Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-10)

1 Desember 2022   06:55 Diperbarui: 1 Desember 2022   06:57 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-10) - Dokpri

Di sela-sela kami berenang Gustav mengingatkanku, "Morgan belum telepon Ibu, memberitahu sudah di Stuttgart kan?" aku terkesima dengan perhatian Gustav yang sedemikan detil dengan apa yang aku lakukan selama bersama dia sejak di Singapore lebih sebulan yang lalu. "Morgan di sini tidak perlu ke kantor telepon, nelponnya di sini saja, bebas berapa lama Morgan mau," lanjut Morgan.

"Bukan begitu Papa?" Gustav seakan meminta validasi Papanya atas apa yang dia sampaikan kepadaku. Papa mengangguk sambil tersenyum lebar.  

Kemudian, kami pun menyelesaikan kegiatan berenang kami, dan ketika aku akan berbilas. Gustav mengajak ke sebuah ruangan terlebih dahulu, rupanya itu adalah ruang sauna keluarga. Wah, rumah keluarga Gustav benar-benar menyenangkan dan lengkap. Berada di sini, benar-benar serasa menikmati akhir pekan dengan segala fasilitasnya.

Selesai semua itu, kami pun masuk ke dalam rumah. Vera pun sudah memanggil untuk langsung menuju ruang makan. Berbagai hidangan untuk sarapan sudah tersedia di meja makan yang bergaya neo klasik itu.

Jika tadi malam, suasana makan malam begitu dingin dan agak "mencekam", pagi ini suasana makan sudah mencair dan banyak canda tawa di sana. Aku pun seperti orang yang bisa berbahasa Jerman. Kata-kata Ibu yang sering menyelipkan Bahasa Jerman kala di Indonesia pun tiba-tiba mejadi sesuatu yang akrab di telingaku.

Setelah semua makanan dicicipi, Papa pun mengajak kami beranjak ke ruang keluarga. Lalu aku mencolek Gustav, untuk menujukkan tempat aku bisa menelepon ibuku di Jakarta. Gustav pun membimbingku ke sebuah pojok ruangan yang ada telepon di atas sebuah meja dengan sofa dengan sandaran tinggi hingga di atas kepala.

Setelah menerangkan segala sesuatu tentang menggunakan telepon dan posisi duduk yang enak kala menelepon, Gustav pun meninggalkanku.

Kala telepon tersambung, terdengar suara Ibu, "Morgan dimana sekarang? Masih di Heidelberg, atau sudah di Stuttgart...?"

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun