Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

ChatGPT Menggantikan Joki Karya Ilmiah dengan Lebih Canggih

17 Februari 2023   08:52 Diperbarui: 17 Februari 2023   08:53 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjokian di dunia perguruan tinggi sudah terjadi sejak lama. Ketika Kakek Merza masih mahasiswa di era 80'an sudah banyak yang menggunakan jasa joki ilmiah tersebut, dan jarang ketahuan hingga si pengguna joki pun mendapatkan nilai A pada skripsinya dan lulus cumlaude.    

Dalam dunia pendidikan tinggi, selain mahasiswa yang mau mengambil gelar akademik, para dosen pun saat ini mempunyai kewajiban mempublikasikan karya ilmiah berdasarkan jenjang jabatan fungsional yang telah diatur oleh pemerintah, mengacu pada Pasal 4 dan Pasal 8 Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.

Ketika Kakek Merza masih aktif mengelola institusi pendidikan (sekitar 3 tahun) sebagai CEO yang menaungi beberapa lembaga pendidikan, terlihat banyak dosen yang sibuk dengan publikasi karya ilmiah untuk mendapatkan tunjangan profesi dosen di berbagai media seperti jurnal, prosiding, paper, dan lain-lain. Di samping sisi positifnya, sebuah kewajiban karya ilmiah bagi dosen, ada pula sisi negatifnya.

Banyak waktu dosen tersedot untuk memenuhi kewajiban karya ilmiah tersebut untuk mendapatkan jenjang kepangkatan dosen dan tentu saja cuan yang lebih banyak. Akibatnya, dosen lebih disibukkan oleh pemenuhan karya ilmiahnya dibandingkan dengan perhatiannya terhadap perkuliahan para mahasiswanya. Hanya sedikit waktu yang (sebagian) dosen sediakan untuk mahasiswanya.

Image: Saat masih aktif sebagi CEO institusi pendidikan yang menaungi beberapa lembaga pendidikan (by Merza Gamal)
Image: Saat masih aktif sebagi CEO institusi pendidikan yang menaungi beberapa lembaga pendidikan (by Merza Gamal)

Hal yang lebih negatif lagi yang terjadi adalah perjokian ilmiah di antara para dosen. Walau sama-sama dosen, dalam kenyataannya tidak semua dosen mempunyai kemampuan menulis, apalagi menulis karya ilmiah, bahkan bukan sekedar menulisnya saja yang bisa diperjokikan, tetapi lebih jauh lagi hingga kepengaturan seminar agar karya ilmiah tersebut bisa "lolos".

Sejak November 2022, tiba-tiba muncul Generative Artificial Intelligence berwujud ChatGPT (Generative Pretrained Transformer) yang membawa teknologi bantuan ke tingkat yang baru, mengurangi waktu pengembangan aplikasi, dan menghadirkan kemampuan canggih bagi pengguna nonteknis.

Saat ini, ChatGPT menerima begitu banyak perhatian karena merupakan chatbot gratis yang dapat menghasilkan jawaban untuk hampir semua pertanyaan yang diajukan. ChatGPT dikembangkan oleh OpenAI. ChatGPT dianggap sebagai chatbot AI terbaik yang pernah ada saat ini.

ChatGPT merupakan alat ampuh yang dapat menghasilkan teks dalam gaya percakapan berdasarkan masukan yang diberikan. Artinya ChatGPT dapat memberi mahasiswa dan dosen tanggapan yang dipersonalisasi dan waktu nyata untuk pertanyaan dan kebutuhan mereka.

Selanjutnya ChatGPT bisa menulis makalah penelitian atau esai. Mahasiswa atau dosen cukup menyediakan model dengan pernyataan tesis yang diinginkan beserta beberapa poin kunci. ChatGPT akan menghasilkan kalimat-kalimat dan ide berdasarkan masukan yang diberikan. ChatGPT dapat membantu mengatasi blok penulis dan menghasilkan argumen yang lebih orisinal dan bernuansa.

Dengan menggunakan ChatGPT para dosen bisa meninjau sejumlah besar Artikel Akademik untuk menghasilkan ringkasan atau abstrak. Hal tersebut tentu saja dapat menghemat waktu dan tenaga dosen selama berjam-jam. Sehingga, memungkinkan dosen berfokus pada informasi yang paling penting dan relevan.

ChatGPT juga bisa memberikan umpan balik yang dipersonalisasi pada tugas tertulis dengan memberikan saran perbaikan berdasarkan konten yang dikirimkan. Hal tersebut dapat membantu mengidentifikasi area untuk pertumbuhan dan meningkatkan keterampilan menulis.

Munculnya ChatGPT dengan segala kemampuannya bisa menjadi ancaman bagi dunia pendidikan. ChatGPT memiliki potensi untuk menghasilkan informasi palsu dan membantu serta bersekongkol dengan kecurangan di antara pelaku pendidikan baik mahasiswa maupun dosen. Di lain sisi, dengan adanya ChapGPT para joki karya ilmiah bisa kehilangan pekerjaan yang menghasilkan cua yang cukup besar selama ini.

Terjadinya perjokian karya ilmiah ini juga sebagai salah satu akibat dari sistem pendidikan selama ini, terutama untuk mendapatkan titel akademik yang terpaku dengan penulisan skripsi atau tesis tanpa peduli apakah tulisan ilmiah itu bisa diaplikasikan atau merupakan hasil nyata dari sebuah proyek atau program. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa skripsi dan tesis tersebut hanya menjadi pajangan di lemari para alumni dan memenuhi lemari perpustakaan institusi pendidikan tersebut.

Sudah seharusnya untuk kelulusan bagi mahasiswa atau peningkatan cum bagi dosen untuk tidak sekedar membuat tulisan ilmiah, tetapi lebih kepada keberhasilan membuat sebuah program atau proyek yang terbukti bisa diaplikasikan atau diiplementasikan di masyarakat atau dunia kerja.

Beberapa universitas telah melakukan hal tersebut. Demikian pula, beberapa korporasi telah mendirikan corporate university untuk memenuhi kebutuhan mereka mengisi pekerjaan di berbagai unit bisnis mereka. Rata-rata corporate university tersebut tidak memfokuskan pembuatan skripsi atau tesis sebagai syarat kelulusan, tetapi lebih menekankan kepada keberhasilan proyek atau program yang dibuat oleh mahasiswa dan bisa diiplementasikan atau diaplikasikan.

Misalnya, putri sulung Kakek Merza yang kuliah di Universitas milik kelompok usaha, dari semester satu sudah menjalankan magang. Pada umumnya di Universitas, magang baru diakukan di semester akhir sebelum menyusun skripsi. Di tahun kedua, si sulung harus membuat proyek bisnis (si sulung kuliah di Fakultas Bisnis). Anak Kakek Merza tidak membuat skripsi untuk kelulusannya, tetapi cukup membuat summary laporan keberhasilan bisnisnya. Dan proyek bisnis tersebut dipantau dari awal hingga anak saya dinyatakan lulus dan mendapatkan ijazah S1.

Image: Wisuda putri sulung Kakek Merza di sebuah Universitas yang dimiliki kelompok korporasi tahun 2019 (by Merza Gamal)
Image: Wisuda putri sulung Kakek Merza di sebuah Universitas yang dimiliki kelompok korporasi tahun 2019 (by Merza Gamal)

Di samping mendapatkan ijazah S1, si sulung secara parallel juga mendapatkan sertifikat kompetensi dan profesi berupa Certified Event Organiser Qualification dari United Kingdom Event Industry Academy di London yang berlaku bagi si sulung untuk bisa mengerjakan berbagai proyek di Asia Pacific. Meskipun si sulung sempat 3 tahun bekerja menjadi Staff Ahli Muda dengan status Pegawai Pemerintah Non ASN di sebuah Kementerian Strategis, namun proyek bisnis yang dilakukannya bersama beberapa teman kuliah sebagai syarat kelulusan hingga kini terus berkembang menjadi sebuah perusahaan yang memiliki prospek ke depan.

Demikian pula dengan anak Kakek Merza yang bungsu, yang kuliah di sebuah Corporate University di kawasan Bintaro Jaya. Dari semester satu sudah diberi kesempatan bekerja di selah-selah kuliahnya untuk membantu administrasi baik secara offline maupun secara online. Dan, nanti kelulusannya tidak semata-mata membuat skripsi, tetapi lebih dinilai dari pengumpulan poin aktivitas selama kuliah, baik itu berupa magang, kerja part time, dan membuat proyek yang bisa digunakan oleh masyarakat atau korporasi yang menaungi universitas tersebut.

Demikian yang dapat Kakek Merza sharing terkait dengan perjokian ilmiah yang sudah terjadi dari jaman dulu kala dan mendapat saingan dengan munculnya ChatGPT di November 2022 yang lalu.

Terus Semangat!!!

Tetap Semangat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun