3. Terjemahkan sekutu menjadi tindakan di semua level.Â
Mengidentifikasi sebagai sekutu tidak selalu berarti tindakan. Misalnya, dalam sebuah peneilitian MC Kinsey di Amerika, tiga dari lima insan perusahaan mengidentifikasi sebagai sekutu wanita kulit berwarna, namun hanya satu dari sepuluh mentor yang mensponsori wanita kulit berwarna.Â
Selanjutnya, hanya 39 persen dari insan perusahaan yang diidentifikasi sebagai sekutu melaporkan secara terbuka mengakui atau memberikan penghargaan kepada wanita kulit berwarna untuk ide dan pekerjaan mereka.Â
Persekutuan memiliki dampak yang sangat menonjol pada wanita kulit hitam: ketika mereka merasa memiliki sekutu nyata, mereka dua kali lebih mungkin untuk merasa dapat membawa diri mereka sepenuhnya untuk bekerja dan percaya bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama untuk maju.
Persekutuan yang efektif tidak terbatas pada manajemen; pemimpin dapat menyoroti sekutu yang kuat dan tindakan yang mereka ambil di seluruh organisasi, merayakan perubahan positif dan mencatat area pertumbuhan sebagai sebuah tim.
4. Pertahankan saluran komunikasi dan umpan balik terbuka.Â
Para pemimpin tidak boleh mengejar keberagaman dan inisiatif inklusi dalam ruang hampa, melainkan menjaga komunikasi yang konstan dengan manajer dan insan perusahaan untuk menilai efektivitas inisiatif dan memastikan masalah baru sedang ditangani.Â
Para pemimpin juga dapat menggunakan saluran ini untuk menghadirkan lingkungan yang lebih pribadi dan terbuka ke tempat kerja. Survei online juga dapat menjadi cara yang efektif untuk mengumpulkan sentimen yang lebih sering dan anonim yang membantu para pemimpin untuk memahami apa yang berhasil, mendengar ide tentang bagaimana untuk maju dalam tantangan yang tidak terucapkan, dan mengukur sentimen insan perusahaan secara keseluruhan.Â
Komunikasi semacam itu sangat penting di lingkungan kerja jarak jauh. Misalnya, seorang pemimpin sering mengadakan pertemuan virtual untuk memastikan dia menyampaikan pesan-pesan penting kepada timnya dan mendengarkan tantangan mereka secara teratur. Hal itu telah menghasilkan tingkat keterlibatan dan kepuasan baru meskipun ada tantangan pandemic Covid-19.
Sementara itu untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural dari sekitar 1.340 suku bangsa dan 300 suku bangsa dengan latar belakang budaya, agama, normatif, dan nilai yang beragam.Â
Keberagaman ini menyebabkan perbedaan cara pandang, karakter, karakter, dan tata krama pribadi. Ini menjadi tantangan bagi setiap perusahaan yang membuka bisnisnya di Indonesia dalam mempekerjakan insan perusahaan untuk setiap perusahaan.