Paginya, seperti biasa jam lima aku sudah terbangun oleh bel weker yang aku stel. Aku pun mejalankan aktivitasku seperti biasa setelah bangun tidur. Mandi, shalat, berdoa dan membaca beberapa ayat Al Quran.
Belum jarum jam menunjukkan pukul 6, Gustav sudah mengetuk pintu kamar, dan mengajak segera berangkat untuk bersepeda di Lembah Neckar. Setelah siap-siap, kami pun berangkat dengan sebuah mobil jenis jip merek keluaran pabrik mobil Jerman ternama dengan membawa dua sepeda sport.
Sekitar satu jam kami bersepedaan di seputaran Lembah Neckar yang indah dan asri. Selesai sepedaan, Gustav mengajakku singgah di sebuah kedai coffee menikmati secangkir kopi hangat dan apfeltaschen (sejenis apple pie khas Jerman) serta schoko schnecken (roti gulung berlumur cokelat).
Setelah itu, kami langsung pulang, jam sudah menunjukkan pukul 10. Terlihat Mama turun bersama seorang pemuda dari mobil di beranda rumah. "Itu Alfred, ponakan Mama yang setiap hari Minggu membawa dan menemani Mama ke gereja," terang Gustav menunjuk pemuda itu.
Setelah mobil parkir, kami menyusul Mama yang telah duduk di ruang tengah bersama Alfred pemuda itu. Aku pun mengulurkan tangan kepadanya sambil berucap, "senang bertemu denganmu Alfred."
Alfred menyambut tanganku dan berucap, "puji Tuhan, akhirnya Morgen saudara kembar Gustav bisa ditemukan setelah dewasa." Waw, Alfred juga ikut-ikutan menjustifikasi aku seakan benar keluarga kandung Gustav.
Lalu, Alfred bercerita, bahwa dia setiap Minggu membawa Mama ke Gereja karena anak-anaknya tidak ada yang mau menemani Mama ke gereja menemui juru selamat. Gustav hanya tersenyum lebar mendengar kata-kata Alfred.
Setelah Alfred pamit, aku dan Gustav menuju ke atas untuk mandi dan istirahat sejenak sebelum makan siang. Papa masih belum pulang dari golf bersama koleganya. Sementara Vera sedang di kamar mengerjakan sebuah paper kata Mama.
Ketika sampai di atas, aku bertanya pada Gustav, "mengapa Gustav tidak pernah menemani Mama ke Gereja, bukankah seorang Ibu akan senang jika beribadah bersama anaknya?" Gustav tertawa sambil melengos mendengar pertanyaanku. Oh, aku lupa, bahwa masalah agama sangat privasi bagi orang Barat.
"Aku seorang Anostik, tidak meyakini suatu agama yang mengatur kehidupan orang di dunia ini," Gustav mulai bersuara.
"Apa itu Anostik?" tanyaku penasaran karena baru mendengarkan istilah tersebut. "Apakah sama dengan Atheis?" lanjutku, karena setahuku memang sebagian orang Jerman, terutama yang berasal dari Timur adalah penganut Atheis.