Budaya perusahaan (Corporate Culture) adalah seperti landasan bagi semua orang dan semua yang ada di perusahaan. Dari situlah bisnis yang berkelanjutan tumbuh.
Berbagai temuan hasil riset pada perusahaan terbaik dunia menunjukkan bahwa budaya perusahaan terkait erat dengan kesuksesan perusahaan. Budaya perusahaan merupakan hal yang paling sulit ditiru kompetitor. Â Kompetitor membutuhkan waktu lebih dari 7 (tujuh) tahun untuk meniru (Harvard Business School).
Kualitas human capital dan struktur kinerja sangat berarti bagi efektivitas budaya perusahaan. Struktur menentukan siapa yang berkomunikasi dengan siapa, seberapa sering dan tentang topik apa. Struktur seperti itu bagaikan udara yang dihirup setiap insan setiap hari untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Dalam budaya perusahaan terbaik, tim dan struktur kinerja berfungsi sebagaimana oksigen yang tidak terlihat oleh insan perusahaan dan pelanggan, namun dapat dirasakan dan penting bagi perusahaan untuk berkembang.
Menurut Gallup, kehidupan dalam perusahaan harus terjadi secara otomatis dan bersifat naluriah. Struktur kinerja harus sesuatu yang tidak sulit dicerna oleh insan perusahaan untuk dinavigasi, serta harus terjadi dengan mudah dan tanpa gangguan.
Eksekutif perusahaan memiliki kesempatan untuk melihat kembali pendekatan struktur kinerja mereka. Dengan mengaudit "bagaimana" hal-hal terjadi di perusahaan, muncul peluang untuk mempertimbangkan di mana pengalaman insan perusahaan dan/atau pelanggan dapat disederhanakan atau ditingkatkan untuk melayani tim dan pelanggan dengan lebih baik.
Struktur kinerja penting untuk menjaga engagement insan perusahaan. Survei Gallup telah menemukan bahwa perspektif insan perusahaan tentang struktur kerja dapat secara dramatis mempengaruhi engagement insan perusahaan, baik atau buruk. Dengan pemikiran ini, para eksekutif harus secara konsisten melacak persepsi insan perusahaan untuk mengidentifikasi kesenjangan, mengatasi hambatan dan mengulangi kesuksesan.
Mengubah budaya perusahaan mengharuskan para eksekutif perusahaan untuk melibatkan tim mereka dengan cara yang produktif yang membantu mereka berkembang secara individu. Saat ini, para eksekutif harus melihat pengembangan insan mereka sebagai peluang terbesar perusahaan.
Sistem SDM tradisional sudah ketinggalan zaman, para eksekutif memiliki kesempatan untuk beralih ke budaya berdasarkan pengembangan kinerja dalam sistem Human Capital, di mana setiap insan dapat tumbuh saat mereka mencapai hasil bagi perusahaan. Oleh karena itu, eksekutif perusahaan harus memliki strategi dengan melengkapi para manajer untuk fokus pada pertumbuhan individu.
Manajer memiliki kekuatan nyata untuk membuat atau menghancurkan budaya berdasarkan bagaimana mereka melibatkan tim mereka melalui pekerjaan yang berfokus pada pengembangan, atau tidak fokus. Upaya pengembangan harus berakar pada lingkaran percakapan yang berkelanjutan di mana umpan balik memainkan peran penting.
Manajer berada di garis depan dengan rekanan setiap hari, mereka sangat penting untuk melakukan ini dengan benar. Oleh karena itu, manajer harus diperlengkapi untuk mengetahui bagaimana melakukan percakapan pembinaan yang mendorong kinerja berdasarkan bagaimana setiap orang diaktifkan untuk menggunakan kemampuan unik mereka sendiri. Eksekutif perusahaan memiliki kesempatan untuk berinvestasi dalam pengembangan manajer dan memberdayakan manajer dengan alat dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk mengembangkan individu.
Namun seringkali terjadi, manajer dibiarkan memegang kendali ketika perekrutan yang buruk dilakukan. Hal itu akan menjadi penyebab sulitnya untuk mengatur rektutan yang buruk agar sukses, apabila bakat alami mereka tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang ada. Sebaliknya, adalah mungkin untuk membuat semua insan sukses dengan melihat bagaimana perekrutan terjadi. Hal tersebut berarti cara terstruktur untuk merekrut dan melacak kinerja insan perusahaan harus dilakukan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menggunakan penilaian yang divalidasi untuk perekrutan organisasi utama.
Ketika eksekutif perusahaan melakukan manajemen kinerja dengan benar, maka akan menjadi motivator yang kuat bagi semua insan. Namun, ketika manajemen kinerja meleset, maka bukannya akan merayakan hasil (performance) yang sukses, tetapi semua orang kehilangan kepercayaan.
Kehilangan kepercayaan adalah masalah yang paling rentan. Ketika C-level kepemimpinan mengatakan bahwa kepercayaan adalah sebuah nilai (value), tetapi manajemen mikro mengatakan sebaliknya, maka akan menyebabkan ketidaksejajaran yang pada akhirnya membuang-buang waktu dan energi semua orang.
Untuk itu, para eksekutif perusahaan perlu membangun hubungan, daripada sekedar membeli aplikasi sistem penilaian kinerja yang berfungsi hanya sebagai pelacak penekanan tombol, daripada menilai hasil kinerja.
Dapat dimengerti bahwa para pemimpin prihatin dengan kinerja, tetapi ada cara yang lebih baik daripada hanya melihat apa yang dilakukan insan perusahaan dan terus-menerus memeriksanya. Jika manajer telah membangun hubungan dengan para insan yang ada dalam tim mereka, check-in dapat diposisikan bukan sebagai interogasi atau pengawasan, tetapi sebagai sesi pelatihan, di mana harapan yang jelas didirikan dan insan perusahaan memiliki kesempatan untuk berbagi kemajuan dan tantangan mereka. Manajer kemudian dapat menawarkan umpan balik dan secara aktif melatih setiap orang tentang kinerja mereka.
Para eksekutif perusahaan yang meluangkan waktu untuk merawat dan memupuk budaya mereka dengan bertindak berdasarkan penggerak nyata bagaikan menabur benih yang akan menghasilkan manfaat yang sangat besar, terutama ketika gangguan (disruption) digunakan sebagai bahan bakar untuk mendorong masa depan yang paling cerah.
Dengan demikian sebagaimana disampaikan oleh Kotter (2012), budaya perusahaan berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan, kepuasan kerja insan perushaan dan kepastian tentang penyelesaian masalah. Karena, budaya perusahaan dan kinerja sangat jelas berhubungan satu sama lain (Kopelman, Brief, & Guzzo, 1990).
Sumber bacaan:
Kumpulan Materi Workshop Transformasi Budaya Perusahaan di berbagai Korporasi oleh Merza Gamal.
Â
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H