Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hadiah kepada Guru, Kode Etik Profesi, dan Gratifikasi

30 Juni 2022   18:51 Diperbarui: 30 Juni 2022   18:56 3383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image:  Hadiah Kepada Guru, Kode Etik Profesi, dan Gratifikasi (Photo by Merza Gamal)

Menurut pendapat saya, bagaimana pun di zaman sekarang, guru adalah sebuah profesi dan guru tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian dari sebuah sekolah. Bagi guru yang merupakan bagian dari sebuah organisasi (sekolah) dan dia sudah digaji untuk mengajar, maka sebagai konsekuensi etika profesi, seharusnya guru tidak boleh menerima hadiah apa pun dari orangtua murid agar tidak terjadi konflik kepentingan.

Etika profesi adalah sebuah sikap hidup. Sikap mengenai sebuah kesediaan untuk memberi pelayanan profesional pada masyarakat. Caranya adalah dengan berbagai keahlian, serta terlibat secara penuh dalam rangka pelaksanaan tugas. Sudah menjadi tugas guru, terutama guru yang bergabung menjadi bagian sebuah organisasi sekolah, untuk mengajar kepada muridnya.

Etika adalah sebuah prinsip. Prinsip tersebut mengatur perilaku seseorang atau sebuah kelompok di dalam lingkungan bisnis. Dengan adanya sebuah etika profesi, maka dapat memberikan suatu gambaran mengenai bagaimana seseorang harus bertindak. Dengan memahami etika profesi, seorang guru pasti akan menolak hadiah dari orangtua murid karena takut akan adanya konflik kepentingan terhadap murid-muridnya.

Di zaman saat ini, sulit rasanya membuktikan bahwa suatu pemberian tidak ada kepentingan di dalamnya. Namun karena memberikan hadiah sudah merupakan budaya dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, maka dampaknya bagi orangtua yang tidak ikut-ikutan memberian hadiah kepada guru anaknya, maka murid tersebut akan mendapatkan prioritas terakhir dalam perhatian guru kepada murid.

Pemberian hadiah kepada suatu profesi karena dia menjalankan tugasnya adalah salah satu bentuk gratifikasi. Karena untuk tugasnya tersebut dia telah medapatkan gaji dari oraganisasi yang memberikannya pekerjaan sesuai profesinya, terlepas dari pembahasan apakah gaji gru saat ini memadai atau tidak memadai.

Gratifikasi diatur dalam Undang-undang (UU) momor 31 tahun 1999 dan UU nomor 20 tahun 2001. Gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Sanksi pidana tindak pidana gratifikasi ancamannya adalah penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar. Untuk jika seorang guru tidak bisa menolak menerima hadiah, maka sebaiknya guru tersebut melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK sebelum 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima agar dia terbebas dari ancaman pidana gratifikasi.

Jika dari hukum dunia, gratifikasi berupa hadiah dilarang dalam perundangan Republik Indonesia, apakah menerima hadiah tersebut diperbolehkan dalam ajaran agama (Islam)?

Dalam hukum Islam, pada dasarnya hukum menerima hadiah adalah sunnah sebagaimana yang dipaparkan dalam hadits, "Salinglah (kalian) memberi hadiah, supaya kalian saling mencintai." (HR. Bukhari pada Al Adabul Mufrod no. 594. Syaikh Al Albani mengatakan hadits dalam Irwaul Gholil no. 1601)

Akan tetapi, pemberian hadiah tidak dapat dibenarkan apabila dalam konteks memberikan hadiah yang terkait dengan profesi seseorang. Menurut pendapat banyak ulama, menerima hadiah dari wali murid yang diberikan kepada guru hukumnya adalah haram.

Guru yang menerima hadiah tersebut bisa menyebabkan ketidakadilan di kemudian hari kepada murid yang tidak memberikan hadiah. Hal ini dijelaskan oleh Imam Abu Dawud yang meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi, "Barangsiapa yang kami tugaskan guna melaksanakan sebuah pekerjaan dan kami telah memberikannya upah, maka apa yang diambilnya dari selebihnya (bukan berasal dari upah) adalah ghulul (pengkhianatan)."(Shahih al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib 1:191)

Dengan demikian, sudah seharus persatuan profesi guru menyatakan secara tegas dalam etika profesi, bahwa dilarang menerima hadiah agar tidak menjadi risywah dan fitnah bagi guru yang menerimanya, terutama untuk guru yang menjadi bagian pengajar dari sebuah organisasi sekolah.

Mohon maaf, jika pendapat saya kurang berkenan.

Ingatlah kembali lagu Hymne Guru...

"Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

S'bagai prasasti t'rima kasihku 'tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa

Pembangun insan cendekia"

Betapa mulianya tugas seorang guru, jangan kotori kemulian itu dengan menerima hadiah yang tak seberapa untuk sekedar kenikmatan dunia...

Terus Semangat!!!

Tetap Semangat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun