Peraturan ini ditaati secara konsekuen, dan kepedulian terhadap hak asasi bukan perokok sudah menjadi tatanan kehidupan sehari-hari di negara-negara tersebut.
Di Indonesia, salah satu negara paling bebas melakukan apa saja di dunia saat ini, para pendukung "hak asasi manusia" mengatakan bahwa merokok adalah pilihan bebas manusia.Â
Sebagai seorang motivator anti rokok, saya pernah "diceramahi" oleh beberapa pengusung hak azasi manusia yang membela pilihan orang-orang yang merokok, dan mengingatkan saya untuk tidak provokatif mengajak orang untuk tidak merokok.Â
Ada hal yang menarik dari beberapa pengusung hak azasi tersebut, yakni mereka mencantumkan kalimat "bukan perokok" di bawah namanya, untuk memberi kesan bahwa mereka adalah manusia berjiwa besar yang bisa mentolerir hal-hal apa pun yang tidak disetujuinya.
Menurut saya, manusia memang mempunyai hak untuk melakukan apa saja terhadap dirinya, termasuk merokok. Saya hanya ingat pernah diajarkan bahwa tubuh itu adalah milik Allah, sehingga harus dihormati. Jadi, kalau kita tahu bahwa rokok itu bisa merusak tubuh kita, masihkah kita mau memakainya?
Kembali kepada pembela dan pendukung hak azasi perokok, mereka menyatakan merokok merupakan pilihan hidup seseorang dan mereka berharap pula perokok untuk menghargai hak azasi non perokok.Â
Masalahnya, sama seperti pecandu narkoba yang sudah seperti dibaalkan otaknya oleh zat adiktif, perokok juga sulit untuk memahami himbauan itu.Â
Lagi-lagi karena zat adiktif yang terkandung di dalamnya. Saya sering dibentak balik oleh para perokok ketika mengingatkan bahwa mereka tidak boleh merokok di situ, dan itu terjadi di rumah sakit.
Para perokok sering mengatakan, "Biarkan saya merokok. Yang mati karena kanker kan saya, bukan kamu. Itu resiko yang siap saya terima." Tetapi, para perokok itu lupa bahwa ketika tubuhnya digerogoti penyakit akibat merokok, maka yang terkena dampaknya adalah seluruh keluarganya, yang notabene bukan perokok.Â
Apakah bisa kita mengatakan kepada ayah, adik, atau anak kita yang digerogoti kanker paru, "Oke, ini adalah akibat dari perbuatanmu, silakan tanggung sendiri." Harta pun akan kita relakan untuk membayar semua biaya pengobatan, bahkan hingga menimbulkan hutang yang tidak sedikit setelah si perokok pergi menghadap Tuhannya. Bukan warisan harta yang akan ditinggalkan oleh perokok kepada ahli warisnya, tetapi warisan hutang yang harus diselesaikan oleh keluarga yang ditinggalkan.
Jadi, masihkah akan kita bela "HAK AZASI" para perokok tersebut?