Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengubah Model Operasional Akibat Krisis Covid-19

11 November 2020   04:04 Diperbarui: 11 November 2020   04:21 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Kelelahan organisasi. 

Dalam ketidakpastian yang ekstrim, organisasi biasanya tidak dapat kembali ke bisnis seperti biasa untuk waktu yang lama, terkadang bertahun-tahun. Hal ini membuat para leader dan timnya menghadapi risiko kelelahan dalam menghadapi perubahan yang konstan dan tampaknya tidak pernah berakhir. Krisis dapat membangkitkan manajer senior dan karyawan perusahaan pada fase awalnya. Tapi begitu adrenalin itu memudar, ketidakpastian yang terus berlanjut menjadi melemahkan. Paling buruk, hal itu dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik, menyebabkan kerugian besar bagi efektivitas organisasi, dari penurunan daya tanggap hingga penurunan kualitas kerja secara keseluruhan.

Kondisi yang dialami PT Blue Bird Tbk Noni Purnomo saat pandemi Covid-19 menghantam bisnis transportasi bisa menjadi contoh. Angin segar di awal tahun tiba-tiba sirna ketika pandemi Covid-19 terjadi. Februari 2020, revenue Blue Bird lebih baik dibandingkan tahun lalu, tetapi ternyata pada bulan Maret langsung turun 50%, bulan April kembali turun hingga 70%. Jadi Blue Bird benar-benar menghadapi suatu krisis yang real. Namun demikian, manajemen Blue Bird tetap berupaya survive di tengah ketidakpastian tersebut.

Menurut Direktur Utama Blue Bird, Noni Purnomo dalam sebuah Stadium Generale, mengapa harus tetap survive? Karena perusahaan mempunyai tanggungan 40.000 pengemudi dan karyawan, dan juga pelanggan yang setiap hari harus tetap melakukan perjalanan karena tugasnya sehingga Blue BIrd tetap bisa melayani, meskipun jumlah armada jauh berkurang.

Blue Bird, selain menerapkan manajemen krisis dalam operasional perusahaan, juga mempersiapkan keberlanjutan bisnis, sehingga kelak jika pandemi berakhir, Blue Bird tidak kehabisan napas dan tak mampu lagi bersaing. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah bagaimana caranya Blue Bird bisa me-manage crisis yang ada sekarang, sekaligus pada saat yang sama preparing for the future.

Manajemen Blue Bird juga mempelajari perubahan perilaku pelanggan. Meminimalisir sentuhan dalam layanan akan jadi kewajiban di masa depan. Blue Bird mengembangkan payment yang mengarah kepada cashless, baik itu dengan cara QRIS, menginstal banyak EDC sehingga pelanggan yang mempunyai app dan tidak punya QRIS masih bisa menggunakan credit card.

***

Penulis,

Merza Gamal

Author of Change Management & Cultural Transformation

Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun