Ketika pandemi Covid-19 terus mengubah cara industri beroperasi, di mana-mana perusahaan menghadapi tantangan yang signifikan, dan sektor consumer goods tidak terkecuali. Konsumen menghabiskan lebih sedikit uang secara keseluruhan tetapi lebih banyak secara online.Â
Dinamika loyalitas sedang bergeser, baik dalam merek maupun saluran, saat orang mencoba produk baru dan cara baru untuk berbelanja. Dan konsumen membeli lebih banyak di kategori produk tertentu (seperti produk pembersih) dan lebih sedikit di kategori produk lain (seperti jeans).
Dalam upaya menanggapi perilaku konsumen yang cepat berubah dan pola permintaan, beberapa perusahaan consumer goods dengan tergesa-gesa menerapkan praktik dan model operasi yang gesit untuk memecahkan masalah tertentu dengan cepat dan efisien mengkonfigurasi ulang strategi, struktur, proses, orang, dan teknologi menuju penciptaan nilai dan culture yang melindungi model peluang.Â
Beberapa perusahaan mengimplementasikan Agile Culture (budaya gesit) di seluruh organisasi mereka.
Agile Culture sebenarnya bukanlah hal baru. Sektor teknologi, termasuk pengembangan perangkat lunak dan TI, telah menggunakannya selama beberapa dekade untuk meningkatkan produktivitas dan motivasi, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan kecepatan ke pasar.Â
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak perusahaan di sektor lain, termasuk manufaktur ritel dan Consumer Packaged Goods (CPG)Â telah mengadopsi untuk mengulang dan menerapkan solusi dengan cepat.
Sesuai jajak pendapat yang dilakukan McKinsey, mayoritas (65%) eksekutif perusahaan mengatakan bahwa mereka telah mulai menguji coba agile culture di beberapa area, termasuk TI. TI merupakan tempat yang wajar untuk memulai karena sebagian besar profesional TI sudah terbiasa dengan agile (ketangkasan/gesit).Â
Namun, meski evolusi agile culture telah dimulai dengan jelas, sebagian besar perusahaan konsumer belum menerapkan metodologi dalam skala besar: hanya 10 persen dari peserta jajak pendapat mengatakan mereka telah meningkatkan agile culture di seluruh organisasi mereka.Â
Pandemi Covid-19 telah mempercepat adopsi agile culture di area tertentu. Menanggapi tantangan unik yang dibawa pandemi, perusahaan konsumer telah menerapkan implementasi agile culture di satu atau lebih area fungsional.Â
Sebagai contoh, operasional e-commerce perusahaan consumer menghadapi tekanan serius terutama pada hari-hari awal pandemi, karena konsumen berbondong-bondong ke belanja daring dalam jumlah besar dan banyak, untuk pertama kalinya.Â