Faktor pendorong utama kedua di belakang kekuatan dollar adalah guncangan besar-besaran perdagangan yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina. Â Kawasan Eropa sangat bergantung pada impor energi, khususnya gas alam dari Rusia. Lonjakan harga gas telah membawa terms of trade ke level terendah dalam sejarah mata uang bersama euro. Dan, hal tersebut tanpa disadari mendorong penguatan dollar AS.
Kekhawatiran tentang nilai tukar dollar, membuat pasar negara justru berkembang dan ekonomi turut berkembang di luar China. Beberapa negara malahan berada di depan dalam siklus pengetatan moneter global akibat EMDE (Emerging Markets and Developing Economies) yang mengekspor komoditas mengalami kejutan nilai perdagangan yang positif. Dengan demikian, tekanan nilai tukar untuk rata-rata ekonomi pasar berkembang tidak terlalu parah dibandingkan dengan ekonomi maju, dan beberapa negara, bahkan telah terapresiasi, seperti Brasil dan Meksiko.
Oleh karena itu, respon yang tepat adalah membiarkan nilai tukar menyesuaikan, sambil menggunakan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap dekat dengan targetnya. Mengingat peran pendorong fundamental yang signifikan, harga barang impor yang lebih tinggi akan membantu melakukan penyesuaian yang diperlukan terhadap guncangan fundamental. Mengurangi impor akan membantu mengurangi penumpukan utang luar negeri. Kebijakan fiskal harus digunakan untuk mendukung yang paling rentan tanpa membahayakan tujuan inflasi.
Beberapa langkah tambahan diperlukan untuk mengatasi beberapa risiko penurunan di masa mendatang dengan melihat gejolak yang jauh lebih besar di pasar keuangan. Misalnya, Â investor mundur ke aset yang aman karena tiba-tiba kehilangan selera untuk aset pasar berkembang yang mendorong arus keluar modal yang besar.
Dalam lingkungan yang rapuh ini, adalah bijaksana untuk meningkatkan ketahanan. Meskipun bank sentral pasar berkembang telah menimbun cadangan dolar dalam beberapa tahun terakhir, yang mencerminkan pelajaran dari krisis sebelumnya, penyangga ini terbatas dan harus digunakan dengan hati-hati.
Untuk itu, sebuah negara harus menjaga cadangan devisa yang vital untuk menghadapi kemungkinan arus keluar dan gejolak yang lebih buruk di masa depan. Negara berkembang yang mampu harus mengembalikan jalur swap dengan bank sentral ekonomi maju. Negara dengan kebijakan ekonomi yang sehat yang perlu mengatasi kerentanan moderat harus secara proaktif memanfaatkan garis kehati-hatian IMF (International Monetary Fund) untuk memenuhi kebutuhan likuiditas di masa depan.
Sementara itu, negara yang memiliki utang dalam mata uang asing yang besar harus mengurangi ketidaksesuaian valuta asing dengan menggunakan manajemen arus modal atau kebijakan makroprudensial, di samping operasi pengelolaan utang untuk memperlancar profil pembayaran.
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Bahan bacaan:
Blog IMF (International Monetary Fund) melalui Email Pribadi, 14 Oktober 2022 jam 20.25 wib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H