Para penyadap lontar mengambil air nira dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Di Rote Ndao, beberapa kepala keluarga bekerja menyadap lontar nyaris sepanjang hari. Rata-rata, seorang penyadap mampu menyadap 15--30 pohon lontar dalam sehari.
Satu pohon lontar memiliki satu hingga lima tandan bunga yang disadap, dan setiap tandan dapat menghasilkan 2--5 liter air nira. Jika seorang penyadap mengolah 16-20 pohon lontar dalam sehari, maka akan didapat sekitar 100 liter air nira.
Di Kabupaten Sabu Raijua, para ibu mengolah air nira menjadi gula lempeng dengan memanaskannya sambil diaduk selama sekitar 4 jam. Dari 100 liter air nira yang dimasak, hasil akhirnya menjadi sekitar seperempatnya saja. Sedangkan di beberapa daerah di Rote Ndao, air nira dipanaskan hanya selama satu jam, menghasilkan gula cair yang mirip dengan sirup.
Gula cair yang dihasilkan segera dijual dalam jerigen 5 literan. Setiap minggu, masyarakat Sabu dan Rote mengirim ratusan jerigen gula cair ke seluruh kabupaten di NTT, menunjukkan betapa pentingnya pohon lontar dalam perekonomian lokal.
Selain batang dan pelepah, daun lontar juga memiliki beragam manfaat bagi masyarakat NTT. Daun lontar digunakan sebagai:
- Wadah Penampung Air dan Nira Lontar: Daun lontar yang lebar dan tahan lama digunakan untuk menampung air dan nira lontar.
- Bahan Kerajinan:Â Daun lontar dijadikan bahan untuk membuat keranjang anyaman, bakul penyimpan beras, dan berbagai kerajinan tangan lainnya.
- Atap dan Alas Tidur: Daun lontar sering digunakan sebagai atap rumah tradisional dan alas tempat tidur yang nyaman.
- Alat Musik dan Topi Adat: Di Pulau Rote, daun lontar digunakan untuk membuat alat musik Sasando dan topi adat Ti'i Langga, yang menjadi produk budaya khas masyarakat setempat.
Setiap kali saya kembali dari NTT, saya selalu membawa pulang sepotong kekayaan budaya daerah ini. Koleksi saya kini dihiasi dengan alat musik tradisional Sasando yang indah, topi adat Ti'i Langga yang megah, aneka anyaman yang rumit, dan lembaran tenunan dari berbagai etnis di NTT.
Setiap kali saya melihat atau menggunakan barang-barang ini, saya teringat akan betapa kaya dan beragamnya budaya serta kearifan lokal masyarakat NTT. Mereka tidak hanya menjadi hiasan di rumah saya tetapi juga simbol dari kenangan indah dan penghargaan mendalam terhadap masyarakat yang begitu bijak memanfaatkan pohon lontar dalam kehidupan mereka.
Dengan setiap kunjungan saya ke NTT, saya belajar lebih banyak tentang kekayaan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pohon lontar, dengan segala manfaatnya, benar-benar layak disebut sebagai pohon kehidupan.