Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyusuri Dimensi Subyektif Waktu: Antara Keterikatan yang Pudar dan Loncatan Digitalisasi

16 Januari 2024   20:08 Diperbarui: 16 Januari 2024   21:49 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, itu adalah sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Waktu terus berjalan. Sebaliknya, tiga menit di dalam ring tinju bisa terasa seperti selamanya, terutama ketika Anda berhadapan dengan lawan raksasa, atau seperti yang dialami seorang teman di sebuah pertunjukan - menemukan dirinya di ring dengan seekor kera!

Ini adalah ironi kehidupan bahwa kegiatan yang tidak kita sukai bisa terasa berlarut-larut, sementara peristiwa-peristiwa indah membuat waktu terasa berlalu tanpa disadari.

Hanya karakter waktu yang bersifat subjektif dan klasik inilah yang sepenuhnya diabaikan oleh konsep waktu terukur. Meskipun waktu terukur sepenuhnya mengabaikan variabilitas subjektif waktu seperti yang kita alami secara langsung, kita mengacu padanya sebagai waktu nyata dan objektif.

Versi waktu yang benar-benar abstrak dan objektif ini memecah aliran kontinu pengalaman langsung dan memisahkannya menjadi entitas yang murni dapat dibayangkan - dari mikro detik hingga milenia tak terbatas.

Pemahaman ini menuntut kemampuan untuk cukup sadar diri untuk fokus pada mentalitas kita yang berbeda dari pengalaman sederhana. Ketika kita menyepakati untuk bertemu di kelas pada pukul 10:00 pagi, itu akan tetap pada waktu yang ditentukan, tidak peduli suasana hati atau perbedaan suasana hati setiap individu.

Hal tersebut melampaui kegembiraan dan kebosanan subjektif kita. Ini menjadi penanda yang tetap pada keanehan pribadi, entah di dalam diri individu atau di antara banyak orang. Kepastian inilah yang saya maksudkan dengan "kita menghentikan arus yang tak terbendung" - perubahan terus-menerus - yang mencirikan indera waktu kita yang langsung.

Meskipun kita tidak dapat benar-benar kembali ke masa lalu, waktu berubah secara subjektif. Namun, secara objektif, kita membuatnya tetap. Meskipun sekejap setelah pukul 10:00 pagi berlalu, itu hilang selamanya, tetapi tidak hilang dari pikiran kita. Kita membawanya berkeliling dalam ingatan.

Pikiran kita memungkinkan kita untuk membawanya kembali atau untuk mengantisipasi waktu yang sama di masa depan. Dalam konteks ini, kita bisa mengatakan bahwa waktu telah berhenti - pukul 10:00 pagi, 16 Januari 2024, akan tetap abadi dalam ranah pengukuran matematis yang tidak tergantikan oleh waktu.

Meskipun kita mungkin memiliki pengalaman yang berbeda terhadap waktu, kita menciptakan kesatuan yang objektif dan bersamaan. Oleh karena itu, keberlanjutan ini memungkinkan kita untuk merencanakan dan bertemu secara teratur, meningkatkan kapasitas manusiawi kita untuk berkoordinasi sosial, bahkan jika itu tidak selalu sesuai dengan waktu subjektif.

Terdapat ketidakpastian yang jelas dalam cara kita membagi dan mengukur unit waktu. Apakah alam yang menentukan bahwa minggu harus terdiri dari tujuh hari? Ataukah alam yang menentukan bahwa satu dekade harus berlangsung selama sepuluh tahun?

Dalam perspektif mentalitas modern, jawabannya adalah bahwa unit-unit ini diciptakan oleh manusia, terutama oleh pikiran manusia. Setelah terbentuk dalam sejarah, mereka mengambil otoritas tradisi yang diterima tanpa ragu. Sangat penting untuk memahami bahwa tindakan kita terkait dengan waktu tidak melekat pada alam, tetapi pada kebudayaan dan sejarah sosial kita.

Indera objektif kita terhadap waktu terukur bukanlah sesuatu yang dapat dirasakan seperti objek alam. Objek alam dikaitkan dengan rangsangan yang membangkitkan sensasi manusia. Sangat aneh untuk bertanya seperti apa tampilan, rasa, atau bunyi satu menit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun