Student loan atau pinjaman mahasiswa menjadi topik hangat di Indonesia akhir-akhir ini. Diskusi mengenai kebijakan ini tidak terlepas dari kontroversi seputar Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan meningkatnya biaya pendidikan tinggi.
Konsep student loan sendiri sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Pada era pemerintahan Orde Baru, ketika saya masih kuliah, sudah pernah ada program serupa bernama Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). Lalu, bagaimana sebenarnya penerapan student loan ini di Indonesia, apa saja plus minusnya, dan apakah ada solusi lain selain pinjaman mahasiswa?
Sejarah Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI)
Pada tahun 1982, di bawah pemerintahan Soeharto, Indonesia memperkenalkan Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). Program ini bertujuan untuk membantu mahasiswa membiayai pendidikan mereka.
KMI disalurkan melalui bank-bank nasional seperti Bank Negara Indonesia (BNI) 46, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Ekspor-Impor Indonesia. Kredit ini diberikan kepada mahasiswa tingkat S-1, S-2, S-3, dan program diploma III. Mahasiswa S-1 yang ingin mendapatkan KMI diwajibkan lulus sarjana muda atau menyelesaikan minimal 90 satuan kredit semester (SKS) untuk mahasiswa institut keguruan dan ilmu pendidikan (IKIP), dan 110 SKS untuk non-IKIP.
Mahasiswa yang memenuhi syarat bisa mendapatkan pinjaman maksimal Rp 750.000 per tahun dengan suku bunga 6 persen per tahun untuk tenor 10 tahun, di luar masa tenggang yang mencakup masa studi plus satu tahun.
Kredit ini bisa digunakan untuk berbagai keperluan pendidikan seperti uang kuliah, praktikum, biaya penelitian, studi tour, dan pembelian buku. Pembayaran angsuran pokok dan bunga dilakukan melalui pemotongan gaji otomatis setiap bulan dari tempat bekerja penerima KMI. Namun, program ini tidak berlanjut lama dan tidak berkembang menjadi solusi jangka panjang.
Apa Hal-hal Positif dan Negatif Kebijakan Student Loan di Indonesia?
Hal-hal positif adalah:
- Akses Pendidikan Lebih Luas: Student loan dapat membantu lebih banyak mahasiswa mengakses pendidikan tinggi yang mungkin tidak terjangkau karena keterbatasan finansial.
- Investasi Jangka Panjang:Â Pendidikan tinggi merupakan investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan perekonomian secara keseluruhan.
- Pilihan Pendanaan Fleksibel: Pinjaman mahasiswa memberikan fleksibilitas dalam menutupi berbagai kebutuhan pendidikan, mulai dari biaya kuliah hingga biaya hidup sehari-hari.
Hal-hal negatif adalah:
- Risiko Gagal Bayar: Ada risiko tinggi gagal bayar jika lulusan tidak segera mendapatkan pekerjaan yang memadai. Hal ini dapat membebani mahasiswa dan lembaga keuangan yang menyalurkan pinjaman.
- Beban Hutang Pasca-Kelulusan:Â Lulusan yang memulai karier dengan beban hutang besar mungkin mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan finansial lainnya seperti membeli rumah atau memulai bisnis.
- Ketimpangan Sosial:Â Pinjaman mahasiswa mungkin tidak sepenuhnya mengatasi ketimpangan sosial jika mahasiswa dari keluarga miskin tetap kesulitan memenuhi syarat atau takut mengambil pinjaman.
Dampak Kebijakan Student Loan
Ekonomi:Â Jika dikelola dengan baik, student loan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan jumlah lulusan yang terampil. Namun, jika banyak terjadi gagal bayar, bisa terjadi krisis keuangan dalam sistem pendidikan tinggi.
Sosial:Â Peningkatan akses ke pendidikan tinggi dapat mengurangi kesenjangan sosial dan memperbaiki mobilitas sosial. Namun, beban hutang yang tinggi bisa menimbulkan stres dan dampak negatif lainnya bagi lulusan.
Potensi Gagal Bayar
Potensi gagal bayar cukup tinggi jika tidak ada sistem pendukung yang memadai, seperti tingginya tingkat pengangguran atau penghasilan rendah di kalangan lulusan, serta kurangnya pengetahuan manajemen keuangan.
Solusi Alternatif Selain Student Loan
- Beasiswa dan Hibah: Menyediakan lebih banyak beasiswa dan hibah bagi mahasiswa berprestasi atau dari keluarga kurang mampu.
- Pendidikan Gratis atau Bersubsidi:Â Meningkatkan anggaran pemerintah untuk menyediakan pendidikan tinggi gratis atau bersubsidi.
- Kerjasama dengan Perusahaan: Program kemitraan dengan perusahaan untuk menyediakan beasiswa atau skema pembayaran biaya pendidikan dengan kontrak kerja setelah lulus.
- Work-Study Programs:Â Mengembangkan program kerja studi yang memungkinkan mahasiswa bekerja paruh waktu di kampus atau perusahaan mitra.
- Income-Share Agreements (ISA):Â Dalam skema ISA, mahasiswa setuju untuk membayar persentase dari penghasilan masa depan mereka sebagai pengganti pinjaman tradisional.
Kesimpulan
Menerapkan kebijakan student loan di Indonesia dapat membawa banyak manfaat dalam meningkatkan akses ke pendidikan tinggi dan mengembangkan sumber daya manusia berkualitas.
Namun demikian, risiko dan tantangan yang ada, seperti potensi gagal bayar dan beban hutang yang tinggi, harus dikelola dengan bijak. Diperlukan sistem pendukung yang kuat, termasuk kebijakan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja bagi lulusan, serta edukasi tentang manajemen keuangan.
Alternatif lain seperti beasiswa, hibah, pendidikan bersubsidi, kerjasama dengan perusahaan, program kerja studi, dan skema income-share agreements (ISA) juga harus dipertimbangkan. Solusi-solusi ini bisa membantu meringankan beban mahasiswa dan memastikan bahwa pendidikan tinggi tetap terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Kunci keberhasilan terletak pada kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta. Mereka perlu bekerja sama untuk merancang kebijakan yang tidak hanya mendukung mahasiswa selama masa studi, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk sukses di dunia kerja dan mampu membayar kembali pinjaman dengan lancar.
Dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, Indonesia dapat menemukan solusi pembiayaan pendidikan yang efektif dan berkelanjutan. Ini akan membantu menciptakan generasi yang lebih terdidik dan produktif, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial secara keseluruhan.
Melalui kebijakan yang tepat dan dukungan yang menyeluruh, impian untuk memberikan akses pendidikan tinggi yang merata dan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia bukanlah hal yang mustahil.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H