Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beda Cara Pandang Masyarakat dengan Ekonom dalam Memahami Inflasi

21 Juli 2022   07:42 Diperbarui: 21 Juli 2022   07:45 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image 1: Perbedaan prediksi inflasi antara masyarakat biasa dengan ekonom (File by Merza Gamal)

Ekonom IMF Carlo Pizzinelli menyampaikan bahwa dengan inflasi yang naik ke tingkat yang tidak terlihat dalam beberapa dekade, orang-orang di seluruh dunia bertanya pada diri sendiri berapa banyak lagi yang dapat mereka harapkan untuk membayar bensin, bahan makanan, dan kebutuhan lainnya. Hal tersebut beliau tulis dalam artikel eksklusif online untuk Majalah Keuangan dan Pembangunan (Finance and Development Magazine)  terbitan 19 Juli 2022. 

Pizzinelli menguraikan hasil survei baru yang mengukur keyakinan masyarakat tentang dampak guncangan ekonomi terhadap pengangguran dan inflasi. Beliau menjelaskan bagaimana prediksi orang untuk ekonomi sering berbeda dari para ahli, dan bagaimana rumah tangga dan ahli melihat guncangan bekerja dengan cara yang berbeda.

Rumah tangga di seluruh dunia bertanya pada diri sendiri berapa banyak lagi yang dapat mereka harapkan untuk membayar bensin, bahan makanan, dan kebutuhan lainnya dengan inflasi yang naik ke tingkat yang tidak terlihat dalam beberapa dekade,. Jawaban mereka dapat membantu mereka membuat keputusan keuangan pribadi yang penting. Haruskah mereka melanjutkan dan membeli kulkas baru itu, daripada menunggu sampai nanti dan berisiko melihat harganya naik? Haruskah mereka meminta kenaikan gaji kepada majikan mereka untuk menebus hilangnya daya beli?

Jawabannya tidak hanya mempengaruhi rumah tangga individu tetapi ekonomi secara keseluruhan. Alasannya: para bankir sentral dan ekonom akademis memandang inflasi sebagian sebagai ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya. Jika konsumen yakin harga akan naik lebih cepat, mereka mungkin berperilaku dengan cara membeli kulkas atau meminta kenaikan gaji yang justru akan memicu lebih banyak inflasi.

Permintaan (demand) yang tinggi terhadap tetap lemari es akan menaikkan harga, dan lebih banyak orang yang meminta kenaikan gaji akan mendorong pengusaha untuk menaikkan harga barang atau jasa yang mereka jual untuk menebus biaya tenaga kerja yang lebih tinggi.

Dalam rangka memahami harapan rumah tangga, sejumlah besar penelitian ekonomi perilaku telah menggali pemahaman tersebut. Temuan utama berbagai penelitian tersebut adalah bahwa rumah tangga memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang inflasi dan cenderung menganggapnya lebih dan lebih persisten dari biasanya. Konsumen juga cenderung tidak setuju dengan prospek inflasi lebih dari yang dilakukan para ahli, mereka lebih jarang mengubah pandangan mereka, dan mereka sering mengandalkan beberapa produk utama yang mereka konsumsi secara teratur, seperti kopi dan bensin, untuk memperkirakan perubahan dalam biaya hidup secara keseluruhan.

Selanjutnya, harapan individu sangat berkorelasi dengan karakteristik demografis termasuk jenis kelamin, usia, pendidikan, dan orientasi politik. Misalnya, perempuan dan orang-orang dengan pendidikan rendah atau pendapatan rendah cenderung mengharapkan inflasi yang lebih tinggi.

Sebagian besar konsumen adalah orang yang tidak ahli membaca berita tentang kebijakan moneter dan fiskal atau peristiwa ekonomi. Oleh karena itu tidak heran jika mereka tidak memasukkan informasi tersebut ke dalam ekspektasi inflasi dan indikator utama lainnya.

Dalam beberapa kasus, rumah tangga dan para ahli bahkan tidak setuju apakah guncangan tertentu berdampak positif atau negatif terhadap inflasi dan pengangguran. Segmen rumah tangga rata-rata percaya bahwa kenaikan suku bunga kebijakan bank sentral dan kenaikan pajak penghasilan akan meningkatkan inflasi. Hal tersebut bertentangan dengan prediksi penurunan oleh para ahli dan banyak model buku teks (Lihat Image 1).

Sebagian dari ketidaksepakatan tampaknya muncul karena segmen rumah tangga menganggap guncangan bekerja melalui saluran transmisi yang berbeda, khususnya mekanisme sisi permintaan versus sisi penawaran. Sementara para ahli mengandalkan pengetahuan teknis mereka dengan menggunakan kerangka kerja yang diambil dari perangkat sehari-hari mereka dan sering membuat referensi langsung ke model teoretis atau studi empiris. Sebaliknya, rumah tangga menggunakan pendekatan yang lebih luas dalam membuat prediksi mereka. Mereka lebih cenderung mengandalkan pengalaman pribadi, dipengaruhi oleh pandangan politik, atau sekadar menebak bagaimana kejutan tertentu dapat memengaruhi ekonomi.

Selain itu, ketika rumah tangga memikirkan mekanisme perambatan guncangan tertentu, mereka sering kali menemukan saluran yang sangat berbeda dari para ahli. Misalnya, rumah tangga lebih sering memikirkan dampak suku bunga yang lebih tinggi pada biaya modal pinjaman perusahaan, yang diteruskan ke konsumen melalui harga yang lebih tinggi. Di sisi lain, para ahli sebagian besar mempertimbangkan saluran sisi permintaan kanonik, yang memprediksi penurunan inflasi sebagai respons terhadap suku bunga yang lebih tinggi karena konsumen menghabiskan lebih sedikit dan menabung lebih banyak (Lihat Image 2).

Image 2: Perbedaan persepsi saluran ekonomi antara rumah tangga dengan pakar ekonomi (File by Merza Gamal)
Image 2: Perbedaan persepsi saluran ekonomi antara rumah tangga dengan pakar ekonomi (File by Merza Gamal)

Wawasan perilaku dari cara rumah tangga membentuk ekspektasi dalam model makroekonomi yang berangkat dari asumsi ekspektasi rasional klasik. Bidang ini dikenal sebagai makroekonomi perilaku, berkembang pesat walau menghadapi beberapa tantangan yang signifikan.

Makroekonomi perilaku memiliki potensi untuk secara fundamental membentuk makroekonomi teoretis dan pembuatan kebijakan dunia nyata di tahun-tahun mendatang, dan kemungkinan besar akan menemukan peran kunci untuk komunikasi dalam memengaruhi ekspektasi.

---------------------

MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun