Akibatnya, pasar saham menderita kejatuhan 50% dan pembayar pajak Korea mendapatkan surat hutang IMF sebanyak USD 57 milyar ditambah dengan bunga yang harus dibayar dalam valuta asing.
Dari pengalaman yang terjadi di Asia, mengajarkan, bahwa suatu kenyataan yang amat umum terjadi, yaitu kemampuan kapitalisme untuk menciptakan sebuah khayalan kemakmuran dengan jalan menciptakan demam spekulasi.Â
Padahal yang terjadi sebenarnya, adalah sebuah kenyataan yang menggerogoti aktivitas yang benar-benar produktif.
Spekulasi uang di pasar saham dan peminjaman uang yang tidak bertanggungjawab oleh bank, membuat banyak pihak terhanyut dalam kehancuran gelembung-gelembung keuangan.Â
Namun demikian, para pihak yang terlibat dalam lingkaran kapitalisme itu, tampaknya, tetap tidak mempan dan tidak paham terhadap perbedaan investasi produktif dengan investasi yang ekstratif.Â
Investasi produktif adalah menggunakan tabungan untuk menambah dasar modal produktif di satu pihak, sementara investasi yang ekstraktif adalah menghasilkan uang dengan jalan spekulasi untuk mengajukan tuntutan kekayaan orang lain yang benar-benar ada. Â
Terjadinya transaksi keuangan internasional yang lebih besar daripada harga keseluruhan ekonomi global pada dekade terakhir, mempunyai andil membuat ketidakpahaman para pihak yang terlibat dalam lingkaran kapitalisme uang tersebut.Â
Volume perdagangan uang internasional meningkat delapan kali lipat dari dekade sebelumnya atau mencapai USD 1,5 milyar per hari. Akan tetapi, volume ekspor barang dan jasa global hanya USD 25 milyar per hari atau selama satu tahun hanya USD 6,6 trilyun.
Kondisi tersebut memperlihatkan, bahwa betapa mencoloknya perbedaan perdagangan riil dibandingkan dengan perdagangan asset-asset keuangan yang bersifat maya.Â
Logika kapitalisme uang yang kurang memperdulikan tindakan-tindakan dalam membuat tambahan bersih kepada hasil produk dan jasa, mengakibatkan tidak satu sen pun investasi dalam menciptakan atau mempertinggi suatu asset yang produktif.