Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Misteri Bankir Kembar Antar Bangsa (Bagian ke-17)

9 Desember 2022   07:01 Diperbarui: 9 Desember 2022   07:11 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Misteri Bankir Kembar Antar Bangsa (Bagian ke-17) - Grafis olahan Merza Gamal

Pulang dari lapangan golf sudah agak siang, dan sudah masuk waktu makan siang. Mama dan Vera sudah menanti kami di ruang keluarga.

Mama pun berseru melihat kehadiran kami, "Ayo kita makan siang, Mama dan Vera sudah menunggu kalian."

Kami pun segera menuju ruang makan. Mungkin karena lapar setelah bermain golf, aku pun makan dengan lahapnya. Mama terlihat senang melihat aku makan dengan lahap. "Ow senangnya Mama, Morgan suka dengan Rinderbrateneintopf masakan Mama," seru Mama sambil menyorongkan lagi makanan itu ke piring di depanku.

Rinderbrateneintopf adalah sup daging lezat yang direndam dalam cuka dan berbagai bumbu dan disajikan dengan kentang rebus dan kubis merah. Kata Mama, lezatnya sup daging sapi tradisional Jerman ini adalah proses pengasinan yang membutuhkan waktu beberapa hari sebelum diolah menjadi sup.

Setelah Mama menambahkan sup daging itu, Vera pun mengambil hidangan lain dan menaruh di sebuah piring lain, "Bruder Morgan harus makan masakan Vera hari ini. Ini bukan spaghetti seperti yang Vera masak saat kita di Frankfurt, tapi ini adalah Ksesptzle khas Jerman." Wah, perutku bisa meledak jika makan seperti ini.

Ksesptzle masakan Vera juga sangat lezat. Masakan itu mirip mie atau spaghetti khas Jerman yang dikenal sebagai Sptzle yang dicampur dengan keju parut (Emmenthaler) dan bawang goreng.

Belum lagi desert yang sayang jika tidak dimakan untuk menutup makan siang ini, yaitu Spaghetti-Eiscreme. Hidangan penutup tradisional Jerman ini mirip spaghetti dengan banyak saus tomat. Namun itu bukan pasta spaghetti, tetapi adalah es krim vanila dengan krim buah di atasnya. Wadaw nikmatnya...!!!

Waw, aku benar kenyang menikmati makan siang kali ini. Setelah piring-piring dibereskan semua oleh Haushaltsdiener, masih ada lagi kopi yang dituangkan olehnya. Bagi kebanyakan orang Jerman, setelah menyantap hidangan daging biasanya disertai dengan bier. Siang ini dan juga selama aku di rumah keluarga Gustav hanya Papa saja yang minum bier.

Gustav ikut minum kopi seperti yang dihidangkan untukku. Dia tidak ikut minum bier seperti Papa. Sejak aku mengatakan aku tidak minum bier ketika Gustav memberikan bier kepadaku di kamar hotel di Singapore, dia tidak pernah kulihat minum bier di hadapanku. Katanya, dia menghormati keyakinanku yang tidak minum alcohol untuk juga tidak minum alcohol jika ada di sampingku. Berbagai acara makan bersama selama di Singapore dan juga di Jerman yang kami ikuti, Gustav tidak menyentuh bier, wine, dan minuman beralkohol lainnya.

Aku benar-benar dibuat kagum dengan perhatian Gustav kepadaku sebagai saudara kembarnya. Dia begitu gigih untuk meyakinkanku sebagai saudara kembarnya yang hilang selama ini di setiap kesempatan. Dan batinku, semakin luluh mengalahkan logikaku yang menyatakan bahwa aku bukan saudara kandungnya. Aku adalah anak Indonesia dari Ibuku Sundari Sunarko, dan Gustav anak seorang wanita Jerman.

Sore ini Vera pun kembali ke Heidelberg mengakhiri akhir pekannya di rumah keluarga mereka. Sore itu Papa pun meminta aku menemaninya berenang di kolam renang rumah. Di sela-sela berenang ada saja cerita Papa kepadaku. Tentang perekonomian dunia, tentang trend mobil saat ini, dan juga kondisi Jerman setelah runtuhnya Tembok Berlin, termasuk melemahnya blok Timur serta ramalan Uni Soviet segera bubar setelah adanya upaya kudeta terhadap pemerintahan Mikhail Gorbacev pada Agustus yang lalu (di kemudian hari, 26 Desember 1991 Uni Soviet benar-benar bubar).

Papa pun sempat menanyakan kepadaku, apakah aku tidak berminat untuk melanjutkan pendidikanku dalam bidang Manajemen dan Keuangan Lingkungan di Jerman, mumpung aku masih muda. Katanya jangan terlena dengan jabatan manajer yang sudah aku pegang saat ini karena ke depan perkembangan dunia akan sangat signifikan dan para senior manajer harus memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari kondisi sekarang.

Aku hanya tersenyum mendengar kata-kata Papa agar tidak terlena dengan jabatan manajerku di sebuah bank nasional di Indonesia Tanah Airku saat ini dalam usia muda. Papa melanjutkan, jika aku sudah memikirkan hal tersebut dan berminat untuk melanjutkan pendidikanku di Jerman, Papa akan membantuku sepenuhnya.

Aku tambah terharu dengan perhatian Papa terhadapku. Dia sudah benar-benar mengangapku sebagai saudara kandung kembar Gustav, anak sambung dari istrinya. Walaupun aku menyatakan aku bukan saudara kandung Gustav, tetapi aku akan menganggap mereka adalah bagian keluargaku. Aku masih percaya dengan dokumen-dokumen yang terkait tentangku dan meyakini cerita Ibu bahwa aku adalah anak kandungnya.

"Wah, mantab tuh jika Morgan menerima tawaran Papa untuk kuliah di Jerman. Dan ketemu gadis Jerman, lalu kita bikin acara pernikahan bersama di sini," Gustav mulai menyerocos setelah mendengar perkataan Papa yang menawarkan aku kuliah di Jerman.

"Ngaco kamu Gustav," sergahku sambil melototkan mata ke arahnya. Gustav pun tertawa melihat gayaku, "Morgan wurde immer lustiger, wenn er so starrte."

Hari mulai gelap, kami pun menyelesaikan berenang dan masuk ke ruang sauna, lalu masuk ke rumah dan berlanjut ke kamar masing-masing untuk mandi. Dan Mama berseru untuk tidak lama-lama di kamar dan segera makan malam di ruang makan.

Malam itu kami di meja makan hanya berempat sebab Vera sudah kembali ke Heidelberg sore tadi karena besok Vera sudah kembali menjalankan kewajibannya sebagi calon dokter di Fakultas Kedokteran Heidelberg.

Senin pagi, aku pun melanjutkan kegiatan magangku di Kantor Cabang Stuttgart bersama empat peserta dari negara Asia lainnya didampingi Gustav sebagai Buddy dari Kantor Pusat Deutsche Bank. Tak terasa sore ini kegiatan magang di Stuttgart selesai sudah, dan besok pagi kami akan menuju Frankfurt untuk selanjutnya belajar untuk memahami lebih lanjut proses pembiayaan proyek rehabilitasi lingkungan yang menjadi kerjasama negara-negara Asia Pacific melalui Asian Development Bank dengan Pemerintah Jerman melalui Deutsche Bank.

Aku memang punya keinginan untuk melanjutkan Pendidikan Master ku, karena seperti kata Papa, jangan terlena dengan jabatan sekarang. Akan tetapi dengan aku dipercaya untuk beberapa proyek kredit program ditambah dengan mengikuti kegiatan training dan magang selama hampir dua bulan di Singapore dan Jerman rasanya tidak mungkin tiba-tiba aku pamit ke  kantor untuk melanjutkan Pendidikan.

Ya, andai pun aku kuliah lagi, paling juga aku akan mengambil kuliah S2 di perguruan tinggi Indonesia tanah airku.

Saat pulang dari kantor menuju rumah, di mobil Gustav pun menyinggung masalah tawaran Papa untuk melanjutkan kuliah Manajemen dan keuangan Lingkungan di Jerman. Kata Gustav, Jerman adalah negara yang paling peduli dan paling siap dalam pengembangan ekonomi hijau dan pengurangan emisi CO2 di dunia untuk mengantisipasi climate change yang sudah mulai terasa di muka bumi.

Perusahaan mobil tempat Papa bekerja juga sedang mengembangkan mobil ramah lingkungan. Perusahaan Papa juga banyak memberikan beasiswa kepada anak-anak muda Jerman dan berbagai negara lain untuk mendalami pengembangan ekonomi hijau dan penangulangan efek rumah kaca serta pengurangan emisi CO2 di muka bumi ini.

Aku hanya tersenyum mendengarkan semua penjelasan Gustav. Tiba-tiba pikiran kurang baik berkecamuk di otakku. Jangan-jangan jika aku menerima tawaran melanjutkan kuliah di Jerman, lalu setelah lulus akan dibujuk lagi untuk kerja di Jerman. Dan, ini semua konspirasi keluarga mereka merayuku untuk kuliah di Jerman dan menjadikan aku sepenuhnya keluarga mereka dengan memisahkan aku dengan ibuku...

Bersambung...

Kisah berseri ini  merupakan lanjutan dari  "Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku" (Bagian ke-16). Semoga maklum adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun