Pada bukunya 'Ibdt Al-Mu'min, Dr. Amru Muhammad Khalid bercerita bahwa pada suatu bulan Ramadhan, beliau menunaikan shalat Tahajud di samping seorang pemuda. Ketika imam mengucapkan Allhu Akbar (dalam Takbiratul Ihram), beliau mendengar suara isak tangis pemuda tersebut. Beliau sangat heran. Bagaimana bisa imam masih belum membaca apa-apa, sedangkan pemuda ini sudah menangis.
Selepas shalat, beliau bertanya kepada pemuda tersebut, "Wahai saudaraku, jangan marah. Katakan kepadaku, mengapa engkau menangis padahal imam belum membaca satu huruf pun dari Al-Quran?"
Dia menjawab, "Ketika lisanku mengucapkan Allhu Akbar, aku takut menjadi pendusta (di hadapan Allah). Aku mengucapkan kalimat ini dengan lisan, sedangkan qalbuku tidak sejalan (tidak membenarkannya)."
Peristiwa ini mengingatkan kita pada apa yang dikatakan Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam salah satu tulisannya. Beliau berkata:
"Bisa jadi, dua orang berada di barisan depan (shaf shalat), di belakang imam yang sama dan mendengar lantunan ayat-ayat Al-Quran yang sama. Namun, shalat di antara keduanya bagaikan langit dan bumi."
Lantas, apa yang membuat shalat mereka demikian berbeda? Tidak lain dan tidak bukan: gambar yang diletakkan di depan qalbu atau dalam hatinya.
Ya, qalbu manusia itu ibarat cermin. Yang bisa kita lihat hanyalah sesuatu yang diletakkan di depannya. Maka, segala sesuatu yang diletakkan di depan qalbu seorang manusia, itulah yang akan mendominasi tindakannya.
Apabila yang diletakkan di depan qalbu adalah harta, hartalah yang akan mendominasi dirinya. Dia pun akan tamak dan sangat mencintai harta.
Apabila yang diletakkan di hadapan qalbu adalah lawan jenis yang tidak halal, itu pula yang akan mendominasi sikap dan tindakannya. Dia pun akan terjatuh pada yang haram.
Dan sejatinya, ada beragam gambar dari kenikmatan duniawi yang hadir di hadapan qalbu manusia. Ini sebagaimana Allah Ta'ala firmankan dalam Al-Quran:
Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga) ... (QS 'Ali 'Imrn, 3:14)
Jika semua gambaran ini mendominasi qalbu, bagaimana mungkin gambaran cinta kepada Allah, kepada Rasulullah dan Al-Quran bisa masuk ke dalamnya? Nyaris tidak mungkin.
Namun kabar baiknya, ada satu amalan yang apabila kita istiqamah menunaikannya, niscaya gambar keimanan kepada Allah bisa menggantikan gambar-gambar dari kenikmatan dunia.
Apakah itu? Qiyamullail, shalat malam, atau Tahajud, inilah jawabannya. Dengan qiyamullail, cermin dan gambaran di hati kita hanya satu. ALLAH!
Maka, amatlah benar apa yang dikatakan Dr. Abdullah Azzam dalam salah satu tulisan pada bukunya, "Penawar Lelah Pengemban Dakwah", yaitu:
"Wahai saudaraku, shalat malam adalah madrasah utama yang akan mengajarimu apa itu hati yang bening. Dia akan mendidikmu untuk meneteskan air mata tobat, khusyuk, dan ketundukan kepada Allah. Dia akan memberimu kekuatan baru untuk beramal saleh.
Dia akan membekalimu dengan ketawakalan kepada Allah. Dia akan mengisi jiwamu dengan keberanian. Shalat malam akan menjadikan hatimu kuat lagi dipenuhi cahaya keimanan.
(Andai diibaratkan), shalat malam adalah pohon besar nan rindang yang menaungi hati dan anggota badan sekaligus. Setiap saat pohon itu memberikan hasilnya dengan seizin Rabb-nya."
Marilah menjelang akhir Ramadhan ini kita perbanyak Tahajud kita agar menjadi pohon besar nan rindang yang menaungi qalbu kita.
Wallahualam bishowab.
Terus Semangat!!!
Tetap Semangat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H