Kasih sayang orangtua adalah salah satu bentuk kasih sayang yang paling besar dalam hidup kita. Mereka dengan sabar dan penuh cinta berjuang untuk mendidik kita, memberikan yang terbaik untuk masa depan kita.
Kadang-kadang, kita mungkin merasa kurang bersyukur terhadap upaya mereka. Mari renungkan contoh konkret ini:
Seorang teman saya, sebut saja Marisa, selalu merasa terbebani oleh tuntutan-tuntutan sehari-hari. Dia lupa untuk berterima kasih kepada orangtuanya yang selalu ada untuknya, bahkan dalam situasi-situasi sulit.
Marisa menyadari kesalahannya saat suatu hari dia merenung di samping ayahnya yang sedang terbaring sakit. Air mata mengalir di pipinya saat dia memikirkan semua waktu yang telah dia habiskan untuk menuntut imbalan, sementara ayahnya selalu memberikan kasih sayang tanpa syarat.
Kadang-kadang, kita menuntut imbalan atas kebaikan-kebaikan yang kita lakukan, seolah-olah itu sebanding dengan keburukan-keburukan yang kita perbuat.
Rasa malu karena ulah kita, ketakutan dan kecemasan ketika kita berjauhan dari mereka, semua itu adalah bukti betapa besar kasih sayang mereka.
Namun, kita perlu menyadari bahwa kasih sayang Sang Pencipta kepada kita jauh lebih besar. Dia menciptakan kita sebagai makhluk yang paling sempurna, memberikan akal dan hati agar kita dapat berpikir tentang kebesaran-Nya dan merasakan kasih sayang-Nya.
Dia menciptakan bumi dan seisinya untuk kita, agar terhindar dari segala kekurangan hidup. Bahkan lebih dari itu, Dia memberi petunjuk kepada hamba-Nya, jalan yang lurus untuk kembali kepada-Nya, serta menjanjikan surga bagi siapa yang ridha terhadap ketentuan-Nya.
Kita tidak dapat menghitung waktu yang diperlukan untuk menuliskan tagihan-tagihan atas segala nikmat yang Dia berikan secara cuma-cuma.
Setiap detik yang kita jalani, setiap hembusan udara yang kita nikmati, dan setiap kesempatan yang kita miliki adalah anugerah dari-Nya. Semua yang kita miliki adalah pemberian-Nya yang tak ternilai harganya. Semua tindakan baik kita adalah bentuk syukur kita kepada-Nya.
Tetapi seringkali kita terlena dalam dunia yang sibuk dan terlupakan untuk merenung dan bersyukur. Terlalu sering kita mengejar imbalan duniawi, sementara kita lupa akan imbalan yang lebih besar yang menanti kita di akhirat.
Mari kita refleksikan saat-saat di mana kita mungkin merasa kurang bersyukur dalam menjalani rutinitas sehari-hari.
Oleh karena itu, saat kita menuliskan "billing amalan" kita, semoga itu adalah tagihan syukur dan rasa terimakasih kepada-Nya yang tidak pernah lekang oleh waktu.
Dalam kehidupan ini, mari terus merenungkan nilai-nilai kasih sayang, penghargaan, dan syukur. Sebab, di antara semua "billing amalan" yang kita buat, tak ada yang dapat membayar sepenuhnya karunia dan kasih sayang yang kita terima dari Sang Pencipta dan orangtua kita.
Semoga kesadaran ini membimbing langkah kita dalam menghargai nikmat-nikmat yang diberikan kepada kita dan dalam menjalani kehidupan ini dengan lebih baik, lebih sadar, dan lebih penuh cinta.
Terima kasih telah membaca dan merenungkan pesan ini. Semoga kita semua dapat terus tumbuh, belajar, dan menjalani hidup dengan rasa syukur yang mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H