Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-10)

1 Desember 2022   06:55 Diperbarui: 1 Desember 2022   06:57 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa aku terlelap sudah, dan terbangun oleh dering weker pas jam lima pagi. Aku pun turun dari ranjang, membersihkan diri di kamar mandi, dan bersiap shalat subuh. Dalam doa sehabis shalat aku mohonkan kepada Allah untuk senantiasa menjaga diriku dengan kasih sayangNya. Dan, aku mohonkan apa pun yang terjadi pada diriku, itulah yang terbaik dari Allah untuk kehidupanku hingga hari akhir.

Selesai shalat dan berdoa, aku keluar kamar, tetapi belum terlihat aktivitas di sana. Dan aku kembali melangkah ke kamar. Tetapi, sebelum aku melangkah ke kamar terdengar suara wanita memanggilku, "Morgan, komm runter, komm mit Mom her."

Aku merasa suara itu mirip suara Ibu jika memanggilku turun ke bawah untuk duduk bersamanya. Aku pun turun, dan duduk di atas sofa di sampingnya. Wanita itu memegang tanganku, dan mengelus lembut ujung jariku, kemudian tangannya meraba pipiku. Terlihat kerinduan yang dalam di wajahnya, dan aku pun membiarkan diriku dijamah olehnya.

Batinku berkata, biarlah aku membahagiakannya, agar dia merasa bertemu anak kandungnya yang hilang selama ini akibat keegoisannya di masa muda membiarkan satu anak kembarnya dibawa mantan suaminya karena keinginannya untuk menuruti nafsu mudanya ketika itu. Semoga Ibuku di Jakarta bisa menerima semua ini. Rasa ketakutan Ibu akan kehilanganku, tak akan terjadi.

Walaupun, seandainya, ternyata aku memang bukan anak Ibuku, tetapi dialah yang mengasuhku dari kecil, bahkan dia tidak mau menikah lagi setelah Ayah meninggal karena takut setelah menikah kasih sayangnya kepadaku harus berbagi. Oh, betapa mulianya hati ibuku...

Wanita itu terus membelaiku, seakan aku anak kecil yang ingin dia manja-manjakan di pagi ini. Aku dengarkan semua apa yang dia sampaikan, walau aku tidak begitu mengerti Bahasa Jerman. Ibu tidak pernah mengajarkan Bahasa Jerman, tetapi seringkali beberapa kosa kata Jerman terlontar dari mulut Ibu. Maklumlah Ibu delapan tahun tinggal di Jerman. Ibu sama sekali tidak mengajarkaku Bahasa Jerman, malah Ibu mengajarkan bahsa Inggris kepadaku.

Tiba-tiba tak kusadari Gustav telah ada di depan kami, "cie, manja-manja sama Mama nih, godanya dalam Bahasa Jerman. Kemudian Gustav duduk di sebelah kiri Mama, dan tangannya memeluk Mama, sementara tangan Mama memelukku.

Tak lama kemudian Papa dan Vera bergabung. Aku pun merasa seperti sedang berada dalam sebuah keluarga harmonis yang menyayangiku dan saling menyayangi satu dengan lainnya. Rasa penasaran yang menyergapku tadi malam, seakan lenyap sementara ini.

Mereka berbicara Bahasa Jerman seolah aku bisa berbahasa Jerman. Namun sesekali, Gustav dan Vera, juga Papa menyelingi dengan Bahasa Inggris jika terlihat aku agak bengong.

Papa pun bertanya kepada Gustav, "hari ini, Gustav mau bawa Morgan jalan kemana?" Tapi sebelum Gustav menjawab, Mama sudah menyatakan hari ini kita bersama-sama di rumah saja menikmati kebersamaan yang tiba-tiba muncul bersama keajaiban.

Rupanya, Mama sudah menyiapkan segala sesuatu mulai dari sarapan hingga diner di rumah malam ini. Papa mengajak aku dan Gustav berenang dulu sebelum sarapan di halaman samping, sambil Mama dan Vera mempersiapkan hidangan untuk sarapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun