Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Melawan Kesombongan

28 September 2023   09:38 Diperbarui: 28 September 2023   20:33 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Hari ini, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad saw, saya ingin berbicara tentang sesuatu yang sering kali tersembunyi dalam diri kita, yang kita sebut sebagai "kesombongan."

Berikut ini adalah cerita tentang sebuah pelajaran berharga yang saya pelajari dari sebuah kisah lama yang masih terus menginspirasi saya hingga hari ini.

Sekitar dua puluh lima tahun yang lalu, saya menjadi bagian dari sebuah grup mailing list. Saat itu, era WhatsApp Group belum hadir, dan komunikasi online kami terjadi melalui surel dengan menggunakan PC. Di dalam grup tersebut, saya menemukan sebuah cerita yang telah menggugah pikiran saya tentang sombong.

Cerita ini dimulai dengan seorang pria yang bertandang ke rumah seorang Guru yang dihormati. Sang Guru adalah sosok yang bijaksana, dan banyak orang datang mencari nasihat dan bimbingan dari beliau. Namun, pada hari itu, sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Ketika pria itu tiba di rumah Sang Guru, ia menemukan Sang Guru sedang sibuk bekerja keras. Beliau tengah mengangkut air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya. Keringat beliau bercucuran deras, dan pria itu tak bisa menyembunyikan keheranannya.

Dengan rasa penasaran, pria itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan, Guru?" Sang Guru menjawab dengan senyum lembut, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka tampak sangat puas. Namun, setelah mereka pergi, tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Cerita ini, meskipun sederhana, mengandung makna yang dalam tentang kesombongan. Kesombongan, sebagaimana yang saya pahami dari kisah ini, adalah penyakit yang sering mengintai kita semua. Benih-benih kesombongan terkadang muncul dalam diri kita tanpa kita sadari.

  • Cerita tersebut mengajarkan kita bahwa sombong memiliki banyak wajah. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
  • Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
  • Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Hal yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence).

Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu EGO di satu kutub dan KESADARAN sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa.

Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Cerita ini adalah pengingat bagi kita semua untuk selalu menjaga diri dari sombong yang merusak. Dan ketika kita berhasil melawan sombong, kita memasuki perjalanan menuju kesadaran sejati, di mana kita menyadari bahwa tindakan baik kepada orang lain juga adalah tindakan baik kepada diri kita sendiri.

Melalui pemahaman ini, kita dapat merangkul kebaikan, merendahkan ego, dan tumbuh sebagai individu yang lebih bijak dan rendah hati dalam perjalanan hidup ini.

Kesombongan mungkin akan selalu mencoba mengintai kita, tetapi dengan kesadaran dan perubahan paradigma ini, kita dapat melanjutkan perjalanan kita dengan penuh makna dan penuh cinta kepada diri sendiri dan orang lain. Dan pada akhirnya, itulah yang benar-benar penting dalam hidup ini.

Menemukan Keseimbangan dan Kedamaian

Dalam perenungan ini, mari kita mengambil waktu untuk merenungkan dan menggali dalam-dalam tentang benih-benih sombong yang mungkin tumbuh dalam diri kita. Mari kita ingat bahwa kesombongan dapat menghalangi pertumbuhan pribadi dan hubungan yang sehat dengan orang lain.

Namun, mari juga mengingat bahwa kita memiliki kekuatan untuk mengatasi kesombongan. Dengan kesadaran akan akar kesombongan dalam ego yang berlebihan, kita dapat memilih untuk menjalani hidup dengan rendah hati dan empati.

Melalui pemahaman bahwa tindakan baik kepada orang lain adalah tindakan baik kepada diri kita sendiri, kita dapat merangkul kebaikan sebagai pedoman dalam hidup kita.

Kita dapat berusaha untuk merendahkan ego dan menyatu dengan kesadaran sejati. Dengan demikian, kita bisa menemukan keseimbangan dan kedamaian dalam perjalanan hidup ini.

Mari kita terus melangkah maju, membawa kebaikan, kerendahan hati, dan cinta dalam setiap langkah kita, sehingga kita semua bisa tumbuh menjadi individu yang lebih bijaksana dan damai dalam dunia yang penuh tantangan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun