Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PK Ojong dan Jakob Oetama, Duo Legenda Rendah Hati Pendiri Kompas Gramedia

20 November 2022   16:45 Diperbarui: 20 November 2022   16:54 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: PK Ojong dan Jakob Oetama, Duo Legenda Rendah Hati Pendiri Kompas Gramedia (diolah oleh Merza Gamal)

Saat ini, siapa tidak kenal dengan Kompas Gramedia Group (disingkat KG Group), sebuah raksasa kelompok media yang merambah berbagai bisnis. KG Group adalah perusahaan Indonesia yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1963, berawal dari terbitnya Majalah Intisari. Majalah Intisari diterbitkan oleh duo legenda jurnalis Indonesia, PK Ojong dan Jakob Oetama.

Sebelum menerbitkan Majalah Intisari, PK Ojong merupakan pemimpin redaksi mingguan "Star Weekly", sedangkan Jakob Oetama redaktur mingguan "Penabur". Dua tahun setelah terbitnya majalah Intisari, mereka berdua bersama I.J. Kasimo, Drs. Frans Seda, F.C. Palaunsuka dengan bendera Yayasan Bentara menerbitkan harian Kompas pada tanggal 28 Juni 1965.

Kehadiran Kompas Gramedia tidak terlepas dari sejarah panjang demi mencapai cita-cita mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa yang menjadi visi dari duo legenda jurnalis Indonesia. Selain sebagai junalis, kedua tokoh ini merupakan guru yang dibekali dengan Pendidikan sekolah guru. PK Ojong belajar di Sekolah Guru Atas (SGA) pada tahun 1937-1940. Sementara itu, Jakob Oetama belajar di Sekolah Menengah Atas Seminari Yogyakarta pada tahun 1951 dan dilanjutkan di Sekolah Guru Jurusan B-1 Ilmu Sejarah hingga tahun 1956.

PK Ojong dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 25 Juli 1920, dan Jakob Oetama dilahirkan pada tanggal 27 September 1931 di Magelang. Mereka berdua, dari kecil sama-sama suka membaca buku.

Sejak sekolah dasar di Hollandsch Chineesche School (HCS) yang diasuh oleh biarawati-biarawati Franciscanes, PK Ojong dikenal sebagai murid yang pandai dan tidak nakal. Bahkan dirinya dinilai sangat disiplin dan memiliki kemauan yang keras. Kemudian PK Ojong melanjutkan Pendidikan di ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah setingkat SMP) ke Padang. Kemudian Pendidikan PK Ojong berlanjut ke SGA dan  Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1946-1951).

PK Ojong mulai menjadi wartawan sekitar tahun 1946 sebagai penulis lepas di sebuah majalah mingguan bernama Keng Po atau Star Weekly. Pendiri Star Weekly, Khoe Woen Sioe, tertarik melihat sikap disiplin, rajin, teliti, pengetahuan yang luas, dan semangat untuk maju di dalam diri Ojong. Kelebihan-kelebihan tersebut membuat PK Ojong segera menjadikannya sebagai wartawan Kengpo (Star Weekly). Kemudian, karena kiprahnya yang sangat luar biasa dalam jurnalistik,PK Ojong kemudian diangkat menjadi Redaktur Pelaksana Star Weekly.

Pada tahun 1961, Keng Po (Star Weekly) dibredel pada masa pemerintahan Sukarno. Setelah pembredelan itu, PK Ojong mendirikan PT Saka Widya yang bergerak di bidang penerbitan buku dan mulai bekerja sama dengan Jakob Oetama. Mereka kemudian menerbitkan majalah Intisari bersama Irawati dan J. Adisubrata. Intisari berisi bermacam-macam tema terkait ilmu pengetahuan dan sejarah. Dua tahun setelah itu, lahirlah Kompas pada 28 Juni 1965.

Seiring berjalannya waktu, Harian Kompas dan majalah Intisari menjadi media papan atas Indonesia. Bisnis PK Ojong dan Jakob Oetama pun merambah ke bidang percetakan dengan berdirinya Gramedia Printing pada 1972. Percetakan ini menjadi percetakan terbitan mereka sendiri, dan berkembang menjadi penerbit Gramedia yang lahir pada tahun 1974.

Di tengah suksesnya Gramedia, PK Ojong wafat pada 31 Mei 1980, tanpa sakit dan meninggal dengan benda kesayangannya, yaitu buku di sampingnya. Sepeninggal PK Ojong, Jakob Oetama terus mengembangkan Kompas Gramedia menjadi bisnis multi-industri.

Walaupun sukses di berbagai bidang, Jakob Oetama tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan. Jakob Oetama dikenal sebagai sosok sederhana yang selalu mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme. Di mata karyawannya dan masyarakat awam yang mengenalnya, Jakob dipandang sebagai seorang sosok yang "nguwongke" dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya.

Jakob Oetama adalah sosok yang senantiasa berpegang teguh pada nilai humanisme transendental yang ditanamkannya sebagai fondasi kokohnya keberadaan Kompas Gramedia di tengah kompetisi industri. Idealisme dan falsafah hidup Jakob Oetama diterapkan dalam setiap sayap bisnis Kompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia.

Bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-9 Kompas TV, Jakob Oetama meninggal dunia pada tanggal 9 September 2020 di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta.  Sebagai pemegang Bintang Mahaputera Utama yang disematkan Pemerintah RI pada tahun 1973, jenazah Jakob Oetama dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata. Semasa hidupnya Jakob Oetama sempat menjadi anggota DPR RI masa jabatan 1971-1977.

Saat ini, tampuk kepemimpinan Kompas Gramedia Group dipegang oleh Lilik Oetama, putra sulung dari dua putra Jakob Oetama. Pada saat pemakaman Jakob Oetama, putranya yang diwakili oleh Irwan Oetama menyampaikan harapan, bahwa warisan kebaikan Jakob Oetama akan menjadi spirit bagi keluarga besarnya dan Kompas Gramedia.

Beliau menyampaikan, "Sekali lagi kami ucapkan selamat jalan Bapak. Biarlah semua ucapan, tulisan, nasehat-nasehat Bapak yang selama ini Bapak berikan kepada kami sebagai anak-anaknya, sebagai cucunya dan sebagai kolega dan teman-temannya menjadi warisan, menjadi spirit, roh buat kami selanjutnya."

Dari kisah kedua pendiri Kompas Gramedia Group tersebut, dapat kita petik hikmah dan pelajaran, betapa rendah hatinya dan tingginya semangat juang mereka berdua sebagai legenda jurnalis Indonesia untuk ikut mencerdaskan bangsa Indonesia. Namun sepeninggal beliau tidak semua insan Kompas Gramedia bersikap rendah hati dan mau memahami orang lain. Seorang COO suatu unit kecil dari Kompas Gramedia mampu menyombongkan diri menyamakan dirinya dengan Mark Zuckerberg, Founder dan CEO Facebook, yang merasa terlalu receh untuk menanggapi keluhan orang lain terhadap kebijakan yang dia tetapkan.

Andaikan PK Ojong dan Jakob Oetama mendengar atau membaca WA seorang COO muda yang sombong dan kurang humanis tersebut, tentu saja keduanya akan sedih.

Semoga itu, hanya terjadi pada satu orang itu saja, sementara yang lain pasti mewarisi spirit yang dibangun dengan susah payah dan menghadapi berbagai gelombang oleh PK Ojong dan Jakob Oetama untuk mendirikan Kompas Gramedia Group yang mempunyai kontribusi besar dalam pembangunan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun