banak dulunya sering ditemukan dalam berbagai acara adat, namun kini keberadaannya semakin langka.
Salah satu alasannya adalah kurang diminatinya otak sapi sebagai bahan makanan, ditambah lagi dengan isu kesehatan yang sering dikaitkan dengan konsumsi otak sapi.
Gulai Paku (Pakis)
Gulai yang satu ini menggunakan daun pakis muda, dimasak dengan santan dan bumbu pedas. Rasanya unik, sedikit pahit, tetapi sangat gurih.
Sayangnya, daun pakis kini sulit ditemukan di pasar, dan generasi muda cenderung lebih memilih sayuran yang lebih mudah diolah seperti bayam atau kangkung.
Gulai Kapalo Lauak (Kepala Ikan)
Menggunakan kepala ikan besar seperti kakap atau tenggiri, gulai ini memiliki kuah kental yang kaya rasa. Hidangan ini biasanya disajikan dalam acara adat, namun jarang sekali dijumpai di rumah makan biasa. Kepala ikan kurang diminati oleh sebagian orang karena dianggap tidak praktis.
Gulai ini terbuat dari daging cincang atau daging berserat, dimasak dengan santan dan bumbu pedas. Dahulu, gulai cancang cukup populer, tetapi kini mulai tergeser oleh gulai daging biasa yang lebih sederhana dan praktis dalam penyajian.
Gulai Babek (Babat)
Terbuat dari babat atau bagian perut sapi, gulai ini memiliki tekstur kenyal dan rasa yang khas. Namun, babat sering dianggap kurang sehat karena kandungan kolesterolnya yang tinggi, sehingga banyak orang mulai menghindarinya.
Gulai Jariang (Jengkol)
Siapa yang tidak kenal jengkol? Meskipun kontroversial karena aromanya, jengkol pernah menjadi bahan favorit untuk gulai. Sayangnya, generasi muda kini cenderung menghindari jengkol, membuat gulai ini semakin jarang ditemukan.
Gulai Itiak Lado Mudo (Bebek Cabe Hijau)
Menggunakan daging bebek yang dimasak dengan cabai hijau, gulai ini memiliki rasa pedas dan gurih yang luar biasa. Namun, proses memasaknya cukup rumit dan memakan waktu, sehingga banyak orang lebih memilih hidangan yang lebih praktis.
Gulai Umbu Karambia
Gulai umbu karambia menggunakan tunas muda dari pohon kelapa atau aren sebagai bahan utamanya. Rasanya gurih dengan sedikit manis, tetapi umbut kini sulit didapatkan karena jarang dipanen. Proses pengolahannya yang memerlukan keterampilan khusus juga membuat hidangan ini semakin terlupakan.
Gulai Tunjang
Dibuat dari kikil atau kaki sapi, gulai tunjang memiliki tekstur kenyal yang khas. Hidangan ini sering dianggap makanan berat dan mengandung kolestrol dan asam urat tinggi, sehingga mulai jarang disajikan secara umum kecuali di rumah makan tradisional yang masih mempertahankan masakan autentik.
Samba lado tanak adalah sambal yang dimasak dengan santan, petai, dan ikan teri serta suka ditambah dengan telor puyuh. Proses memasaknya yang lama membuat sambal ini kalah populer dibandingkan sambal instan atau sambal sederhana yang lebih praktis.
Penyebab Menurunnya Popularitas Gulai-gulai Tradisional
Beberapa faktor menyebabkan gulai-gulai tradisional Minangkabau ini semakin jarang dikenal. Salah satunya adalah perubahan gaya hidup masyarakat yang kini lebih mengutamakan makanan praktis dan cepat saji.
Selain itu, dokumentasi mengenai masakan tradisional yang terbatas membuat banyak hidangan unik ini terabaikan. Kurangnya minat generasi muda terhadap makanan tradisional, ditambah dengan kesulitan dalam mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan, juga berkontribusi terhadap menurunnya konsumsi gulai-gulai khas ini. Meski demikian, gulai-gulai ini tetap menjadi bagian penting dari warisan kuliner Minangkabau.Â
Dengan upaya dokumentasi yang lebih baik dan pengenalan kembali masakan-masakan ini kepada generasi muda, cita rasa autentik Minangkabau dapat terus dilestarikan untuk masa depan.
Melestarikan Warisan Kuliner Minangkabau
Di tengah arus modernisasi dan perubahan gaya hidup, penting bagi kita untuk tidak melupakan kekayaan kuliner yang merupakan bagian dari identitas budaya. Gulai-gulai khas Minangkabau bukan sekadar makanan, melainkan juga representasi nilai-nilai tradisi, sejarah, dan kekayaan alam daerah.
Dengan melibatkan generasi muda melalui edukasi, inovasi dalam pengolahan, dan memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan kuliner tradisional, kita bisa memastikan bahwa warisan ini tidak hanya tetap hidup, tetapi juga relevan dengan zaman.
Mari kita jadikan pelestarian kuliner Minangkabau sebagai tanggung jawab bersama, sehingga cita rasa kaya rempah dari ranah Minang dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang. Sebab, di balik setiap sendok gulai, terdapat cerita dan kebanggaan yang layak untuk diwariskan.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI