Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hambatan Perekonomian Asia Mulai Mereda; Akankah Segera Pulih Kembali?

21 Februari 2023   19:29 Diperbarui: 21 Februari 2023   19:30 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Laporan di Blog IMF (International Monetary Fund) tanggal 20 Februari 2023, hambatan ekonomi yang dihadapi Asia pada tahun 2022 lalu sudah mulai memudar. Perkembangan tersebut membantu meningkatkan prospek di seluruh kawasan Benua Asia, dengan pertumbuhan akan dipercepat menjadi 4,7 persen tahun 2023 daripada 3,8 persen di tahun 2022. Kondisi tersebut akan menjadikan kawasan Asia menjadi paling dinamis di dunia dan menjadi titik terang dalam ekonomi global yang melambat.

Perekonomian global yang diperkirakan akan melambat tahun 2023 ini, ternyata prospeknya tidak sesuram perkiraan IMF di bulan Oktober 2022, dan dapat menjadi titik balik. Kondisi tersebut terjadi dengan mulai adanya pertumbuhan, meski pun pada titik terendah dan inflasi mulai menurun.  Namun demikian, diperkirakan pertumbuhan akan tetap lemah menurut standar historis, karena perjuangan melawan inflasi dan perang Rusia di Ukraina yang membebani aktivitas perekonomian.

Perekonomian di kawasan Asia, siap tumbuh sebesar 5,3 persen pada tahun 2023 ini. Perekonomian akan mencapai langkah maju ketika gangguan rantai pasokan pandemi memudar dan sektor jasa berkembang pesat. Ekonomi dua negara besar di Asia, yakni China dan India diharapkan akan berkontribusi lebih dari setengah pertumbuhan global tahun 2023 ini. Negara-negara Asia lainnya, seperti Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam semuanya akan kembali ke pertumbuhan prapandemi Covid-19 yang kuat. Dan, akan memberikan kontribusi seperempat tambahan perekonomian global dari kawasan Asia.

Pembukaan kembali ekonomi China secara tiba-tiba telah membuka jalan bagi peningkatan aktivitas yang lebih cepat dari perkiraan yang diterbitkan IMF pada bulan Oktober 2022. China memiliki hubungan perdagangan dan pariwisata yang kuat, sehingga menjadi berita positif bagi Asia. Setengah dari perdagangan kawasan Asia saat ini terkait dengan perdagangan dan pariwisata China.

Analisis IMF dalam Regional Economic Outlook for Asia and the Pacific terbaru (Februari 2023) menunjukkan bahwa, untuk setiap persentase poin pertumbuhan yang lebih tinggi di China, output di seluruh Asia naik sekitar 0,3 persen.

Namun demikian, prospek ekonomi maju Asia lebih beragam, meskipun mendapat manfaat dari perkembangan perdagangan dan pariwisata China. Prospek jangka pendek untuk Jepang lebih kuat, didukung oleh kebijakan akomodatif, pembukaan kembali perbatasan dan perbaikan rantai pasokan.  

Sementara bagi Korea, Singapura, dan Provinsi Taiwan di China, yang memiliki andalan  teknologi, dengan harga microchip yang merosot dan menjadi penghambat ekspor, kemungkinan akan bertahan hingga akhir tahun 2023. Akan tetapi, dengan mulainya pertumbuhan meski di titik terendah di seluruh dunia, maka permintaan eksternal akan menguat menuju tahun 2024 mendatang.

Inflasi Asia yang sempat meningkat secara mengkhawatirkan di atas target bank sentral tahun lalu, diperkirakan akan menjadi moderat. Inflasi yang moderat diperkirakan IMF akan kembali ke target bank sentral tahun depan di tengah meredanya hambatan finansial dan komoditas.

Meredanya kondisi keuangan global menyebabkan dolar AS mulai kehilangan kekuatan. Bank-bank sentral di Asia telah menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi di atas target. Faktor-faktor tersebut telah membantu mata uang Asia pulih, dengan sebagian besar menghapus sekitar setengah dari kerugian tahun lalu. Kondisi tersebut mengurangi tekanan pada harga domestik.

Inflasi di wilayah Asia mulai bergerak ke arah yang benar, namun bank sentral perlu tetap waspada. Inflasi inti masih berjalan di atas target. Kebijakan moneter kalibrasi masih sangat menantang akibat guncangan pasokan besar dan penataan kembali struktural permanen yang terkait dengan pandemi Covid-19.

Sinyal dalam data tentang efek putaran kedua masih beragam. Hal tersebut, meningkatkan ketidakpastian bagi pembuat kebijakan. Inflasi yang terjadi di Jepang masih menjadi risiko dua sisi, namun lebih banyak fleksibilitas dalam imbal hasil jangka panjang akan membantu menghindari perubahan mendadak di kemudian hari.

Image Prakiraan ekonomi Asia yang tercermin dari pertumbuhan GDP Real 2022-2024 (File by Merza Gamal)
Image Prakiraan ekonomi Asia yang tercermin dari pertumbuhan GDP Real 2022-2024 (File by Merza Gamal)

Dinamisme pembaruan ekonomi China dapat memberikan tekanan pada harga komoditas dan jasa global. Tekanan tersebut terutama pada negara-negara yang mengharapkan kebangkitan kembali pariwisata. Dengan demikian, menurut IMF, bank sentral di negara-negara Asia harus melangkah hati-hati dengan menegaskan kembali komitmennya terhadap stabilitas harga.

Harga komoditas yang melonjak setelah invasi Rusia ke Ukraina, telah menekan importir energi Asia awal tahun 2022 lalu. Akan tetapi, pada saat yang sama, melonjaknya biaya pengapalan menaikkan biaya barang impor, dengan dampak yang sangat kuat di Negara Kepulauan Pasifik. Namun, penurunan yang stabil baru-baru ini pada kedua faktor tersebut telah mengurangi tekanan neraca berjalan dan inflasi.

Percepatan pertumbuhan jangka pendek di China yang diperkirakan akan menghasilkan limpahan positif. Namun demikian, apabila terjadi perlambatan di tahun-tahun mendatang akan membebani prospek pertumbuhan di seluruh rantai pasokan Asia yang sangat terintegrasi hingga seluruh dunia. Kondisi tersebut bisa membuat reformasi untuk meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang di seluruh Asia.

Terjadinya defisit fiskal selama pandemi dan suku bunga jangka panjang yang lebih tinggi dalam setahun terakhir menambah beban utang publik. Beberapa negara Asia menghadapi kesulitan utang. Untuk itu, otoritas negara-negara tersebut harus melanjutkan rencana untuk konsolidasi fiskal secara bertahap, dan memastikan bahwa kebijakan moneter dan fiskal tidak bertentangan dengan tujuan kestabilan ekonomi.

Walaupun krisis ekonomi terlihat mereda di kawasan Asia, namun banyak pula negara Asia yang menghadapi kerentanan keuangan yang tinggi. Leverage (hutang) yang tinggi di seluruh sektor rumah tangga dan perusahaan, serta paparan bank yang signifikan terhadap penurunan real estat. Kondisi tersebut menunjukkan terjadinya pertukaran kebijakan yang halus antara mengendalikan inflasi dan memastikan stabilitas keuangan, serta kebutuhan untuk memperkuat kerangka resolusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun