Saat Ayah dan Mama  Gustav bercerai, bayi kembar itu baru berumur 3 bulan. Mereka pun membagi bayi tersebut, Gustav tinggal bersama Mama, dan Morgen dibawa oleh Ayahnya ke Heidelberg. Setelah itu Mama seakan lega dengan hanya mengasuh satu anak, dan seakan tidak peduli dengan Morgen yang sudah dibawa oleh Ayahnya.
Setahun setelah bercerai, Mama pun menjalin hubungan cinta dengan Papa. Setelah berpacaran selama satu tahun, kemudian mereka pun menikah. Beberapa tahun setelah menikah, baru mereka dikaruniakan bayi perempuan, yaitu Vera saat Gustav telah berusia lima tahun. Â
Ketika Vera berulangtahun pertama, tiba-tiba Mama merasa kehilangan sesuatu, yaitu perasaan menyesal telah mengabaikan satu anak kandungnya. Kemudian Mama menceritakan perasaannya kepada Papa. Lantas, Papa pun mengajak Mama untuk mencari jejak Morgen dan Ayahnya. Ketika mereka menghubungi Universitas dan Rumah Sakit tempat Ayah Gustav dan Morgen bertugas, ternyata sudah tidak ada lagi di sana sejak tahun 1967. Keterangan yang mereka peroleh, Ayah Gustav telah pindah ke luar negeri.
Setelah mendengar kisah yang diuraikan Mama dengan bantuan terjemahan dari Gustav, aku menjadi semakin penasaran dengan almarhum Ayahku. Tadi di telepon Tante Nuniek bilang bahwa Ayah adalah keturunan Jerman, tapi di dokumen-dokumen yang pernah aku lihat saat mengurus kuliahku dulu, almarhum Ayah adalah seorang warganegara Indonesia beragama Islam.
Oh, aku ingin segera menyelidikinya, dan ingin kembali menelepon Tante Nuniek. Namun, aku juga segan dengan keluarga Gustav jika langsung menelepon hari ini, meski tadi Papa sudah bilang jika perlu telepon gunakan saja sesukaku. Apalagi jika menelpon sekarang, di Jakarta sudah hampir jam 11 malam.
Tiba-tiba, kami bertiga dikejutkan oleh kehadiran Papa, dan langsung mengajak aku dan Gustav untuk ikut menonton laga Stuttgart dengan FC Cologne yang diselenggarakan di Koln melalui siaran langsung TV.
Saat menonton pertandingan Bundesliga di TV, berbagai makanan kecil terhidang di meja di di theatre room rumah itu. Aku lihat ada brownies dan black forest kesukaanku yang sering dibuatkan Ibu saat akhir pekan jika kami berdua di rumah. Aku mencoba menikmati laga bola tersebut, sambil masih penasaran dengan siapa Ayahku setelah mendengar cerita Mama.
Pertandingan pun usai sudah dengan kedudukan imbang 1-1 untuk Stuttgart dan FC Cologne. Terlihat Papa agak kecewa karena Stuttgart tidak bisa menang, padahal seharusnya sedikit lagi Stuttgart bisa menang menurut Papa.
Kemudian kami pun beranjak dari theatre room, Mama dan Vera sudah menunggu di ruang makan untuk diner. Aku pun ikut menuju ruang makan, dan kembali penasaran untuk ingin segera tahu siapa almarhum Ayahku sebenarnya dan mencocokkannya dengan cerita Mama.
Ibu tidak pernah bercerita apa-apa tentang latar belakang Ayah, selain mengatakan Ayah adalah seniornya di Fakultas Kedokteran, kemudian mereka menikah di Jerman, dan pulang ke Indonesia.  Ayah  menjadi dokter sukarelawan untuk penanggulangan malaria di berbagai pelosok negeri Indonesia, dan Ibu menjadi dokter di rumah sakit pemerintah di Jakarta.
Aku harus segera mencari tahu untuk menghilangkan rasa penasaranku terhadap siapa aku sebenarnya.