Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-11)

2 Desember 2022   06:50 Diperbarui: 2 Desember 2022   06:55 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berbicara ngalor ngidul,basa basi, akhirnya aku memberanikan diri bertanya, "Tante, ketika Morgan lahir, tante ikut nungguin Ibu ngak?"

"Ya, enggaklah kan Morgan lahir di Jerman. Ibu membawamu pulang setelah Morgan berusia sekitar dua tahun," hmm ini kuncinya pikirku.

"Jadi waktu Ibu menikah di Jerman, keluarga ngak ada yang tahu?", aku bertanya dan berusaha tenang.

"Ibu bersurat kepada Eyang Tono (ayahnya Tante Nuniek) menyatakan dia telah menemukan jodohnya di Jerman  dan merasa sudah saatnya harus menikah untuk menghindarkan fitnah sebagai seorang wanita dewasa yang seorang diri negeri orang," terang Tante Nuniek.

"Mengapa, tiba-tiba Morgan menanyakan ini? Apakah orang-orang di sana tidak percaya Morgan dari Indonesia karena mirip banget sama orang londo?", Tante Nuniek terlihat mulai penasaran.

"Iya Tante, mereka bilang, Morgan mirip seperti mereka, tidak kelihatan sama sekali kalau orang Asia," kataku.

"Iya, Ayah Morgan kan keturunan Jerman, dan wajah Morgan persis Ayah, tak menyisakan tempat sama sekali untuk wajah Ibu," sambut Tante Nuniek.

Ini satu lagi kunci yang kudapat dari Tante Nuniek. Aku merasa cukup dulu mengorek keterangan dari Tante Nuniek. Dua kunci ini sangat berharga bagiku untuk menelusuri siapa aku sesungguhnya.

Aku pun mengakhiri pembicaraan telepon dengan Tante Nuniek dan berpesan kepadanya untuk tidak bercerita pada Ibu mengenai pertanyaanku tentang kelahiranku dan perkawinan Ayah dengan Ibu dengan alasan nanti akan membuat Ibu sedih teringat almarhum Ayah.

Selesai menelpon, aku pun kembali bergabung dengan keluarga Gustav. Terlihat Papa dan Gustav sedang main catur ditemani Mama dan Vera di sebelah mereka. Lalu, Papa pun berseru, "biar Morgan gantikan Gustav, Papa mau juga coba lawan Morgan," dan Gustav pun berdiri mempersilahkan aku menggantikannya menghadapi Papa bermain catur.

Sambil main catur, pikiranku kembali menerawang. Berarti, Surat Tanda Kenal Lahir yang dibuat di Pengadilan Negeri itu tidak sepenuhnya benar. Sesuai keterangan Tante Nuniek tadi, ketika Ibu pulang ke Indonesia membawa aku yang masih bayi berusia dua tahunan. Lalu Ayahku memang keturunan Jerman. Aku mesti cari tahu mengapa di surat kematian Ayah disebutkan bekewarganegaraan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun