Dengan menggunakan ChatGPT para dosen bisa meninjau sejumlah besar Artikel Akademik untuk menghasilkan ringkasan atau abstrak. Hal tersebut tentu saja dapat menghemat waktu dan tenaga dosen selama berjam-jam. Sehingga, memungkinkan dosen berfokus pada informasi yang paling penting dan relevan.
ChatGPTÂ juga bisa memberikan umpan balik yang dipersonalisasi pada tugas tertulis dengan memberikan saran perbaikan berdasarkan konten yang dikirimkan. Hal tersebut dapat membantu mengidentifikasi area untuk pertumbuhan dan meningkatkan keterampilan menulis.
Munculnya ChatGPT dengan segala kemampuannya bisa menjadi ancaman bagi dunia pendidikan. ChatGPT memiliki potensi untuk menghasilkan informasi palsu dan membantu serta bersekongkol dengan kecurangan di antara pelaku pendidikan baik mahasiswa maupun dosen. Di lain sisi, dengan adanya ChapGPT para joki karya ilmiah bisa kehilangan pekerjaan yang menghasilkan cua yang cukup besar selama ini.
Terjadinya perjokian karya ilmiah ini juga sebagai salah satu akibat dari sistem pendidikan selama ini, terutama untuk mendapatkan titel akademik yang terpaku dengan penulisan skripsi atau tesis tanpa peduli apakah tulisan ilmiah itu bisa diaplikasikan atau merupakan hasil nyata dari sebuah proyek atau program. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa skripsi dan tesis tersebut hanya menjadi pajangan di lemari para alumni dan memenuhi lemari perpustakaan institusi pendidikan tersebut.
Sudah seharusnya untuk kelulusan bagi mahasiswa atau peningkatan cum bagi dosen untuk tidak sekedar membuat tulisan ilmiah, tetapi lebih kepada keberhasilan membuat sebuah program atau proyek yang terbukti bisa diaplikasikan atau diiplementasikan di masyarakat atau dunia kerja.
Beberapa universitas telah melakukan hal tersebut. Demikian pula, beberapa korporasi telah mendirikan corporate university untuk memenuhi kebutuhan mereka mengisi pekerjaan di berbagai unit bisnis mereka. Rata-rata corporate university tersebut tidak memfokuskan pembuatan skripsi atau tesis sebagai syarat kelulusan, tetapi lebih menekankan kepada keberhasilan proyek atau program yang dibuat oleh mahasiswa dan bisa diiplementasikan atau diaplikasikan.
Misalnya, putri sulung Kakek Merza yang kuliah di Universitas milik kelompok usaha, dari semester satu sudah menjalankan magang. Pada umumnya di Universitas, magang baru diakukan di semester akhir sebelum menyusun skripsi. Di tahun kedua, si sulung harus membuat proyek bisnis (si sulung kuliah di Fakultas Bisnis). Anak Kakek Merza tidak membuat skripsi untuk kelulusannya, tetapi cukup membuat summary laporan keberhasilan bisnisnya. Dan proyek bisnis tersebut dipantau dari awal hingga anak saya dinyatakan lulus dan mendapatkan ijazah S1.
Di samping mendapatkan ijazah S1, si sulung secara parallel juga mendapatkan sertifikat kompetensi dan profesi berupa Certified Event Organiser Qualification dari United Kingdom Event Industry Academy di London yang berlaku bagi si sulung untuk bisa mengerjakan berbagai proyek di Asia Pacific. Meskipun si sulung sempat 3 tahun bekerja menjadi Staff Ahli Muda dengan status Pegawai Pemerintah Non ASN di sebuah Kementerian Strategis, namun proyek bisnis yang dilakukannya bersama beberapa teman kuliah sebagai syarat kelulusan hingga kini terus berkembang menjadi sebuah perusahaan yang memiliki prospek ke depan.
Demikian pula dengan anak Kakek Merza yang bungsu, yang kuliah di sebuah Corporate University di kawasan Bintaro Jaya. Dari semester satu sudah diberi kesempatan bekerja di selah-selah kuliahnya untuk membantu administrasi baik secara offline maupun secara online. Dan, nanti kelulusannya tidak semata-mata membuat skripsi, tetapi lebih dinilai dari pengumpulan poin aktivitas selama kuliah, baik itu berupa magang, kerja part time, dan membuat proyek yang bisa digunakan oleh masyarakat atau korporasi yang menaungi universitas tersebut.
Demikian yang dapat Kakek Merza sharing terkait dengan perjokian ilmiah yang sudah terjadi dari jaman dulu kala dan mendapat saingan dengan munculnya ChatGPTÂ di November 2022 yang lalu.