Sektor edtech (educational technology) dewasa ini berkembang secepat pertumbuhannya, walau di Indonesia ada berita buruk tentang PHK masal Ruang Guru yang merupakan start up edtech terkemuka Indonesia dalam 8 tahun terakhir, pada bulan November 2022 yang lalu.
Menurut Crunchbase, total pendanaan startup Ruang Guru saat ini mencapai $205,1 juta. Bahkan, Tech in Asia melaporkan bahwa Ruang Guru menghasilkan keuntungan besar  di tahun 2020. Dari laporan keuangan, Ruang Guru menghasilkan pendapatan sebesar $63 juta di tahun 2020 dan laba usaha mencapai sebesar $1,8 juta.
 Sebenarnya, Ruang Guru selangkah lagi akan mendapatkan predikat unicorn. Sebagai starup, posisi ruang Guru telah melampaui angka standar $800 juta. Untuk mendapatkan predikat unicorn, Ruang Guru hanya membutuhkan $200 juta lagi.
Alasan Ruang Guru melakukan PHK masal karena situasi pasar global memburuk. Dalam berbagai media, CEO Ruang Guru memandang ada kekeliruan kebijakan dalam proses rekrutmen yang terlalu besar dan cepat pada saat awal pandemi.Â
Kebijakan tersebut mereka ambil lantaran terdapat peningkatan permintaan yang cukup signifikan atas layanan Ruang Guru. Akan tetapi, kondisi ekonomi global yang tidak menentu, ditambah lonjakan inflasi dan suku bunga, membuat iklim investasi dunia memburuk, yang pada akhirnya berdampak terhadap perusahaan, sehingga Ruang Guru mengambil kebijakan PHK masal.
Namun demikian, Ruang Guru tetap optimis dengan prospek, kesempatan, dan posisi unik yang dimiliki mereka sebagai edtech company. Menurut CEO, Ruang Guru ke depan akan terus memberikan akses terhadap layanan pendidikan berkualitas bagi semua.
Secara global, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pertumbuhan pesat di segmen pendidikan hingga pekerjaan di sektor edtech yang melayani pelajar dewasa. Penilaian untuk perusahaan edtech sebagai jembatan dunia pendidikan ke dunia kerja telah mengalami perjalanan bagaikan roller coaster. Perusahan edtech telah menarik masuknya modal dalam jumlah besar, ribuan pemain baru memasuki lapangan, dan investor baru mempertanyakan seperti apa model bisnis yang dapat diskalakan dan menguntungkan di luar angkasa. Sekarang ada puluhan startup edtech "unicorn" dengan valuasi di atas $1 miliar.
Berkat perubahan teknologi yang cepat dan digitalisasi perusahaan, banyak perusahaan edtech ingin terus meningkatkan tenaga kerja mereka. Pada saat yang sama, akses broadband menjadi lebih terjangkau, dan teknologi pendidikan jarak jauh menjadi lebih maju. Kondisi tersebut membuat booming sektor edtech. Pemodal ventura (VC= Ventura Capital) tidak ragu menginvestasikan $20,8 miliar di sektor edtech secara global pada tahun 2021 atau lebih dari 40 kali jumlah yang diinvestasikan pada tahun 2010.
Di sisi lain, valuasi publik mendingin, tetapi perusahaan swasta masih meningkatkan modal dengan kelipatan pendapatan dua digit. VC terus berbondong-bondong membiayai edtech karena profesor, administrator, mahasiswa, dan karyawan semakin nyaman dengan teknologi pendidikan selama pandemi. Menurut kajian McKinsey dan Gallup, kebiasaan belajar online akan tetap ada dan menjadi kebiasaan baru pada tatanan pasca pandemi Covid-19.
Laporan keuangan di berbagai  edtech company menunjukkan bahwa biaya penjualan dan pemasaran berkisar antara 20 hingga 60 persen dari pendapatan dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan edtech tentu saja ingin nilai seumur hidup pelanggan mereka melebihi biaya untuk mengakuisisi mereka.
Saat perusahaan edtech mencari cara yang berkelanjutan untuk menurunkan masalah di seluruh industri dengan biaya akuisisi pelanggan (CAC= Customer Acquisition Costs) yang tinggi, beberapa edtech company beralih ke pola M&A (Merger & Acquisition) dengan harapan mencapai skala ekonomi.