Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pajak dalam Pandangan Keuangan Syariah

4 Januari 2022   07:21 Diperbarui: 4 Januari 2022   07:26 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Merza Gamal-File

Pajak, selama ini, merupakan sumber penerimaan terbesar bagi pemerintahan suatu negara, guna membangun negaranya serta menjalankan pemerintahannya. 

Kewajiban sejenis Pajak telah dikenal pada zaman Daulah Khilafah Islamiyah dengan berbagai istilah, antara lain, dhara'ib, wazha'if, kharaj, nawa'ib, dan kilaf as-sulthaniyyah.

Pungutan Pajak pada zaman modern, setelah berlalunya zaman pemerintahan Daulah Khilafah Islamiyah, menurut para fuqaha terbagi dalam dua pendapat, ada yang membenarkan dan ada pula yang menentangnya. 

Alasan kelompok yang menentang, sebagian besar, adalah karena pemerintahan yang ada sekarang bukan dipimpin oleh Pemerintah yang sah secara "Syariat Islam", dan apabila pemerintahan semacam ini diperbolehkan menarik pajak, maka dikhawatirkan pajak akan disalahgunakan dan menjadi suatu alat penindasan.

Sedangkan kelompok fuqaha yang membenarkan pungutan pajak, berpendapat bahwa dana zakat pada prinsipnya dipergunakan untuk kesejahteraan kaum fakir & miskin, serta enam ashnab lainnya, padahal negara memerlukan sumber-sumber dana yang lain agar dapat melakukan fungsi-fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi secara effektif. Dasar pembenaran pemungutan "Pajak" oleh para fuqaha adalah hadits Rasulullah SAW yang berbunyi "Pada hartamu ada kewajiban selain zakat".

Argumen pendukung pembebanan pemungutan Pajak, menurut Umer Chapra adalah bahwa "suatu pengorbanan yang lebih kecil dapat direlakan untuk menghindari pengorbanan yang lebih besar", dan "sesuatu yang apabila suatu kewajiban tidak dapat dilakukan tanpanya, maka sesuatu itu hukumnya wajib". 

Abu Yusuf dalam kitab "Kitabul Kharaj" mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau menurunkan Pajak menurut kemampuan rakyat yang terbebani. 

Ibnu Taimiyyah dalam kitab "Majmuatul Fatawa" melarang penghindaran pajak, berdasarkan argumen bahwa tidak membayar pajak oleh mereka yang berkewajiban akan mengakibatkan beban yang lebih besar bagi kelompok lain. 

Al Marghinani dalam buku "al-Hidayah" menyatakan bahwa jika manfaat dari pajak memang dinikmati rakyat, maka kewajiban mereka (masyarakat) membayar ongkosnya.

Menurut para fuqaha, kewajiban membayar Pajak, mempunyai arti bahwa pembayaran yang mereka lakukan berguna bagi negara agar mampu menjalankan fungsinya secara efektif karena dana dari Pajak tersebut secara langsung atau tidak langsung dipergunakan untuk pelayanan-pelayanan yang diperoleh dari negara, seperti perlindungan keamanan dalam negeri maupun luar negeri, pembangunan jalan, pelabuhan laut, bandar udara, pasokan air bersih, kebersihan jalan raya dan lingkungan, serta perawatan sistem drainase dan lainnya.

Dengan demikian, sebagian besar fuqaha berpendapat, bahwa Islam menempatkan kewajiban tertentu kepada para pembayar Pajak, namun negara juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi kondisi sebagai berikut: 

Pertama, penerimaan hasil Pajak harus dipandang sebagai amanah dan dibelanjakan secara jujur dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan Pajak; 

Kedua, pemerintah harus mendistribusikan beban Pajak secara merata di antara mereka yang wajib membayarnya. 

Hal yang perlu diperhatikan dalam memungut pajak adalah dengan menggunakan suatu system yang adil dengan spirit untuk menuju sebuah masyarakat yang sejahtera.

Sistem perpajakan yang adil akan terwujud apabila memenuhi 3 (tiga) kriteria sebagai berikut:

Pertama, pajak dikenakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang benar-benar diperlukan untuk merealisasikan tujuan kesejahteraan masyarakat umum; 

Kedua, beban pajak tidak boleh terlalu kaku dihadapkan kepada kemampuan rakyat untuk menanggung dan didistribusikan secara merata terhadap semua orang yang mampu membayar; 

Ketiga, dana pajak yang terkumpul dibelanjakan secara jujur bagi tujuan yang karenanya pajak diwajibkan.

Sistem pajak yang baik tidak saja akan meningkatkan penerimaan pemerintah, tetapi juga meningkatkan pembangunan negara. Sistem pajak yang adil , akan memberikan keadilan kepada para pembayarnya dan perbendaharaan negara. 

Jadi, jika terlalu banyak menarik pajak akan menyebabkan ketidakadilan terhadap hak-hak rakyat dan jika terlalu sedikit berarti tidak adil terhadap perbendaharaan suatu negara.

Di samping itu, sistem perpajakan tidak saja harus adil, tetapi juga harus menghasilkan, tanpa berdampak buruk tehadap dorongan untuk bekerja, tingkat tabungan dan investasi masyarakat, serta penerimaan yang memadai sehingga memungkinkan pemerintah melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. 

Para pembayar pajak juga perlu diberi kesadaran bahwa membayar pajak secara langsung ataupun tidak langsung berguna bagi pelayanan-pelayanan yang mereka peroleh dari negara, seperti perlindungan keamanan, pembangunan jalan, terminal, pelabuhan, bandara, pasokan air bersih, kebersihan jalan raya, sistem drainase, dan pelayanan publik lainnya.

Pajak merupakan kewajiban warga dalam sebuah negara, dan juga merupakan kewajiban bagi negara untuk memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dikemukakan di atas.

Dengan demikian, selama para pembayar pajak tidak memiliki jaminan bahwa dana yang mereka sediakan kepada pemerintah akan dipergunakan secara jujur dan efektif untuk mewujudkan kesejahteraan mereka, maka masyarakat tidak akan bersedia sepenuhnya bekerjasama dengan pemerintah dalam usaha pengumpulan pajak dengan mengabaikan berapapun kewajiban moral untuk membayar pajak ditegaskan.

Sistem pajak yang tidak efisien, tidak adil, dan korup akan mengurangi kemampuan pemerintah meningkatkan penerimaan pajak, sehingga akan mempengaruhi tingkat perekonomian suatu negara. 

Ketidakadilan dalam memungut pajak serta pendistribusian hasil pajak bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, akan mengurangi keinginan masyarakat untuk menghasilkan dan memperoleh kemakmuran, serta berdampak  kepada memburuknya kondisi suatu pasar dan akhirnya kondisi masyarakat secara keseluruhan akan semakin memburuk.

Perekonomian yang makmur dalam sebuah pemerintahan, akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih tinggi dengan tarif pajak yang lebih rendah, sementara perekonomian yang mengalami depresi akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih rendah dengan tarif pajak yang lebih tinggi.

Menurut beberapa ahli, penurunan dalam penghasilan pajak disebabkan juga oleh penurunan belanja pemerintah. Hal ini disebabkan karena negara dapat menghadirkan pasar terbesar bagi dunia usaha. 

Jika pemerintah menimbun penerimaan pajak atau jika pemerintah tidak bisa membelanjakan penerimaan pajak sebagaimana mestinya, maka pasar akan sepi dan keuntungan pengusaha akan menurun, sehingga berakibat pada penurunan penghasilan pajak. 

Dengan demikian, kemakmuran cenderung bersirkulasi antara rakyat dan pemerintah, dari pemerintah ke rakyat, dan dari rakyat ke pemerintah. 

Oleh karenanya, jika pemerintah menjauhkan pajak dari belanja negara, rakyat akan menjadi jauh dari pajak, sehingga akhirnya penghasilan pajak pun tidak bisa diperoleh oleh negara.

Dengan demikian, dalam membuat sebuah peraturan tentang Pajak, perlu diperhatikan bahwa pajak yang dipungut mengunakan suatu sistem perpajakan yang adil dan mudah serta ditujukan semata-mata untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sehingga warga negara dapat secara sukarela melaksanakan kewajibannya karena mereka dapat merasakan manfaat pembangunan serta penyediaan prasana dari pengeluaran mereka untuk pajak. 

Ketidakadilan dalam memungut pajak serta ketidakmerataan pendistribusian hasil penerimaan pajak bagi kesejahteraan masyarakat, akan mengurangi kenginan masyarakat untuk menghasilkan dan memperoleh kemakmuran, serta akan berdampak kepada memburuknya kondisi suatu pasar, sehingga akhirnya kondisi masyarakat secara keseluruhan akan semakin memburuk.

Penulis: MERZA GAMAL 

  • Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
  • Author of Change Management & Cultural Transformation
  • Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun