Syarat objektif lainya yang tidak dipenuhi adalah suatu sebab yang halal. Perjanjian yang terdapat dalam kawin kontrak sangat bertentangan dengan perjanjian perkawinan yang diatur dalam KUHPerdata, Undang-Undang Perkawinan (Pasal 1), dan Kompilasi Hukum Islam (Pasal 2, 5 dan 6).
Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang dalam undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Biasanya, perjanjian dalam kawin kontrak mengatur tentang jangka waktu atau lamanya perkawinan, imbalan yang diperoleh oleh salah satu pihak, hak dan kewajiban kedua belah pihak, dan hal-hal lain yang dianggap perlu.
Kawin kontrak dalam hukum Islam dikenal dengan istilah nikah mut'ah, yakni merupakan perkawinan yang dilaksanakan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang atau akad perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap wanita untuk waktu yang telah ditentukan atau diketahui, misalnya satu atau dua hari, seminggu atau lebih, sebulan atau bahkan sampai bertahun-tahun.
Sesuai dengan empat Mazhab dalam Hukum Islam, yakni: Maliki, Syafi'i, Hanafi dan Hambali telah sepakat bahwa kawin kontrak/nikah mut'ah hukumnya haram dan tidak sah (batal). Imam Syafi'i mengatakan, semua nikah yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui atau yang tidak diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris ataupun talak antara kedua pasangan suami istri.
Oleh karena dalam peraturan hukum Indonesia, perjanjian kawin kontrak merupakan sebuah perjanjian yang batal demi hukum. Dan, demikian pula dalam Hukum Islam yang mendasari perkawinan bagi umat Islam di Indonesia melarang adalah perjanjian kawin kontrak, maka akibat hukum dari kawin kontrak terhadap wanita adalah tidak dianggap sebagai sebagai istri sah, tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika meninggal dunia, tidak berhak atas harta bersama selama masa perkawinan (jika terjadi perpisahan), karena secara hukum perkawinan, sebuah perkawinan kontrak dianggap tidak pernah terjadi.
Lebih jauh lagi, akibat hukum dari perkawinan kontrak terhadap anak yang lahir dianggap sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal tersebut sesuai dengan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dimana anak tersebut tidak mendapat pengakuan dari sang ayah serta masalah perwalian, pendidikan, dan pemeliharaan serta hak waris dari ayahnya.
Dengan demikian, dalam perspektif hukum positif Indonesia, kawin kontrak merupakan perkawinan yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Wallahua'alam bishawab...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H