Saat Kakek Merza masih kecil hingga remaja, dalam setiap pelajaran pasti disampaikan bahwa Indonesia adalah negara agraris dan nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut.
Namun, seiring berjalannya waktu, menjadi petani dan nelayan semakin ditinggalkan. Para orangtua menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi dengan cita-cita anaknya menjadi orang hebat. Sehingga, seolah-olah menjadi petani dan nelayan itu tidak hebat. Akibatnya banyak anak-anak mereka setelah tamat sekolah tidak mau menyentuh bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Mereka sangat bangga bekerja di Gedung tinggi dengan ruang kerja ber AC dan tak pernah menginjakkan kaki di tanah pertanian yang membesarkan dan telah membiayai sekolah mereka.
Bahkan, di sekolah Kakek Merza mengambil Pasca Sarjana, IPB, sedikit lulusan mereka yang berkecimpung di dunia pertanian. Banyak dari mereka menjadi banker sukses, ekonom sukses, dan sukses di segala bidang di luar pertanian, sehingga ada lelucon di antara lulusan IPB dengan menyebut IPB merupakan Institut Pleksibel Banget atau ada juga yang menyebutnya sebagai Institut Perbankan Bogor.
Akibat sedikitnya anak-anak petani yang bersekolah tinggi dan tidak balik lagi memajukan pertanian yang telah dirintis orangtua dan kakek-neneknya dulu, serta terjualnya sawah dan lahan pertanian menjadi Real Estate dan Kawasan Industri, maka pertanian pun diurus ala kadarnya oleh orang-orang yang masih tinggal di kampung dan tak mampu bersekolah tinggi.
Akhirnya, Indonesia yang dahulu mampu berswasembada pangan pun mengimpor hasil pertanian dari negara lain. Status Indonesia dari pengekspor di jaman old menjadi pengimpor di jaman now.
Namun, belakangan mulai muncul anak-anak muda dari Gen Y dan Gen Z yang berusaha membangun kembali sektor pertanian dengan menjadi agripreneur. Dengan menjadi agriprenur, para anak muda merasa bisa menumbuhkan jiwa sosial. Anak muda saat ini lebih suka bekerja dengan banyak orang alias bersosialisasi. Dengan demikian, dengan menjadi agripreneur, mereka bisa bekerja secara kelompok, grup dan mencari tantangan bersama dalam bisnis pertanian.
Di samping itu, dengan menjadi agriprenur, mereka bisa bermain langsung dengan Alam karena akan mengenal banyak kegiatan pertanian yang erat kaitannya dengan alam. Anak muda yang doyan berpetualang pasti akan tertarik mengexplor pertanian yang dekat sekali dengan alamnya. Dengan menjadi agriprenur, mereka bisa mengatur waktu dengan sendiri, sebagaimana banyak Gen Y dan Sebagian besar Gen Z tidak mau terikat waktu. Sebagai agripreneur mereka tak perlu dikejar deadline atau dimarahi atasan, cukup bekerja keras jika ingin berhasil dalam mewujudkan cita-cita, serta bisa mengatur sendiri dimana lokasi bertaninya.
Lantas, apa dan siapa sih sebenarnya agripreneur tersebut?
Agripreneur adalah individu yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alat-alat produksi dan menghasilkan lebih banyak daripada yang dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan (McClelland, 1961).
Agripreneur adalah seorang yang memiliki jiwa leadership dan seorang entrepreneur. Sementara itu, leadership adalah proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain/ kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2007). Leadership tidak sama dengan manajemen. Management lebih berkaitan dengan masalah administrasi, sementara leadership sangat berkaitan dengan Change & Transformation.