Namun seringkali terjadi, manajer dibiarkan memegang kendali ketika perekrutan yang buruk dilakukan. Hal itu akan menjadi penyebab sulitnya untuk mengatur rektutan yang buruk agar sukses, apabila bakat alami mereka tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang ada. Sebaliknya, adalah mungkin untuk membuat semua insan sukses dengan melihat bagaimana perekrutan terjadi. Hal tersebut berarti cara terstruktur untuk merekrut dan melacak kinerja insan perusahaan harus dilakukan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan menggunakan penilaian yang divalidasi untuk perekrutan organisasi utama.
Ketika eksekutif perusahaan melakukan manajemen kinerja dengan benar, maka akan menjadi motivator yang kuat bagi semua insan. Namun, ketika manajemen kinerja meleset, maka bukannya akan merayakan hasil (performance) yang sukses, tetapi semua orang kehilangan kepercayaan.
Kehilangan kepercayaan adalah masalah yang paling rentan. Ketika C-level kepemimpinan mengatakan bahwa kepercayaan adalah sebuah nilai (value), tetapi manajemen mikro mengatakan sebaliknya, maka akan menyebabkan ketidaksejajaran yang pada akhirnya membuang-buang waktu dan energi semua orang.
Untuk itu, para eksekutif perusahaan perlu membangun hubungan, daripada sekedar membeli aplikasi sistem penilaian kinerja yang berfungsi hanya sebagai pelacak penekanan tombol, daripada menilai hasil kinerja.
Dapat dimengerti bahwa para pemimpin prihatin dengan kinerja, tetapi ada cara yang lebih baik daripada hanya melihat apa yang dilakukan insan perusahaan dan terus-menerus memeriksanya. Jika manajer telah membangun hubungan dengan para insan yang ada dalam tim mereka, check-in dapat diposisikan bukan sebagai interogasi atau pengawasan, tetapi sebagai sesi pelatihan, di mana harapan yang jelas didirikan dan insan perusahaan memiliki kesempatan untuk berbagi kemajuan dan tantangan mereka. Manajer kemudian dapat menawarkan umpan balik dan secara aktif melatih setiap orang tentang kinerja mereka.
Para eksekutif perusahaan yang meluangkan waktu untuk merawat dan memupuk budaya mereka dengan bertindak berdasarkan penggerak nyata bagaikan menabur benih yang akan menghasilkan manfaat yang sangat besar, terutama ketika gangguan (disruption) digunakan sebagai bahan bakar untuk mendorong masa depan yang paling cerah.
Dengan demikian sebagaimana disampaikan oleh Kotter (2012), budaya perusahaan berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan, kepuasan kerja insan perushaan dan kepastian tentang penyelesaian masalah. Karena, budaya perusahaan dan kinerja sangat jelas berhubungan satu sama lain (Kopelman, Brief, & Guzzo, 1990).
Sumber bacaan:
Kumpulan Materi Workshop Transformasi Budaya Perusahaan di berbagai Korporasi oleh Merza Gamal.
Â
MERZA GAMALÂ
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah