Kata manajer program kerjasama antar lembaga Deutsche Bank kepada kami, Kerjasama dengan negara-negara Asia Pacific dengan pendanaan melalui Asia Development Bank ini menjadi hal yang penting bagi pemerintah Jerman untuk ikut membangun masa depan bumi yang lebih baik dengan mengurangi emisi CO2 dan menyelamatkan lapisan ozone di permukaan bumi.
Pemerintah Jerman telah merancang pembangunan ekonomi, sosial dan ekologi yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perhatian terhadap lapisan ozone, iklim dan keanekaragaman hayati mencerminkan tanggung jawab Jerman sebagai negara industri dan berkembang untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Pendekatan tindakan juga dalam kebijakan lingkungan Jerman. Dengan strategi aksi kebijakan lingkungan yang menghubungkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi, Jerman mewujudkan konsep yang layak untuk masa depan yang mempertimbangkan tanggung jawab Jerman sebagai mitra dalam kerja sama global.
Ekonomi sirkular yang kompatibel dengan lingkungan, tanggung jawab produk yang komprehensif, dan pencemar membayar biaya penggunaan lingkungan adalah tujuan desain penting dari strategi nasional ini untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan di Jerman. Standar tinggi dan nilai batas yang ketat telah diterapkan di Jerman sejak tahun 1980-an dalam pengendalian polusi udara, perlindungan air, dan banyak bidang lingkungan lainnya, membentuk dasar perlindungan lingkungan yang efektif. Fokus aksi, di tahun 1990-an, adalah integrasi lebih lanjut perlindungan lingkungan di semua bidang aksi dan politik.
Aku benar-benar mendapatkan sesuatu yang baru selama di Jerman. Jika saat di Singapore lebih banyak bicara sistem keuangan dan mekanisme pembiayaan dari bank kepada proyek rehabilitasi lingkungan yang akan didanai, maka di Jerman banyak belajar untuk memahami manajemen perlindungan lingkungan itu sendiri.
Aku sangat berharap apa yang aku pelajari selama di Jerman, dapat aku terapkan dengan baik. Aku sadar kondisi di Jerman sangat jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia tanah airku.
Di Jerman, semua sudah tersistem dan teratur. Lebih jauh dari itu semua aparatnya bekerja sesuai dengan SOP dan memenuhi azas-azas GRC (Governance, Risk, Compliance) dengan baik. Sementara pengalamanku mengelola kredit program (setahun sebagai assistance manager dan hampir setahun sebagai manager) banyak membuatku harus mengurut dada.
Di lapangan, tidak mudah menerapkan segala azas-azas GRC yang digunakan oleh negara-negara maju seperti Jerman. Tidak sedikit program-program pembiayaan yang dibiayai dari program pemerintah dan lembaga-lembaga donor tidak berjalan semestinya. Banyak main mata yang terjadi antara pengelola proyek dengan oknum-oknum petugas pemerintah yang seharusnya mengawasi kelancaran proyek-proyek tersebut. Dan tidak sedikit akhirnya proyek itu macet, dan pemerintah harus mengganti dana tersebut untuk mengembalikannya kepada lembaga donor pada saat jatuh tempo.
Sebagai anak muda, aku ingin ada perubahan, walau hal itu sangat berat untuk terjadi. Namun aku yakin, bahwa negeriku bisa berubah jika semuanya ingin berubah dari dirinya masing-masing. Aku selalu mendengarkan nasehat Ibu untuk menjadi anak muda pelopor perubahan untuk negeri tercinta Indonesia Tanah Airku.
Ibu selalu bercerita, bagaimana almarhum Ayah sepulang dari Jerman mengabdikan dirinya sebagai dokter sukarelawan negara untuk memberantas wabah malaria yang banyak menyerang berbagai pelosok negeri saat itu, bahkan Ayah mengantarkan nyawanya saat berjuang untuk memberantas malaria. Ayah pun meninggal dunia karena malaria yang menyerangnya ketika sedang menyelamatkan banyak nyawa akibat wabah malaria.
Aku selalu terpesona dan penuh semangat mendengar cerita Ibu tentang almarhum Ayah sebagai seorang dokter sukarelawan negara. Oleh karena itu, aku selama ini tidak pernah membayangkan bahwa Ayah adalah seorang keturunan Jerman seperti terungkap lewat pembicaraan teleponku dengan Tante Nuniek.