Federal Reserve berfokus pada pengaturan bank dan dolar Amerika Serikat, sehingga cryptocurrency umumnya berada di luar lingkup pengaruhnya. Crypto dan Federal Reserve tumpang tindih ketika bank memegang cryptocurrency sebagai aset di neraca mereka. Oleh karena itu, Federal Reserve memutuskan bahwa aset terkait cryptocurrency harus diungkapkan secara terpisah oleh bank. Aktivitas aset cryptocurrency baru oleh perbankan memerlukan pemberitahuan kepada Federal Reserve.
Sebagai strategi penanganan ekonomi Amerika pada masa pandemi Covid-19, Federal Reserve mencetak uang kertas lebih dari USD 3 triliun atau 15 kali dari APBN Indonesia. Pencetakan banyak uang itu dikenal sebagai quantitative easing (QE). Dalam kondisi QE, selain mencetak lebih banyak uang  dan mendistribusikannya, Federal Reserve juga menambahkan obligasi dan instrumen perbendaharaan lainnya ke neraca.
Namun kemudian, pada Juni 2022, tiba-tiba terjadi pengetatan kuantitatif/quantitative tightening (QT) ketika Federal Reserve menghentikan pencetakan uang. Federal Reserve Amerika Serikat memulai proses memangkas kembali neraca $9 triliunnya yang menggelembung dalam beberapa tahun terakhir. Â
Dimulai pada Maret 2020, dampak QE atau mencetak uang pada pasar crypto sangat dramatis. Sebagian uang yang dicetak(10-15%) dibelikan cryptocurrency, sehingga pasar crypto yang merana hingga 2019 dan awal 2020, menjadi bersemangat dimulai pada akhir Maret 2020 ketika mesin pencetak uang menyala. Kapitalisasi pasar crypto total melonjak dari $162 miliar pada 23 Maret 2020, ke puncak lebih dari $3 triliun November 2021u.
Pada jangka waktu yang sama, neraca Federal Reserve meningkat 2,1 kali lipat dari $4,17 triliun pada 1 Januari 2020, menjadi $8,95 triliun pada 1 Juni 2022, dan merupakan tingkat kenaikan tercepat sejak krisis keuangan global terakhir yang dimulai pada tahun 2007.
Namun euforia tersebut tidak terlalu lama, ketika Federal Reserve kembali mengetatkan likuiditas pada Juni 2022, sekaligus mengakhiri pertumbuhan yang belum pernah terjadi di pasar crypto. Dengan demikian, dunia crypto pun kocar-kacir.
Mengapa bisa terjadi hal yang demikian?
Cryptocurrency, seperti bitcoin yang semakin popular dianggap menjadi ancaman dari kejayaan dollar di masa depan. Dan, hal itu bukan hanya sekedar masalah mata uang, tetapi menyangkut kedaulatan negara dan kekuatan Amerika sebagai negara adidaya bisa luntur.
Menurut banyak pakar, pencetakan uang berbasis short selling crypto merupakan taktik untuk memukul cryptocurrency sebagai musuh dollar. Uang beredar dijadikan sebagai alat untuk meningkataan produksi serta kebutuhan yang merupakan bagian dariperang currency dan pentingnya perang untuk survival of the nation. Dan perang itu, di jaman setelah perang dingin usai di tahun 1991 dengan bubarnya Uni Soviet, bukan lagi perang fisik secara militer, tetapi perang ekonomi dan currency.
Bagaimana pendapat para Kompasianer?Â