Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Melestarikan Warisan Budaya dan Memperkuat Persatuan melalui Tradisi Makan Bajamba

26 Mei 2024   09:04 Diperbarui: 26 Mei 2024   09:44 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Merza Gamal, sumber gambar: Rafdinal-Randang Zara

Makan bajamba atau makan bajambau adalah tradisi makan bersama yang sangat penting dalam budaya Minangkabau dan Riau. Tradisi ini tidak hanya menggambarkan cara makan, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial dan budaya yang mendalam.

Dengan semakin dikenalnya tradisi ini di luar Sumatera Barat dan Riau, seperti di Jakarta dan sekitarnya, terdapat potensi besar untuk melestarikan dan mengapresiasi warisan budaya ini sebagai sarana memperkuat persatuan di antara anak bangsa.

Asal Usul dan Makna Jamba

Dalam tradisi makan bajamba, "jamba" merujuk pada dulang atau nampan besar yang berisi nasi dan berbagai lauk-pauk yang tersusun rapi. Jamba ini ditutup dengan tudung saji yang dianyam dari daun enau, yang dikenal dengan keindahannya dan fungsionalitasnya. Di atas tudung saji ini, ditambahkan dalamak, yaitu kain bersulam benang emas yang menambah keanggunan dan kekhidmatan sajian tersebut.

Tradisi makan bajamba paling banyak dijumpai di daerah Minangkabau, khususnya di Luhak Nan Tigo yang mencakup Tanah Datar, Agam, dan Limopuluh Kota, serta di daerah Riau seperti Kabupaten Kampar dan Kuantan Singingi. Dalam pelaksanaannya, makan bajamba dilakukan di dalam ruangan dengan semua peserta duduk bersama dalam kelompok.

Setiap kelompok terdiri dari 3 hingga 7 orang yang duduk melingkar di lantai. Di tengah kelompok tersebut, tersedia satu dulang berisi piring-piring yang ditumpuk dengan nasi dan berbagai lauk-pauk.

Koleksi Merza Gamal, sumber gambar: Rafdinal-Randang Zara
Koleksi Merza Gamal, sumber gambar: Rafdinal-Randang Zara

Namun demikian, ada perbedaan dalam cara duduk antara peserta laki-laki dan Perempuan makan bajamba, yaitu:

  • Laki-laki: Duduk dengan cara baselo atau bersila, yang mencerminkan sikap tegap dan hormat.
  • Perempuan: Duduk dengan cara basimpuah atau bersimpuh, yang menunjukkan kelembutan dan keanggunan.

Makan bajamba sering diawali dengan berbagai kesenian Minang, seperti tarian tradisional dan musik talempong. Acara ini dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, menambahkan nuansa religius dan khidmat. Selain itu, ada juga sesi berbalas pantun yang menambah keceriaan dan interaksi sosial di antara peserta.

Makan bajamba tidak hanya sekedar makan bersama, tetapi juga sarat dengan makna dan simbolisme yang dalam:

Penyebaran di Luar Daerah Asal

Tradisi makan bajamba kini mulai dikenal di luar daerah asalnya, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Budaya makan bersama dalam satu talam yang mirip dengan makan bajamba telah diperkenalkan di masjid-masjid besar, khususnya saat buka puasa sunah atau makan sahur pada bulan Ramadan, serta pengajian terjadwal bersama.

Akan tetapi, ada beberapa perbedaan dalam hidangan yang disajikan. Di Jakarta dan sekitarnya, hidangan yang disajikan biasanya berupa nasi mandi atau nasi kebuli, yang merupakan kuliner khas Timur Tengah. Berbeda dengan nasi dan lauk-pauk khas Minangkabau atau Riau, nasi mandi dan nasi kebuli menawarkan cita rasa dan pengalaman makan yang berbeda.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Penyebaran tradisi ini ke daerah lain menunjukkan fleksibilitas dan daya tarik makan bajamba. Meski dengan modifikasi pada hidangan, esensi makan bersama dan nilai-nilai kebersamaan serta gotong royong tetap dipertahankan. Hal tersebut membuktikan bahwa tradisi makan bajamba/bajambau dapat beradaptasi dan diterima dalam konteks budaya yang berbeda, sekaligus mempromosikan nilai-nilai persatuan dan solidaritas di antara masyarakat yang lebih luas.

Pentingnya Pelestarian Tradisi

Makan bajamba pada masyarakat Minangkabau dan makan bajambau pada masyarakat Riau merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia yang kaya dan perlu dilestarikan. Pelestarian tradisi ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak:

  • Pemerintah: Kebijakan dan program yang mendukung pelestarian tradisi ini, seperti festival budaya dan pendidikan budaya di sekolah.
  • Masyarakat: Partisipasi aktif dalam menjaga dan mempraktikkan tradisi, serta mempromosikannya kepada generasi muda.
  • Dunia Usaha: Dukungan melalui sponsorship acara budaya, serta memanfaatkan tradisi ini dalam industri pariwisata dan kuliner.

Nilai Sosial dan Relevansi Kontemporer

Tradisi makan bersama seperti makan bajamba/bajambau memiliki hubungan erat dengan nilai-nilai keberagaman, persatuan, dan kesatuan. Dalam masyarakat Indonesia yang heterogen, makan bersama dapat memperkuat hubungan sosial dan mempererat persatuan antar etnis dan agama.

Makan bersama menjadi momen untuk saling mengenal dan memahami perbedaan, sehingga mengurangi potensi konflik dan meningkatkan toleransi.

Sumber gambar: Merza Gamal-Cakaplah.com
Sumber gambar: Merza Gamal-Cakaplah.com

Upaya melestarikan tradisi makan bersama sangat penting dalam membangun rasa kebersamaan di tengah tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia. Tradisi ini bukan hanya warisan budaya yang harus dijaga, tetapi juga alat penting untuk membangun kohesi sosial.

Dengan mendorong pemeliharaan dan pengembangan tradisi makan bajamba atau bajambau, kita menjaga kekayaan budaya Indonesia dan memastikan warisan ini terus diapresiasi oleh generasi mendatang.

Kesimpulan

Makan bajamba/bajambau adalah tradisi makan bersama yang kaya akan makna dan simbolisme. Penyebaran tradisi ini di luar Sumatera Barat dan Riau menunjukkan potensinya untuk beradaptasi dan tetap relevan dalam konteks yang berbeda.

Pelestarian tradisi ini memerlukan dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, serta kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga warisan budaya. Dengan demikian, makan bajamba dapat terus menjadi simbol persatuan dan kebersamaan, memperkuat hubungan sosial, dan mempromosikan keberagaman di Indonesia.

Koleksi Merza Gamal, sumber gambar: Rafdinal-Randang Zara
Koleksi Merza Gamal, sumber gambar: Rafdinal-Randang Zara

Dengan memelihara tradisi makan bajamba/bajambau, kita tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk persatuan dan kesatuan di antara anak bangsa.

Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan tradisi ini sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang harus dijaga dan diapresiasi untuk generasi yang akan datang.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun