Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hak Asasi Perokok

22 Januari 2022   07:33 Diperbarui: 22 Januari 2022   07:38 1816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlukah Membela Hak Azasi Perokok?

Dari Diary  lama Merza Gamal

Persoalan rokok adalah persoalan yang kompleks. Di sejumlah negara, rokok adalah gaya hidup. Gaya hidup yang selalu diperbarui citranya dan ditawarkan dengan sangat gencar. 

Demikian pula, iklan promosi rokok selalu mengusung gaya hidup sebagai alasan untuk merokok, karena mereka tahu konsumen muda dapat terpikat dengan proposisi ini. 

Konsumen muda merupakan pangsa pasar yang paling menggiurkan; jumlahnya besar, emosinya labil, sehingga mudah dipengaruhi, dan umur harapan hidupnya (kalau ia tidak meninggal awal) cukup panjang untuk terus merokok, serta menghasilkan uang bagi pabrik rokok. 

Rokok adalah industri yang mengerikan. Seorang CEO perusahaan rokok internasional, ketika ditanya wartawan mengapa ia tidak merokok, mengatakan, "Tugas saya hanya menjual rokok!"

Rasanya semua perokok sudah mengetahui, bahwa rokok menurut ahli medis sangat merugikan kesehatan. Namun mereka tidak mau menyadari sebagaimana yang disampaikan oleh WHO, bahwa penduduk bumi masih jauh dari kesadaran tentang dampak mematikan akibat dari rokok. 

WHO mencatat adanya sekitar 11.000 orang tewas setiap hari akibat penyakit berkaitan dengan rokok. Bahkan rokok setiap tahunnya menewaskan 4 juta orang di seluruh dunia. 

Angka tersebut bertambah menjadi 10 juta dalam 25 tahun mendatang, padahal penyakit akibat rokok merupakan penyakit yang paling dapat dicegah.

Kebiasaan merokok dapat mengakibatkan kecanduan berdampak secara dramatis terhadap kesehatan masyarakat, sudah terbukti bahwa rokok memicu beberapa jenis penyakit berbahaya yang sebenarnya dapat dicegah dengan berhenti merokok. 

Gangguan kesehatan akibat rokok bervariasi, mulai dari impotensi, kemandulan, gangguan jantung, enfisema, bronhitis kronis, sampai berbagai jenis kanker seperti kanker paru, mulut, kerongkongan, tenggorokan, pankreas, kandung kemih, mulut rahim, dan leukemia. 

American Cancer Society juga menyatakan bahwa setiap tahun lebih dari 400.000 fasilitas kehidupan berkaitan dengan problema merokok, dan sepertiga dari kematian karena kanker kardiovaskular dan stroke.

Kebiasaan merokok nampaknya telah menjadi fenomena sosial yang cukup luar biasa. Dalam berbagai kesempatan, kita selalu menyaksikan seseorang sedang merokok. Dari lingkungan masyarakat kecil hingga masyarakat elit di seluruh dunia, banyak perokok bertebaran.

Sementara di Indonesia, budaya merokok ini telah menjadi fenomena sosial yang luar biasa pula. Para pecandu rokok cukup memprihatinkan seolah tidak mengenal etika sosial. 

Setiap waktu, kita temukan seseorang sedang merokok di sembarang tempat tanpa mempertimbangkan aspek negatif yang dapat ditimbulkan dari perbuatan mereka. 

Para perokok, baik yang tergolong miskin hingga terkaya, mereka yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan, sama-sama tidak mengindahkan etika sosial selama ini dengan merokok sembarangan.

Sebagian besar para perokok di Indonesia termasuk individu-individu yang tidak disiplin. Meskipun ada larangan merokok di tempat-tempat umum, mereka dengan seenaknya melanggarnya. 

Dalam kondisi saat ini, ketika pengetahuan bahaya merokok sudah menjadi milik umum, sebagian para perokok juga memperlihatkan korupsi moral mereka, buktinya? 

Mereka sudah tahu bahwa asap rokok juga bisa merugikan orang-orang di sekitar mereka (perokok pasif). Namun, perokok aktif seolah tak peduli dengan kepentingan perokok pasif dan lingkungannya.

Merokok merupakan hak pribadi seseorang. Namun sebaliknya, menghirup udara bersih dan bebas asap rokok juga merupakan hak azasi bukan perokok. Hal ini memang dilematis. Kebiasaan atau tata krama merokok belum sepenuhnya disadari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Di beberapa negara maju, seperti Eropa, Amerika, Australia, dan Singapura, telah diberlakukan aturan tidak merokok di tempat umum, di arena olahraga, dan di tempat rekreasi. 

Peraturan ini ditaati secara konsekuen, dan kepedulian terhadap hak asasi bukan perokok sudah menjadi tatanan kehidupan sehari-hari di negara-negara tersebut.

Di Indonesia, salah satu negara paling bebas melakukan apa saja di dunia saat ini, para pendukung "hak asasi manusia" mengatakan bahwa merokok adalah pilihan bebas manusia. 

Sebagai seorang motivator anti rokok, saya pernah "diceramahi" oleh beberapa pengusung hak azasi manusia yang membela pilihan orang-orang yang merokok, dan mengingatkan saya untuk tidak provokatif mengajak orang untuk tidak merokok. 

Ada hal yang menarik dari beberapa pengusung hak azasi tersebut, yakni mereka mencantumkan kalimat "bukan perokok" di bawah namanya, untuk memberi kesan bahwa mereka adalah manusia berjiwa besar yang bisa mentolerir hal-hal apa pun yang tidak disetujuinya.

Menurut saya, manusia memang mempunyai hak untuk melakukan apa saja terhadap dirinya, termasuk merokok. Saya hanya ingat pernah diajarkan bahwa tubuh itu adalah milik Allah, sehingga harus dihormati. Jadi, kalau kita tahu bahwa rokok itu bisa merusak tubuh kita, masihkah kita mau memakainya?

Kembali kepada pembela dan pendukung hak azasi perokok, mereka menyatakan merokok merupakan pilihan hidup seseorang dan mereka berharap pula perokok untuk menghargai hak azasi non perokok. 

Masalahnya, sama seperti pecandu narkoba yang sudah seperti dibaalkan otaknya oleh zat adiktif, perokok juga sulit untuk memahami himbauan itu. 

Lagi-lagi karena zat adiktif yang terkandung di dalamnya. Saya sering dibentak balik oleh para perokok ketika mengingatkan bahwa mereka tidak boleh merokok di situ, dan itu terjadi di rumah sakit.

Para perokok sering mengatakan, "Biarkan saya merokok. Yang mati karena kanker kan saya, bukan kamu. Itu resiko yang siap saya terima." Tetapi, para perokok itu lupa bahwa ketika tubuhnya digerogoti penyakit akibat merokok, maka yang terkena dampaknya adalah seluruh keluarganya, yang notabene bukan perokok. 

Apakah bisa kita mengatakan kepada ayah, adik, atau anak kita yang digerogoti kanker paru, "Oke, ini adalah akibat dari perbuatanmu, silakan tanggung sendiri." Harta pun akan kita relakan untuk membayar semua biaya pengobatan, bahkan hingga menimbulkan hutang yang tidak sedikit setelah si perokok pergi menghadap Tuhannya. Bukan warisan harta yang akan ditinggalkan oleh perokok kepada ahli warisnya, tetapi warisan hutang yang harus diselesaikan oleh keluarga yang ditinggalkan.

Jadi, masihkah akan kita bela "HAK AZASI" para perokok tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun