Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Sunnah Syawal yang Terlewatkan dan Hari Rayo Anam yang Mulai Terlupakan

17 April 2024   14:17 Diperbarui: 17 April 2024   14:21 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi menjalankan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal merupakan amalan yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Puasa ini merupakan pelengkap dari ibadah puasa wajib Ramadan, dan menjalankannya merupakan bentuk kesungguhan dalam meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Allah.

Memang, pada zaman dahulu, masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan menjalankan puasa sunnah enam hari Syawal secara langsung setelah perayaan Idul Fitri. Namun, seiring dengan perubahan zaman dan tren sosial, tradisi ini mulai terkikis di beberapa kalangan masyarakat.

Penting untuk diingat bahwa menjalankan ibadah puasa sunnah enam hari Syawal tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan bagian dari upaya untuk terus meningkatkan kualitas ibadah dan ketaqwaan untuk menjadi Mukmin Sejati Sepanjang Masa. Oleh karena itu, meskipun tradisi ini mungkin tidak sepopuler dulu, tetapi bagi yang mampu, menjalankannya tetap memberikan nilai dan pahala yang besar di hadapan Allah.

Sebagai umat Muslim, penting untuk selalu memperhatikan dan menghidupkan kembali tradisi-tradisi agama yang bernilai, termasuk puasa sunnah enam hari Syawal ini. Dengan melakukan hal ini, kita dapat terus memperkuat ikatan spiritual dengan Allah dan memperkaya makna ibadah kita.

Keberagaman budaya dan kekayaan spiritual dalam praktik ibadah Islam di berbagai daerah di Indonesia meninggalkan beberapa tradisi merayakan selesainya pelaksanaan puasa Syawal yang dilakukan selama enam hari.

Melalui tradisi Lebaran Ketupat, Lebaran Topat, Tellasan Topak, Hari Rayo Anam, dan Hari Rayo Onam, masyarakat di berbagai wilayah menghidupkan nilai-nilai agama dan kebersamaan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Puasa sunnah enam hari di bulan Syawal, yang diikuti oleh perayaan Lebaran Ketupat, Lebaran Topat, Tellasan Topak, Hari Rayo Anam, atau Hari Rayo Onam, bukan hanya sekadar bentuk ibadah ritual, tetapi juga merupakan upaya untuk terus memperkokoh tali persaudaraan antarumat beragama dan mempererat ikatan sosial di tengah masyarakat.

Jika kita Simak sebuah Hadis yang menyatakan bahwa "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun," menegaskan pentingnya menjalankan ibadah puasa sunnah enam hari Syawal sebagai bentuk peningkatan ketaqwaan dan pahala yang besar di sisi Allah SWT.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Membangkitkan Kembali Tradisi Hari Rayo Anam

Tradisi Hari Rayo Anam/Onam, yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Riau, terutama di daerah Kampar, Siak, dan Kuansing, serta di Sumatera Barat, terutama Luhak nan Tigo (Tanah Datar, Agam, 50 Koto), memiliki makna yang mendalam dalam budaya dan spiritualitas lokal.

Pada hari yang istimewa ini, seluruh anggota keluarga dan kerabat, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan, berkumpul untuk merayakan hari raya dengan penuh kehangatan dan kebersamaan.

Namun, tradisi ini tidak hanya sekadar merayakan momen kebersamaan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai agama yang kuat. Pemerintah Kabupaten Kampar di Riau dan Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat telah melakukan upaya untuk membangkitkan kembali tradisi ini dalam sepuluh tahun terakhir, walau sempat terhenti pada tahun 2020-2022 akibat pandemi Covid-19.

Kembalinya semangat Hari Rayo Anam/Onam diharapkan dapat memotivasi umat untuk lebih mendalami dan menghidupkan kembali praktik ibadah puasa sunnah enam hari Syawal. Puasa sunnah ini bukan hanya sebagai tradisi, tetapi juga sebagai bentuk kesungguhan dalam meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sumber gambar: Koleksi Merza Gamal dari Media Center Kabupaten Kampar-Riau
Sumber gambar: Koleksi Merza Gamal dari Media Center Kabupaten Kampar-Riau

Di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, dan Kampar, Riau, tradisi ini dimulai dengan ziarah kubur dan berdoa bersama keluarga setelah menunaikan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Kaum ibu membawa dulang berisi makanan untuk berbagi dengan masyarakat setelah kembali berkumpul di masjid atau lapangan.

Pada masyarakat Kampar, tradisi serupa dikenal dengan nama Aghi Ghayo Onam, sementara di Kuantan Singingi dikenal sebagai Hari Rayo Anam, dan di Siak sebagai Aghi Ghayo Zorah. Dalam perayaan ini, masyarakat setempat akan berziarah kubur sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur dan orang-orang yang telah meninggal dunia.

Aghi Ghayo Onam di Riau diawali dengan ziarah kubur berkelompok yang melibatkan ratusan hingga ribuan orang, menghasilkan suasana kampung yang ramai dan penuh kehangatan. Setelahnya, masyarakat berkumpul di rumah-rumah dan bermaaf-maafan sambil menikmati hidangan bersama. Acara puncaknya adalah Ratik Tagak, di mana mereka berdiri sambil melantunkan tahlil dan zikir bersama.

Tidak hanya sekadar ziarah kubur, tradisi ini juga diisi dengan pawai, perlombaan, dan pembagian bantuan kepada yang membutuhkan. Masyarakat memakai pakaian adat khas untuk merayakan momen ini. Suasana meriah juga dirasakan oleh wisatawan yang datang untuk menyaksikan tradisi unik ini, serta untuk berbagi dalam kegembiraan bersama.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal dari Media Center Kabupaten Kampar-Riau
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal dari Media Center Kabupaten Kampar-Riau

Sementara di Luhak nan Tigo, Sumatera Barat, Hari Rayo Anam diisi dengan memasak hidangan tradisional dan melakukan ziarah ke makam leluhur. Tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kebersamaan dan keberagaman budaya dalam masyarakat. Dengan dijaga dan dilestarikan, tradisi Hari Rayo Anam/Onam akan terus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia.

Tradisi Hari Rayo Anam dan tradisi serupa di daerah-daerah lain di Indonesia menawarkan perspektif yang kaya dan beragam tentang kehidupan dan budaya Indonesia. Selain sebagai momen untuk mempererat hubungan sosial dan kebersamaan dalam masyarakat, tradisi-tradisi ini juga memperkaya warisan budaya Indonesia yang menarik bagi wisatawan lokal maupun internasional yang ingin mengeksplorasi kekayaan budaya Indonesia.

Dalam konteks keagamaan, tradisi Hari Rayo Anam memberikan kesempatan bagi umat untuk berziarah dan berdoa bagi para leluhur yang telah meninggalkan dunia ini. Meskipun ada perbedaan pendapat di antara masyarakat mengenai praktik ziarah dan doa di kuburan, tindakan ini dianggap sebagai perbuatan baik yang dilakukan dengan niat tulus untuk memberikan ketenangan kepada arwah yang telah tiada.

Lebih dari sekadar tradisi, Hari Rayo Anam juga menjadi momen untuk beramal dan meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan melaksanakan tradisi ini, masyarakat memperoleh ketentraman jiwa dan diingatkan akan sementaranya hidup di dunia ini serta kembalinya kita kepada-Nya kelak.

Dari perspektif budaya, makna dari tradisi Hari Rayo Anam memperkuat ikatan sosial dan kesatuan dalam masyarakat. Melalui partisipasi dalam tradisi Aghi Ghayo Onam dan tradisi serupa, masyarakat memperkokoh persaudaraan dan saling berbagi dalam semangat gotong royong, menciptakan rasa kebersamaan yang mendalam di antara mereka.

Sumber gambar: Koleksi Merza Gamal dari Pasbana.com
Sumber gambar: Koleksi Merza Gamal dari Pasbana.com

Semoga tradisi Hari Rayo Anam, beserta tradisi-tradisi serupa di seluruh Indonesia, terus dijaga dan dilestarikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keberagaman budaya Indonesia. Semangat Wonderful Indonesia yang tercermin dalam keberagaman budaya akan terus menarik minat wisatawan untuk menjelajahi dan menghargai kekayaan budaya yang dimiliki oleh negeri ini.

Dengan memahami dan menjalankan tradisi-tradisi ini, umat Muslim di Indonesia dapat terus menghidupkan semangat kebersamaan, keberagaman, dan kebersahajaan dalam menjalankan ajaran agama Islam.

Semoga tradisi-tradisi ini tetap terjaga dan terus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya dan spiritualitas Indonesia.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun