2. Produktivitas yang menurun.
Eksperimen ad-hoc dengan kerja jarak jauh skala besar selama pandemi mengungkapkan sejumlah manfaat produktivitas. Penelitian menemukan bahwa beberapa bulan setelah pandemi, 45 persen insan perusahaan merasakan bekerja lebih produktif.Â
Namun sayangnya, peningkatan itu datang dengan mengorbankan batas kehidupan kerja yang kabur dan meningkatnya gejala kesedihan, kecemasan, dan kelelahan.
Perusahaan mengakui perlunya konektivitas langsung untuk memperbaiki tatanan sosial yang berantakan. Banyak yang mencoba mengimbangi beberapa efek negatif melalui kebijakan dan praktik SDM yang lebih berpusat pada insani.Â
Namun, mereka juga mengkhawatirkan penurunan produktivitas dengan model hybrid baru. Untuk mencegahnya, perusahaan dapat berfokus pada pengukuran hasil, bukan hanya input seperti jam kerja yang dicatat oleh insan perusahaan, baik di tingkat individu maupun tim.Â
Mereka juga dapat mengembangkan metrik kinerja yang disesuaikan yang bervariasi menurut peran dan fungsi.
3. Ketidakmampuan untuk bereksperimen dan mengulangi.
Tantangan nyata dari model hybrid adalah bagaimana mengelola insan dan proses untuk mendukung insan perusahaan yang sekarang mungkin secara langsung atau jarak jauh pada hari tertentu.Â
Kegagalan untuk menangani dengan benar dapat berdampak negatif pada produktivitas, keterlibatan insan perusahaan, dan kesejahteraan, dan, pada tingkat yang ekstrem, memicu peningkatan pergantian insan perusahaan.
Untuk mencegah hal tersebut di atas, perusahaan perlu mengadopsi pendekatan uji-dan-belajar. Hal ini memungkinkan kemampuan untuk mengeksekusi dan bergerak maju sambil tetap beradaptasi untuk mengubah arah jika diperlukan.Â
Di antara perusahaan yang memimpin dalam produktivitas, 16 persen terus mengulangi dan mengubah proses mereka saat konteks berubah, perilaku yang sama sekali tidak ada dalam organisasi yang lamban dalam produktivitas.